Terkait Kasus Zatapi, Polri Tunggu Surat BPK
BARESKRIM Mabes Polri hingga kini masih menunggu surat dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam penanganan kasus impor minyak Zatapi. Hal ini terkait pernyataan BPK beberapa waktu lalu yang menyatakan tidak terdapat kerugian negara dalam impor tersebut. "Nantikan ada suratnya (dari BPK) ke sini," kata Kabareskrim Mabes Polri, Komjen Susno Duaji di Mabes Polri, akhir pekan kemarin.
Dalam kesempatan itu Susno juga menegaskan bahwa pihaknya belum mengetahui hasil audit BPK yang menyatakan tidak terdapat kerugian negara dalam impor minyak Zatapi. Memang, dalam kesempatan itu pula, Susno mengakui untuk suatu kasus dikatagorikan masuk dalam tindak pidana korupsi harus terdapat terlebih dahulu kerugian bagi keuangan negara. "Memang unsur korupsi harus ada kerugian negara," katanya.
Penanganan kasus ini oleh Polri memang belum menemukan titik terang. Setidaknya kasus tersebut mulai ditangani Polri sejak dilakukan penggeledahan di kantor pusat Pertamina pada Kamis, 16 Oktober 2008 lalu.
Dikesempatan terpisah, Direktur III Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Mabes Polri, Brigjen Jose Rizal mengatakan, pihaknya masih berusaha melengkapi data tambahan yang diajukan BPK. "Ternyata BPK meminta sejumlah data lagi," kata Direktur III Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bareskrim Mabes Polri, Brigjen Jose Rizal di Mabes Polri, Kamis (18/6).
Padahal, untuk melengkapi penyidikan kasus tersebut Polri telah mengutus beberapa anggotanya berangkat ke Singapura untuk mengumpulkan data tentang kandungan minyak yang dimaksud. Dan hasilnya telah diserahkan kepada BPK.
Atas permintaan tersebut, Jose mengatakan pihaknya harus melakukan konfirmasi ulang kepada Singapura terkait data minyak yang diimpor itu. Hasil konfirmasi tersebut nantinya akan dikirim kembali ke BPK. "Saya belum tahu data sudah dikirim ke BPK atau belum. Seharusnya sudah dan saat ini sedang diproses," katanya.
Mencuatnya kasus ini berawal saat rapat dengar pendapat (RDP) antara Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro dan Komisi Energi DPR pada Februari 2008 lalu. Saat itu sejumlah anggota dewan mempersoalkan 600 ribu barel minyak Zatapi yang diimpor pada 2007. Proyek impor tersebut dimenangkan PT Gold Manor Internasional.
Anggota dewan mempertanyakan dokumen asal barang, uji sampel, dan transparansi harga impor minyak Zatapi. Sebab, harganya lebih mahal, yakni sekitar US$11,7 per barel. Padahal, bila Pertamina tidak mengimpor Zatapi akan menghemat US$5 juta.
Guna melengkapi bukti-bukti dalam penyidikan, delapan orang penyidik menggeledah kantor Pertamina pada 16 Oktober 2008 sekitar pukul 15.00 WIB. Kedatangan penyidik di lantai dua ruang Direktorat Organisasi dan Sistem Manajemen Mutu dan lantai tiga ruang Direktur Utama Pertamina Ari Sumarno sempat mengagetkan para karyawan. Aparat yang dipimpin Ketua Tim Penyidik Tindak Pidana Korupsi Mabes Polri Komisaris Besar Iskandar MZ ini diterima Staf Ahli Direktur Utama Bidang hukum Genades Panjaitan.
Dalam kasus tersebut penyidik telah menetapkan empat orang dari petinggi perusahan minyak milik negara tersebut sebagai tersangka, masing-masing yaitu Chrisna Damayanto, Kairuddin, Rinaldi, dan Suroso Atmomartoyo, selaku penanggung jawab pengadaan minyak. Selain itu ditetapkan pula Direktur Utama PT Gold Mannor Internasional, SN sebagai tersangka juga.[by : Heri Arland]
Sumber: Jurnal Nasional, 29 Juni 2009