Tak Libur demi Ujian Nasional

Atas dasar gengsi, sekolah akan mempertinggi kelulusan.

Atas dasar gengsi, sekolah akan mempertinggi kelulusan.

Tak ada hari libur bagi Azaria Rahmawati Yulista. Beberapa pekan terakhir, siswi kelas VI SD An-Najah, Petukangan Utara, Jakarta Selatan, ini menghabiskan hari-harinya dengan berbagai les dan bimbingan belajar. Setiap Selasa dan Kamis, selepas jam sekolah, Azaria yang biasa disapa Caca ini sudah ditunggu wali kelasnya untuk ikut les tambahan.

Khusus pendalaman materi selama empat jam di sekolah, wajib diikuti tiap Sabtu. Ahad pun masih digunakan Caca untuk mengikuti bimbingan belajar di lembaga swasta dekat rumahnya. Semua itu ia jalani sebagai persiapan menghadapi ujian akhir sekolah berstandar nasional (UASBN).

Capek dan bosan? Gadis manis berjilbab itu menggeleng. Aku enjoy, kok, kata putri pasangan Eriyanto dan Rita Anwar itu saat ditemui Tempo di sekolahnya, Jumat lalu.

Muhammad Fauzi Rahman dan teman-temannya di SDN Pajeleran I Kabupaten Bogor tiap Senin hingga Kamis biasa menjalani les tambahan matematika, IPA, IPS, atau bahasa Sunda pukul 06.00 pas. Tak mengherankan jika rasa kantuk terkadang datang menyergap.

Toh, Fauzi yang gemar matematika mengaku senang-senang saja menjalaninya. Ihwal jam dan waktu bermain dengan teman-temannya, bocah berambut ikal itu mengaku tak jadi masalah. Selepas asar kan bisa main, katanya.

Tak semua anak seberuntung Caca dan Fauzi. Para pelajar SD Raihanul Jannah Kedoya, Jakarta Barat, dipastikan tak ada yang ikut les tambahan. Kondisi ekonomi orang tua mereka yang pas-pasan menjadi alasan. Karena itu, try out (tes uji coba) yang digelar lembaga bimbingan belajar Bintang Pelajar di Gelora Bung Karno mereka ikuti dengan antusias kemarin pagi. Kami tak ada target. Ini untuk refreshing saja, kata Nahwiyah, guru bahasa Indonesia.

Ujian Nasional untuk tingkat SD pertama kali diberlakukan pada 13-15 Mei nanti. Tiga mata pelajaran yang diujikan ialah matematika, IPA, dan bahasa Indonesia. Ujian ini merupakan amanat UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Untuk pelaksanaan UASBN, Departemen Pendidikan mengajukan anggaran Rp 500 miliar. Setelah digodok ulang di Panitia Anggaran DPR, akhirnya tercapai kesepakatan sebesar Rp 96 miliar.

Sistem penyelenggaraan UASBN berbeda dengan ujian nasional SMP dan SMA. Dalam UASBN, koordinasi, pembuatan dan pencetakan soal, dan pengawasan diserahkan kepada pemerintah daerah, sedangkan pusat hanya memberikan kisi-kisi soal. Demikian juga dengan standar kelulusannya, diserahkan kepada pemerintah daerah.

Tak semua pihak setuju dengan kebijakan ini. Indonesia Corruption Watch (ICW), misalnya, mencemaskan berbagai pungutan yang muncul membebani orang tua murid mulai dari sebelum ujian, saat ujian hingga pascaujian. Besarnya, menurut Ade Irawan, berkisar Rp 300 ribu hingga Rp 500 ribu.

Rita Anwar mengakui UASBN menjadi beban untuk dia dan suaminya. Untuk biaya les dan bimbingan belajar Caca, ia harus merogoh kocek lebih dari Rp 2 juta per tahun. Belum termasuk SPP, perlengkapan belajar dan buku sekolah, ujarnya. Kasihan sebenarnya lihat dia les terus, tapi anaknya senang, Rita menambahkan.

Retno Lelyani Dewi, ibunda Fauzi, mengaku biaya yang dikeluarkan tak terlalu memberatkan, sebab biaya bimbingan diberikan sukarela Rp 15 ribu sampai Rp 30 ribu. Bulan ini saja saya belum bayar, tetapi tidak ditagih, katanya.

Aris Budiono, 40 tahun, termasuk yang menilai UASBN belum perlu dilakukan, sebab mutu tiap sekolah masih jauh berbeda. Ia pun tak merasa perlu menyertakan putranya, Rizaldi, siswa SDN 08 Duri Kosambi Cengkareng, Jakarta Barat, ikut les karena prestasinya di sekolah termasuk lumayan. Namun, karena putranya itu mengincar SMP favorit dengan standar nilai rata-rata 8, rasa cemas tetap menghantui Aris. Saya berburu sendiri soal-soal ujian untuk uji coba, kata pengajar Lembaga Indonesia-Amerika di Universitas Mercubuana itu.

Semua kritik dan temuan ICW itu tak mengendurkan langkah Menteri Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo. Biar saja saya dibilang kepala batu, ujarnya. Ia menyebut kesediaan para orang tua menyiapkan pengeluaran ekstra untuk membiayai les anak-anak mereka sebagai wujud kepedulian orang tua untuk pendidikan anak. Reh Atemalem Susanti | Dwi Wiyana | Dianing Sari

Siswa Tak Lulus, Orang Tua Jangan Menuntut

Nahwiyah, guru bahasa Indonesia di SD Raihanul Jannah, Kedoya, Jakarta Barat, tak menyembunyikan kegelisahannya. Sudah tiga kali tes uji coba digelar, murid kelas VI di sekolahnya rata-rata hanya meraih nilai 3. Padahal, standar kelulusan dari Departemen Pendidikan Nasional adalah 4,25. Agar tak jadi beban mental, Nahwiyah berencana mengajak 25 siswanya bermain di alam terbuka nan hijau. Supaya mereka segar saja, ujarnya di sela-sela tes try out nasional oleh Lembaga Bintang Pelajar di Gelora Bung Karno kemarin.

Para guru, menurut dia, punya beban sendiri menghadapi Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional (UASBN), pertengahan Mei nanti. Sebab, kepala sekolah mengingatkan para guru agar mengupayakan siswa didiknya lulus maksimal. Bahkan ada tiga-empat SD di wilayah 6 yang membuat perjanjian bermeterai dengan orang tua siswa. Isinya, kata Nahwiyah, orang tua tidak boleh menuntut guru kalau siswanya tidak lulus. Di sekolah saya, cuma diberi pengertian saja dengan orang tuanya.

Indonesia Corruption Watch (ICW) beberapa pekan lalu telah menyampaikan kekhawatiran atas kemungkinan terjadinya hal semacam ini. Dengan standar sekolah yang belum merata, sekolah dasar akan adu gengsi untuk mempertinggi kelulusan. Akibatnya, akan terjadi perlombaan angka batas kelulusan.

Soal ujian pun, kata Ade, dapat dibocorkan menjelang ujian, pada saat ujian, serta pascaujian oleh para guru. Menjelang ujian biasanya dengan membocorkan soal kepada peserta ujian, umumnya beberapa jam sebelum ujian dimulai. Pada saat ujian, biasanya guru mata pelajaran yang bersangkutan membuat jawaban dan dengan berbagai cara mendistribusikan kepada peserta ujian. Pascaujian, biasanya dengan memeriksa dan memperbaiki jawaban peserta ujian sebelum diserahkan kepada penyelenggara di level atas. Dianing Sari | Aqida Swamurti

Syarat mengikuti UASBN

o Peserta didik SD, Madrasah Ibtidaiyah, dan Sekolah Dasar Luar Biasa yang belajar pada tahun terakhir.

o Peserta didik harus memiliki laporan lengkap penilaian hasil belajar pada satuan pendidikan formal mulai semester I tahun I hingga semester I tahun terakhir.

o Peserta didik dapat mengikuti UASBN di satuan pendidikan lain jika punya

alasan tertentu dan disertai bukti yang sah.

o Peserta didik dapat mengikuti UASBN susulan jika berhalangan dan disertai bukti yang sah.

o Peserta didik yang belum lulus UASBN berhak mengikuti UASBN pada tahun berikutnya.

Jadwal UASBN Utama

1. Selasa, 13 Mei 2008 pukul 08.00-10.00 Bahasa Indonesia

2. Rabu, 14 Mei 2008 pukul 08.00-10.00 Matematika

3. Kamis, 15 Mei 2008 pukul 08.00-10.00 IPA

Jadwal UASBN Susulan

1. Rabu, 21 Mei 2008 pukul 08.00-10.00 Bahasa Indonesia

2. Kamis, 22 Mei 2008 pukul 08.00-10.00 Matematika

3. Jumat, 23 Mei 2008 pukul 08.00-10.00 IPA

Sumber: Koran Tempo, 7 April 2008

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan