Terdakwa Hanya Jalankan Perintah
Sebagian dana untuk operasional konsulat.
Erick Hikmat Setiawan, mantan Konsul Jenderal Republik Indonesia di Penang, Malaysia, mengaku hanya menjalankan perintah berdasarkan surat keputusan yang dikeluarkan Kedutaan Besar Indonesia untuk Malaysia. Terdakwa kasus dugaan korupsi dalam pungutan liar biaya pengurusan dokumen keimigrasian itu mengatakan bahwa kegiatan pemungutan uang di lingkungan kedutaan besar terjadi jauh sebelum dia menjabat sebagai konsul. Intinya semua kebijakan itu berkiblat ke Duta Besar Indonesia di Kuala Lumpur, ujar Erick saat memberikan keterangan sebagai terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi kemarin.
Mengenakan jas safari, Erick dalam sidang yang dipimpin hakim Mansyurdin Chaniago itu menjelaskan secara detail ihwal keterlibatannya dalam kasus yang diduga merugikan negara RM 5,07 juta atau sekitar Rp 13 miliar tersebut.
Dalam pungutan itu, Erick mengaku menerima RM 180 ribu atau sekitar Rp 468 juta. Kendati begitu, kata dia, Sebagian digunakan untuk keperluan operasional konsulat. Misalnya saja membeli baju seragam karyawan konsulat dan menjamu tamu atau pejabat.
Erick menjadi terdakwa karena diduga menerima imbalan dari pungutan proses pengurusan dokumen keimigrasian. Selain Erick, bawahannya, yaitu Kepala Bidang Imigrasi Konsulat Jenderal di Penang, Khusnul Yakin Payappo, menjadi terdakwa dalam kasus yang sama.
Investigasi Inspektorat Jenderal Departemen Luar Negeri menemukan surat keputusan ganda untuk pengurusan jasa dokumen keimigrasian. Dalam surat keputusan pertama, biaya yang dikenakan RM 30 atau sekitar Rp 78 ribu. Tapi dalam surat keputusan yang lain, biayanya malah RM 65 atau sekitar Rp 169 ribu.
Erick mengatakan sempat menanyakan perihal terbitnya dua surat keputusan ganda kepada Duta Besar, Kepala Konsulat Jenderal RI lainnya di Malaysia, dan kepada Khusnul, bawahannya. Namun, dia tidak mendapat satu pun jawaban memuaskan. Respons mereka serba tidak jelas, kata Erick.
Sementara itu, dalam sidang terpisah, Khusnul mengatakan dua surat keputusan itu dianggap perintah tugas. Perihal penyetoran ke kas negara, Khusnul mengatakan tidak tahu jika semua pemasukan biaya atas pengurusan harus disetorkan. Saya tidak paham adanya aturan itu, ujarnya dalam sidang kemarin.
Penuntut Komisi Pemberantasan Korupsi, Edy Hartoyo, menilai tindakan Erick dan Khusnul tidak bisa dibenarkan. Sebab, semua dana pungutan itu harus disetor ke kas negara. Jika ada pengeluaran yang tidak bisa dibiayai dari anggaran rutin konsulat jenderal, kata Edy, seharusnya Erick mengajukan permohonan secara resmi kepada Departemen Keuangan. Tidak cukup mengandalkan keputusan duta besar, ujarnya.
Suharsyah, pengacara Khusnul, mengatakan tindakan kliennya hanya sebagai pelaksana tugas. Suharsyah menilai dua surat keputusan itu memberi celah kepada pegawai konsul untuk mencari dana tambahan di luar anggaran resmi konsulat jenderal. RIKY FERDIANTO
Sumber: Koran Tempo, 5 Agustus 2006