Tersangka: Yang Minta Dana Kick Back RRI
Tidak ada pejabat RRI yang menerima uang. Kami cuma diberi, tidak pernah meminta.
Faharani Suhaimi, tersangka penggelembungan dana pengadaan pemancar dan perlengkapan Radio Republik Indonesia, kemarin mengatakan bahwa uang Rp 2 miliar yang ia serahkan ke RRI merupakan permintaan Suratno, direktur administrasi dan keuangan radio pelat merah itu.
Dana diambil dari anggaran proyek yang telah digelembungkan, kata Faharani setelah menjalani pemeriksaan di Komisi Pemberantasan Korupsi.
Ia diperiksa KPK karena disangka merugikan negara sekitar Rp 20 miliar dalam tiga proyek yang memakai anggaran belanja tambahan RRI senilai Rp 45 miliar. Ia dijerat pasal-pasal dalam Undang-Undang Nomor 31/1999 tentang KPK dan Undang-Undang Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Korupsi.
Suratno, menurut Faharani, mengatakan bahwa dana yang dikembalikan (kick back) ke RRI itu akan digunakan untuk membeli mobil. Faharani menambahkan, dana itu diserahkan pada Januari 2004, saat proyek pengadaan pemancar dan perlengkapannya telah selesai.
Keterangan Faharani dibantah Heru Santoso, pengacara Suratno. Menurut Heru, dana itu diberikan di tengah pengerjaan proyek. Saat itu sebagian pemancar sudah on karena ada yang ditangguhkan, kata Heru kemarin. Dana rekanan itu sebagai dana terima kasih dari Faharani.
Sebelumnya, ketika diperiksa KPK Rabu (3/8) pekan lalu, Heru juga mengatakan, Dana itu pemberian rekanan, bukan permintaan RRI. Tidak ada pejabat RRI yang menerima uang. Kami cuma diberi, tidak pernah meminta.
Heru menyatakan, kliennya hanya menerima dana kick back untuk langsung diteruskan ke kas RRI, dan tidak digunakan secara pribadi. Penggunaan dana pun sudah disetujui oleh Direktur Utama RRI karena merupakan hasil rapat direksi nonnotulensi.
Dana digunakan untuk membeli empat unit bus, dua Toyota Avanza, dan dana untuk ulang tahun RRI. Sisanya, Rp 300 juta, disimpan di kas RRI. Langkah ini, masih menurut Heru, dilakukan karena RRI tidak memiliki dana. Sebab, selama ini RRI meminta bus kepada pemerintah tidak pernah dikabulkan, katanya. THOSO PRIHARNOWO | EDY CAN
Sumber: Koran Tempo, 9 Agustus 2005