Tanggapan atas Jawaban MA Soal Keterbukaan Informasi di MA

Sebagai bagian dari advokasi untuk mendorong keterbukaan/transparansi dan akuntabilitas di Mahkamah Agung (MA), khususnya keterbukaan pengelolaan Biaya Perkara di pengadilan, maka Jum'at 23 Mei 2008 lalu, ICW dan ILRC menginisiasi pengajuan permohonan Informasi pada MA. Permohonan ini sekaligus sebagai upaya uji coba implementasi SK 144/2007 tentang Keterbukaan Informasi di Pengadilan.

Sebagai bagian dari advokasi untuk mendorong keterbukaan/transparansi dan akuntabilitas di Mahkamah Agung (MA), khususnya keterbukaan pengelolaan Biaya Perkara di pengadilan, maka Jum'at 23 Mei 2008 lalu, ICW dan ILRC menginisiasi pengajuan permohonan Informasi pada MA. Permohonan ini sekaligus sebagai upaya uji coba implementasi SK 144/2007 tentang Keterbukaan Informasi di Pengadilan.

Kemudian, Jumat berikutnya, 30 Mei 2008, MA membalas surat tersebut.

Ada beberapa catatan yang penting kita ingat:

1. Ternyata MA belum mempunyai standar operasional pelayanan masyarakat yang memohon informasi di pengadilan. Hal ini terbukti, ketika ICW, ILRC dan beberapa rekan Pers datang ke MA, bahkan pihak kepaniteraan tidak mengerti bagaimana prosedur yang diatur pada KMA 144/2007. Seperti diakui sekretaris Panitera MA, ini baru permohonan pertama yang resmi diajukan publik, dan kami memang belum punya Form yang harus diisi masyarakat. Padahal, jika kita cermati KMA 144/KMA/SK/VIII/2007 telah diterbitkan sejak 28 Agustus 2007, artinya selang 9 bulan hingga permohonan diajukan. Tentu agak sulit mengatakan, MA serius mengubah diri jika bahkan prosedur teknis standar saja belum disiapkan di MA. Hal ini semakin mengkhawatirkan mengingat KMA 144 sesungguhnya harus ditaati di seluruh pengadilan Indonesia. Apakah semua PN dan PT telah mengetahui keberadaan KMA tersebut dan menyiapkan sistem pelayanan untuk publik yang mengakses informasi?

2. MA masih menutup pengelolaan keuangan, khususnya Biaya Perkara. Dalam surat jawaban, dikatakan, Biaya Perkara bukanlah informasi yang dapat diakses publik. Hanya pihak berperkara yang boleh mengetahui hal tersebut. Padahal, jika dicermati kembali, KMA 144 jelas mengklasifikasikan Biaya Perkara (dalam konteks pengelolaan Keuangan pengadilan) sebagai informasi yang dapat diakses publik. Apakah MA hendak melecehkan aturan yang ditebritkannya sendiri?

3. MA mengabulkan salah satu permohonan ICW dan ILRC, yakni: memberikan data penanganan perkara 2005 s.d Maret 2008 (lihat lampiran). Namun, sayangnya data tersebut tidak cukup jelas mengklasifikasikan antara perkara yang sudah sampai di tingkat KAsasi atau pun perkara yang ada di tingkat Peninjauan Kembali. Pengelompokan ini menjadi penting, karena dalam penghitungan biaya perkara, MA jelas menetapkan tarif yang sangat berbeda antara keduanya. Seperti kita ketahui, Tingkat Kasasi (Perdata Umum, Agama, TUN) Rp. 500ribu, dan Peninjauan Kembali Rp, 2,5juta. Dengan kata lain ada upaya mengkaburkan informasi penanganan perkara di MA.

Setidaknya itulah 3 hal yang dapat dicatat untuk kesempatan awal ini.

Dalam perkembangannya kita sedang menyusun Nota Keberatan untuk MA, sesuai dengan mekanisme KMA 144. Sengaja kita coba ikuti 'aturan main' yang diterbitkan MA sendiri, lebih untuk menguji KETAATAN MA terhadap aturannya. Jika pada aturan yang ditebritkan sendiri saja masih tidak taat, bagaimana dengan aturan yang disusun pihak lain?

Contoh Permohonan informasi ke MA dan Jawabannya

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan