Terdakwa Korupsi APBD Bogor Ajukan Kasasi

Menurut jaksa, vonis di tingkat banding sudah tepat.

Sebanyak 32 terdakwa kasus korupsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Bogor, Jawa Barat, segera mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Mereka masing-masing divonis hukuman empat tahun penjara dan denda Rp 200 juta serta uang pengganti Rp 120 juta oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung.

"Kasasi segera kami ajukan. Tim kuasa hukum kami sedang menyiapkannya," kata salah seorang terdakwa, Eman Sulaeman, mantan anggota Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bogor periode 1999-2004, kemarin.

Eman mengakui salinan putusan banding belum dia terima. "Masih ada pada kuasa hukum," kata dia.

Dia mengatakan, upaya mengajukan banding ke Pengadilan Tipikor Bandung tidak membuahkan hasil. Malahan putusan banding menambah berat hukuman. Sebelumnya, di tingkat Pengadilan Negeri Bogor, mereka masing-masing dijatuhi hukuman hanya 1 tahun penjara ditambah denda Rp 50 juta dan uang pengganti Rp 30 juta. "Bagi kami, ini mengusik asas keadilan," kata Eman.

Pemberitahuan atas putusan baru tersebut telah disampaikan kepada Pengadilan Negeri Bogor pada Selasa lalu. Kejaksaan Negeri Bogor, sebagai jaksa penuntut umum, juga telah menerima tembusannya. "Putusan baru ini sesuai dengan tuntutan kami yang awal," kata Kepala Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Bogor M. Fatria.

Fatria mengatakan vonis banding mengacu kepada Pasal 2 Undang-Undang Tipikor Nomor 31 Tahun 1999. Dalam pasal itu disebutkan, minimal hukuman memang empat tahun penjara.

Saat ini, Fatria melanjutkan, pihaknya belum dapat melakukan eksekusi karena masih menunggu selama 14 hari ke depan setelah para terdakwa menerima salinan putusan banding. Apabila terdakwa tidak mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung, kata dia, sudah bisa dieksekusi. "Kalau kasasi, tunggu keputusan tetapnya dulu," ujarnya.

Menurut salah seorang anggota tim kuasa hukum terdakwa, Jayadi Damanik, putusan banding Pengadilan Tipikor Bandung sudah keluar. Namun, dia tak bisa menjelaskan langkah hukumnya karena bukan kewenangannya. ARIHTA UTAMA S | MARTHA
 
Sumber: Koran Tempo, 5 Mei 2011

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan