Tak Mau Jadi Lumrah
Menteri BUMN Sugiharto tak ingin perusahaan milik negara di bawah kementeriannya sarat korupsi, kolusi, dan nepotisme. Karena itu, perlu dikembangkan sebuah sistem untuk mencegah agar KKN tak telanjur menjadi hal yang lumrah.
Upaya pencegahan lebih baik cost efective-nya. Sebab, kalau sudah terjadi, pengembalian kerugiannya lebih kecil, kata Sugiharto di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Jakarta kemarin.
Karena itu, kata Sugiharto, Kementerian BUMN menggandeng KPK dalam rangka memetakan modus operandi financial engineering (rekayasa keuangan) yang dilakukan para koruptor BUMN. Pemetaan itu menjadi dasar pembentukan sistem pencegahan.
Menurut dia, ada beberapa pelajaran yang didapat dari kasus-kasus korupsi di BUMN selama ini. Ada hubungan conflict of interest antara direksi dan keluarganya, istri, menantu, dan kolega untuk melakukan suatu konspirasi yang menimbulkan moral hazard, tuturnya.
Dalam pemetaan bersama KPK, kata dia, kasus Bulog digunakan sebagai studi kasus. Case study itu, tambah dia, mencerminkan betapa white color crime itu cukup canggih karena ada multiple company dan friendship yang bisa dibangun. Ada konspirasi ini dan itu yang ternyata ada keterkaitan satu sama lain. Termasuk behavior dari direksi itu sendiri, ujarnya.
Untuk itulah, sistem yang dikembangkan mencakup monitoring terhadap kekayaan direksi dan komisaris BUMN.
Sistem seperti apa yang dikembangkan? Menurut Sugiharto, formulasi sistem tersebut hingga sekarang belum ditentukan. Kemungkinan, tambah dia, akan diatur dalam satu kebijakan berupa peraturan menteri (permen) yang mengatur hubungan direksi dan komisaris, termasuk informasi soal pribadi dari masing-masing.(ein)
Sumber: Jawa Pos, 20 April 2007