Tanpa Surat Balasan, Enam Petugas KPK Periksa KPU
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak mau kecolongan untuk menyelidiki indikasi penyelewengan dalam proyek pengadaan Intelligent Character Recognition (ICR) di Komisi Pemilihan Umum (KPU). Karena itu, meski belum mendapatkan surat balasan, KPK tetap akan mendatangi otoritas penyelenggara pemilu tersebut.
''Ada atau tidak ada surat dari KPU, kami tetap akan mendatangi," jelas Wakil Ketua KPK Haryono Umar kemarin. Menurut dia, tim khusus KPK mulai mengkaji proses pengadaan teknologi informasi setelah mendapatkan data dari KPU. Ini sesuai janji KPK yang mulai bekerja minggu ini. Terkait proses penyelidikan itu, KPK juga menyatakan kesiapannya. "Prinsipnya, kami sudah siap," tegasnya.
Sebelumnya, lembaga yang dipimpin Antasari Azhar tersebut mengirimkan surat kepada KPU untuk meminta sejumlah data tentang kuasa pengguna anggaran (KPA) serta pejabat pembuat komitmen (PPK) dan personel pengadaan. Sayang, hingga kini surat tersebut belum terbalas. ''Semoga mereka masih menyiapkan apa yang kami minta," terang Haryono.
Untuk menyelidiki indikasi penyelewengan tersebut, KPK bakal mengerahkan banyak petugas. "Orang yang kami turunkan banyak," ungkapnya. Berdasar informasi yang dihimpun Jawa Pos, kemarin petugas KPK sudah mendatangi KPU. Petugas berjumlah enam orang itu membawa sejumlah dokumen dari kantor penyelenggara pemilu tersebut.
Apa target KPK mendalami proses pengadaan di KPU? Mantan auditor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) itu mengungkapkan bakal melihat dulu sejumlah keluhan masyarakat terkait pengadaan ICR tersebut. "Prinsipnya, ini pencegahan dulu. Kalau ada indikasi korupsi, kami serahkan ke penindakan. Jadi, kami masih belum tahu," jelasnya.
Di samping mengkaji proses pengadaan ICR yang menjadi biang kelambanan penghitungan suara, KPK juga mengincar pengadaan logistik pemilu. Ini perlu dilakukan karena proyek tersebut juga melibatkan banyak dana. KPK juga mendapat sejumlah masukan dari sejumlah LSM soal indikasi penyelewengan dalam pengadaan logistik di sejumlah daerah, yakni DKI Jakarta, Jatim, Jabar, Sumut, dan Sumbar.
Sejumlah LSM melaporkan, dari Rp 817,9 miliar dana logistik dan sosialisasi, KPU telah merugikan negara hingga Rp 284, 28 miliar. Jumlah itu, menurut mereka, berasal dari lima item dugaan penyimpangan. Yakni, pengadaan surat suara, kotak suara, TI, pemutakhiran DPT pileg, dan sosialisasi. Komisi mengibaratkan pengkajian proyek teknologi informasi tersebut ibarat pintu masuk ke dugaan penyelewengan yang lain. (git/iro)
Sumber: Jawa Pos, 28 April 2009