Tak Sulit Usut Paskah-Kaban

Pengakuan Hamka Yandhu soal aliran dana BI ke sejumlah mantan anggota Komisi IX DPR periode 1999-2004 menjadi dasar bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengembangkan pengusutan kasus tersebut.

Ketua KPK Antasari Azhar mengaku telah memerintahkan bagian penindakan KPK untuk mencermati keterangan politikus tersebut dalam sidang di Pengadilan Tipikor Senin (28/7).

Mantan jaksa itu mengatakan, setiap fakta yang terungkap dalam sidang adalah bukti awal yang cukup untuk melakukan penindakan. "Ini salah satu bukti awal yang cukup," ujarnya di gedung KPK Kuningan, Selasa (29/7) lalu.

Meski demikian, ujarnya, pihaknya merasa perlu menambah bukti, tak sekadar fakta persidangan.

Kasus BI berawal dari audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menyatakan adanya penggunaan dana Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) Rp 100 miliar yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Selanjutnya, diketahui Rp 68,5 miliar mengalir untuk bantuan hukum para mantan pejabat BI dan Rp 31,5 miliar mengalir ke DPR.

Sudah ada lima tersangka dalam kasus tersebut, yakni mantan Gubernur BI Burhanuddin Abdullah, mantan Direktur Hukum BI Oey Hoey Tiong, mantan pimpinan BI Surabaya Rusli Simanjuntak, dan dua mantan anggota IX (Hamka Yandhu dan Antony Zeidra Abidin).

Dari kesaksian Hamka dalam sidang Senin (28/7) lalu, mantan ketua Komisi IX Paskah Suzetta menerima Rp 1 miliar dan Ketua Fraksi Partai Bulan Bintang (PBB) M.S. Kaban Rp 300 juta.

Menurut Antasari, KPK sudah mengantongi kesaksian Hamka dalam berita acara pemeriksaan (BAP). ''Tidak ada sama sekali kesulitan (dalam pengusutan kasus BI, Red)," ujar Antasari.

Anggota Badan Pekerja ICW Adnan Topan Husodo mengungkapkan, tidak ada alasan bagi KPK untuk tidak mengusut anggota DPR yang diduga menerima aliran dana BI. Apalagi "restu" dari SBY dan JK sudah ada. "Tinggal bagaimana KPK mengelolanya sebagai pintu masuk untuk mengusut lebih lanjut. Uang Rp 31,5 miliar yang mengalir ke DPR tidak mungkin dinikmati satu atau dua orang," ujarnya.

Dari puluhan nama yang disebut Hamka, Adnan mengungkapkan, KPK sebaiknya memilah mana yang dianggap paling berperan. Selain Hamka dan Antony, ujarnya, peran Paskah yang saat itu menjadi ketua Komisi IX cukup dominan. Apalagi, sesuai pengakuan Hamka, Paskah menerima bagian dana paling besar, yakni Rp 1 miliar. "Biasanya yang dapat paling gede adalah bosnya. Tak mungkin perannya biasa-biasa saja, paling tidak orang penting dan paling banyak berperan," ujarnya.

KPK, ujarnya, tak bisa menggunakan cara konvensional dalam mengusut perkara BI. Soal barang bukti, ujarnya, tak mungkin ada. "Tak mungkin suap ada kuitansinya," ujar Adnan. Lembaga antikorupsi itu harus pakai cara progresif. "Ini uji nyali buat KPK, berani atau tidak mengusut anggota DPR, termasuk menteri dan orang-orang BI," ujarnya. (ein/agm)

Sumber: Kompas, 31 Juli 2008 

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan