Terkait Pernyataan Antasari Azhar, Polisi Tak Mau Gegabah
Anggap Pencemaran Nama Baik, KPK Siap Gugat
Pernyataan Antasari Azhar bahwa beberapa pimpinan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) berkomplot dalam kasus korupsi Masaro tidak akan buru-buru ditindaklanjuti penyidik. Polisi masih ragu-ragu memanggil nama-nama dalam laporan tulisan tangan tersebut.
''Kami tidak gegabah. Tentu harus memperhatikan banyak faktor,'' kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Chrysnandha Dwi Laksana di Jakarta kemarin (5/8). Laporan yang disampaikan Antasari seminggu setelah ditahan dalam kasus pembunuhan (14 Mei 2009) itu kini berada di tangan penyidik.
Lebih lanjut Chrysnandha menyatakan, dalam laporan tersebut terdapat nama-nama pejabat penting. ''Kami tidak bisa langsung tangkap atau apa. Kami akan melakukan mekanisme lain,'' katanya tanpa menjelaskan secara rinci.
Polisi bekerja berdasar alat bukti. ''Kalau hanya berdasar pengakuan, kurang. Harus ada alat-alat bukti lain yang mendukung,'' tegas perwira bergelar doktor itu.
Menurut sumber Jawa Pos di lingkungan kepolisian, polisi memang tidak satu sikap dalam menanggapi testimoni ketua nonaktif KPK tersebut. ''Soal pembunuhan saja belum masuk sidang, kok mau lanjut ke kasus baru,'' kata sumber yang ditemui di Polda Metro Jaya kemarin.
Dia menjelaskan, saat memberikan laporan, Antasari sempat menyerahkan alat bukti. Yakni, rekaman pembicaraan antara dua orang yang sedang bernegosiasi tentang perkara korupsi. ''Dia menyebut itu rekaman suara utusan Anggoro (Anggoro Wijoyo, tersangka kasus Masaro yang buron, Red) dan seorang direktur di KPK,'' ungkap sumber tersebut. Namun, kualitas rekaman itu sangat buruk. ''Dienkripsi ke file di komputer juga belum begitu jelas,'' ungkapnya.
Karena itu, setelah mendapat testimoni tersebut, penyidik sempat berusaha melengkapi alat bukti di laptop Antasari (Jawa Pos 4 Juli 2009). ''Isinya ada beberapa file kasus korupsi. Termasuk soal Masaro,'' katanya.
Perwira itu menyebut nama pejabat lain di luar KPK yang tersangkut kasus Masaro tersebut di laptop Antasari. ''Posisinya sangat penting. Tapi, dalam kasus Masaro, dia hanya menjadi saksi. AA sempat menyebut nama itu akan tersangkut jika Anggoro tertangkap dan diperiksa,'' paparnya.
Apa arahan Kapolda? Menurut sumber itu, perintahnya jelas. Segera tuntaskan berkas kasus pembunuhan Nasrudin yang melibatkan Antasari. ''Soal dugaan korupsi itu, belum ada arahan. Tapi, soal pembunuhan, ditegaskan minggu ini harus tuntas dan P-21,'' ujar sumber tersebut.
Bahkan, lanjut dia, di lingkungan internal penyidik, santer terdengar laporan Antasari bakal diambil alih Bareskrim Mabes Polri. ''Kami dengar akan ditangani direktur III/Tindak Pidana Korupsi Bareskrim. Tapi, lebih jelasnya silakan cari info ke sana saja,'' katanya.
Chrysnandha membantah sikap polisi terbagi dua menanggapi testimoni Antasari tersebut. ''Pecah bagaimana. Polisi itu satu institusi. Penyelesaian kasus tersebut semua sesuai prosedur dalam KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) dan KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana). Tidak berdasar sikap orang per orang,'' tegasnya.
Mabes Polri juga tidak berkomentar tegas dalam kasus itu. ''Kita sabar menunggu saja,'' kilah Wakil Kepala Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Sulistyo Ishak di kantornya kemarin.
Jenderal berbintang satu tersebut mengaku belum mendapat informasi lengkap terkait testimoni Antasari yang ''menggigit'' pimpinan KPK lain itu.
Dia hanya menggeleng ketika ditanya kemungkinan kasus tersebut diambil alih Bareskrim Mabes Polri. ''Saya belum tahu. Mari kita tunggu saja agar tidak simpang siur informasinya,'' katanya.
Di tempat terpisah, salah seorang kuasa hukum Antasari, Juniver Girsang, menuturkan bahwa kliennya memang membuat testimoni yang menyebutkan keterlibatan anggota KPK dalam kasus PT Masaro. Tujuannya, menjawab pertanyaan penyidik kepolisian. ''Sebab, ada pengembangan penyidikan oleh polisi,'' jelasnya di sela sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kemarin.
Namun, dia belum bersedia merinci isi laporan tersebut. Menurut pengacara senior itu, laporan bermula dari laptop Antasari yang menjadi salah satu barang bukti dalam kasus pembunuhan. ''Karena pengembangan itulah, Antasari kemudian menerangkan apa yang menjadi dokumen di laptop,'' ucap Juniver.
Di bagian lain, KPK tidak tinggal diam atas pengakuan mengejutkan ketua nonaktif tersebut. Wakil Ketua KPK Bibit Samad Riyanto mengungkapkan, KPK telah menanyakan tudingan suap itu kepada sejumlah pimpinan. Yakni, Chandra M. Hamzah, M. Jasin, dan Haryono Umar.
''Kalau kami tidak menerima suap, kan berarti itu fitnah,'' tegasnya ketika ditemui di Gedung KPK kemarin. Karena itu, KPK akan menindaklanjuti dengan laporan pencemaran nama baik ke polisi.
Kabar tak sedap tersebut, kata Bibit, tak membuat hubungan antarpimpinan KPK bermasalah. ''Kami juga terus mengevaluasi dan terbuka satu sama lain. Itu syarat kebulatan kami memberantas korupsi,'' ujarnya.
Sebagai pemimpin KPK, lanjut dia, Antasari tidak seharusnya menyimpan pengakuan soal dugaan suap tersebut. Tapi, dibicarakan dengan pimpinan lain begitu mengendus adanya ketidakberesan di tubuh lembaga superbodi itu. ''Sikap pemimpin macam itu, Anda tahu sendiri kan,'' ujar mantan Kapolda Kaltim tersebut. Dari pengakuan itu, kata Bibit, Antasari seolah-olah mencari-cari teman untuk masuk tahanan Polda Metro Jaya.
Kasus dugaan korupsi pengadaan sistem komunikasi radio terpadu (SKRT) yang melibatkan Direktur PT Masaro Anggoro Wijoyo tersebut masih bergulir hingga kini. Anggoro kabur saat penyidik menggeledah kantor Masaro akhir Juli tahun lalu.
Penggeledahan tersebut dilakukan untuk mencari alat bukti terkait kasus korupsi alih fungsi hutan lindung yang melibatkan mantan Ketua Komisi IV DPR Yusuf Erwin Faisal. Setelah penggeledahan, penyidik mencium ketidakberesan dalam proyek SKRT itu.
Juni lalu, penyidik menaikkan status Anggoro sebagai tersangka. Saat dipanggil untuk menjalani pemeriksaan, dia selalu absen. KPK kemudian menetapkan dia buron. ''Kami sudah bekerja sama dengan Interpol dan Polri. Jadi, kalau tertangkap, dia harus diserahkan kepada kami (KPK),'' ujarnya.
Selain Anggoro, KPK pernah memeriksa beberapa pejabat Dephut. Di antaranya, Sekjen Dephut Boen Poernama. Dia telah mengembalikan uang Rp 200 juta ke KPK. Beberapa anggota komisi IV juga sudah menjalani penyidikan kasus tersebut.
Isu suap ke tubuh KPK sebenarnya sudah lama beredar. Hal itu pula yang pemicu retaknya hubungan KPK-polisi. Sebelum muncul pengakuan Antasari tersebut, pernah beredar dugaan suap ke pimpinan KPK dari Anggoro Wijoyo. Isu itu berkembang setelah polisi membongkar isi laptop Antasari.
Polisi sudah berancang-ancang menindaklanjuti kasus tersebut. Namun, pimpinan KPK yakin polisi tidak bertindak gegabah. Perlu bukti-bukti kuat. ''Saya yakin polisi tidak gegabah menindaklanjuti kasus ini. Kami satu guru satu ilmu,'' kata seorang pejabat di KPK.
Isu lain, suap di tubuh KPK tersebut sengaja diembuskan untuk merontokkan sejumlah pimpinan KPK. Konon, masih ada isu lain seputar kasus Masaro yang bakal bergulir untuk menyudutkan KPK.
Peneliti hukum ICW Febri Diansyah mengungkapkan, dari segi hukum pidana, pengakuan Antasari tersebut sangat lemah. Rekaman soal suap tidak bisa berdiri sendiri tanpa alat bukti lain. ''Karena itu, dalam menangani suap, KPK selalu menangkap tangan pelakunya,'' tuturnya.
Febri juga mempersoalkan alat bukti yang didapatkan Antasari. Selama ini, kata dia, pasal 36 UU KPK mengatur bahwa pimpinan KPK dilarang bertemu langsung atau tidak langsung dengan tersangka atau pihak beperkara. Mereka yang terbukti (bertemu) diancam hukuman lima tahun penjara.
''Mengacu pasal itu, sangat lucu. Antasari mendapatkan bukti tudingan suap dengan cara melawan hukum. Jadi, sangat mudah dipatahkan,'' tegasnya.
Seharusnya, kata Febri, pimpinan KPK segera melaporkan indikasi pelanggaran pasal 36 tersebut kepada polisi. ''Pasal itu bukan ranah korupsi. Penegak hukum yang berwenang adalah polisi,'' ujarnya. (rdl/git/fal/cfu)
Sumber: Jawa Pos, 6 Agustus 2009