Swasta Bukan Penerima APBN dan APBD Diawasi
Ruang lingkup Undang-Undang tentang Pelayanan Publik akan sangat luas. Seluruh penyelenggara pelayanan publik, termasuk kalangan swasta yang tak menerima dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, pun tidak akan luput dari pengawasan.
Ketua Tim Perumus Rancangan Undang-Undang (RUU) Pelayanan Publik Sayuti Asyathri menyampaikan hal itu, seusai memimpin rapat, Senin (16/2) di Jakarta. ”Perusahaan swasta yang bergerak di bidang transportasi laut, udara, pendidikan, dan kesehatan akan diminta akuntabilitasnya,” ungkapnya.
Seluruh penyelenggara pelayanan publik akan diwajibkan mencantumkan alamat, nomor telepon, dan membuka layanan pesan singkat (SMS) yang dapat diakses masyarakat untuk menyampaikan keluhan atau tuntutan pelayanan yang lebih baik. Pengawasan penyelenggara pelayanan publik dibebankan kepada Komisi Ombudsman.
Dalam RUU Pelayanan Publik juga diatur sanksi. Jenis sanksi beragam, mulai dari pemotongan gaji, penurunan pangkat, pemberhentian, sampai pemidanaan. Penyelenggara juga akan dikenai denda dan wajib memberikan ganti rugi pada korban.
Deputi Pelayanan Publik Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Cerdas Kaban dalam rapat, Senin, menegaskan, sanksi itu bisa diterapkan kepada penyelenggara ataupun pelaksana pelayanan publik.
Penyelenggara adalah pimpinan penyelenggara pelayanan publik. Adapun pelaksana adalah orang yang melaksanakan pelayanan publik.
Dalam setiap departemen pemerintahan, yang bertanggung jawab terhadap pelayanan publik adalah sekretaris jenderal di bawah koordinasi Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara. Penanggung jawab pelayanan publik di lembaga negara di luar pemerintahan dikoordinasikan oleh pimpinan DPR. (sut)
Sumber: Kompas, 17 Februari 2009