Tata Ulang Distribusi Birokrat
Pemerintah diminta menata distribusi pegawai negeri sipil (PNS) di seluruh Indonesia. Penempatan PNS yang selama ini tidak merata menjadi penyebab kinerja pemerintahan yang tidak efektif dan efisien.
Manajer Hubungan Eksternal Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng mengatakan, fakta yang terjadi saat ini banyak daerah yang jumlah PNS-nya banyak, sedangkan daerah lainnya justru kekurangan.
Padahal,daerah yang sudah memiliki banyak pegawai tetap merasa kekurangan karena ukuran kinerjanya tidak jelas. “Tidak ada tolak ukur yang pasti tentang jumlah kebutuhan PNS bagi daerah. Daerah tak memiliki pedoman, sehingga mereka asal mengangkat dan memberi gaji dari APBD,”ujarnya.
Robert juga mengaku sangat khawatir belanja pegawai akan semakin membengkak tiap tahun. Dia mencatat ada 16 daerah yang berpotensi bangkrut karena tidak bisa melakukan pembangunan apa apa lantaran dananya habis untuk belanja pegawai. Dua yang paling parah adalah Kabupaten Demak, Jawa Tengah karena 89% APBD-nya untuk belanja pegawai. Kemudian Lumajang, Jawa Timur 83% APBD untuk gaji pegawai.
“Padahal, belanja pegawai hanya satu dari 10 item pengeluaran APBD. Ada sembilan program rakyat lainnya yang harus dibiayai seperti untuk belanja modal, pembangunan infrastruktur, pelayanan publik, dan sejenisnya,”tegas dia.
Lebih jauh Robert menjelaskan, sejak pemberlakuan otonomi daerah yang luas, kewenangan mengatur pegawai negeri sudah diserahkan sepenuhnya kepada daerah. Padahal, seharusnya pemberian kewenangan ini diikuti pedoman bagi daerah untuk menentukan jumlah dan penempatan pegawai.
“Kalau sekarang, tidak ada pedoman seperti itu. Daerah enak dan bebas mengajukan formasi CPNS. Ini penyebab pemborosan belanja pegawai dari APBD,”tegasnya. Sebagai solusi,Robert mengusulkan agar pemerintah menyisir terlebih dulu setiap daerah untuk dianalisis kebutuhan pegawai masing-masing.
Hal ini bisa dilakukan dengan melihat kepadatan penduduk tiap daerah, jumlah urusan yang harus dijalankan, luas wilayah, serta potensi dan kemampuan keuangan tiap-tiap daerah.Jika ditemukan daerah yang sudah kelebihan pegawai, imbuh dia, maka pemerintah harus melakukan mutasi pegawai tersebut ke daerah yang kekurangan.
Pengamat politik dan pakar otonomi daerah dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro mengatakan, pemerintah sebenarnya bisa melakukan redistribusi PNS, dengan menghapus istilah PNS daerah diganti menjadi PNS nasional. Terlebih gaji PNS juga sebenarnya bersumber dari APBN, yang kemudian dialokasikan kepada daerah dalam bentuk dana alokasi umum (DAU) APBD.
Dia juga menjelaskan, masalah pembiayaan belanja pegawai yang boros adalah imbas otonomi daerah yang sangat luas, namun tidak dibarengi antisipasi terhadap ekses negatifnya dengan baik. Setiap daerah seenaknya mengangkat pegawai karena penggajiannya sudah dijamin dari APBD tersebut.
“Akibatnya sudah kita lihat,yakni ongkos tukangnya besar, namun urusan atau program rakyat yang dikerjakan semakin sedikit. Ini ironis memang,”tandasnya. Siti Zuhro mengaku sepakat dengan pemberlakuan moratorium penerimaan CPNS. Bahkan, dia berharap moratorium ini disampaikan oleh Presiden secara langsung sehingga semakin kuat.
Bila perlu, ujar dia, moratorium diberlakukan selama satu sampai dua tahun. Sementara itu,Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan dan RB) bersama dengan Kementerian Keuangan dan Kementerian Dalam Negeri, tengah mengkaji usulan penghentian sementara atau moratorium rekrutmen PNS.
Sesmen Kemenpan dan RB Tasdik Kinanto mengatakan, moratorium PNS sebaiknya dijalankan tidak terlalu kaku. Penghentian rekrutmen PNS bisa dilakukan pada pos-pos tertentu saja. ”Pada intinya moratorium itu oke. Tapi tidak bisa gegabah, harus dikaji dulu,” tandasnya.
Sebelum moratorium itu dijalankan, kata Tasdik, perlu ada kajian tentang jumlah dan jabatan PNS di seluruh instansi pemerintah baik di pusat maupun daerah. Menurut Tasdik,moratorium dengan menghentikan seluruh rekrutmen PNS secara total berisiko memunculkan masalah baru bagi daerah-daerah yang secara riil kekurangan PNS.
Deputi Sumber Daya Manusia dan Aparatur Kemenpan dan RB Ramli Naibaho mengatakan, moratorium PNS bisa dijalankan secara lunak dengan menerapkan pertumbuhan nol PNS.Artinya,merekrut PNS baru sesuai dengan data PNS yang pensiun, dipecat, atau mundur.
’’Pada intinya,zero growth ini hanya mengisi kursi PNS yang kosong,” paparnya Ramli. Ramli mengakui saat ini masih terjadi ketimpangan antara PNS yang pensiun dan usulan PNS baru.Berdasarkan data yang dimiliki, tahun ini PNS yang pensiun di lingkungan instansi pusat dan daerah jumlahnya mencapai 107.418 orang,sedangkan usulan PNS baru dari pemerintah pusat dan daerah sebesar 700.000 orang.
Angka pensiun PNS periode 2012 naik menjadi 124.175 pegawai,2013 sebanyak 123.167 pegawai,dan 2014 sebanyak 133.734 pegawai. ”Ini masih usulan,bisa saja kuotanya dikurangi,”tandasnya.
Wakil Ketua Komisi II DPR Abdul Hakam Naja mengaku, pihaknya mendorong upaya moratorium dalam rekrutmen CPNS.Perlu ada penataan dan penempatan ulang terhadap para pegawai tersebut. mohammad sahlan/sucipto
Sumber: Koran Sindo, 15 Juli 2011