Tidak Ada Kekosongan Kepemimpinan KPK
Wacana percepatan penggantian Ketua KPK untuk selamatkan politisi korup dari jerat hukum.
WACANA kocok ulang pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ditentang pelbagai pihak. Wacana yang didorong oleh sebagian politisi itu dinilai hanya akan membuka celah bagi politisi korup agar lolos dari jerat hukum.
"Wacana itu sarat dengan kepentingan. Apalagi posisi Ketua KPK. Itu dia bisa memotong penanganan perkara," kata Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho, di Gedung MK Jakarta, kemarin.
Dia mencontohkan terhambatnya kasus suap aliran dana Bank Indonesia (BI) yang dilaporkan Agus Condro. Kasus tersebut diduga terhambat untuk mengamankan sejumlah politisi dari PDIP. ICW menolak seleksi ulang pimpinan KPK karena terburu-buru. Mekanisme seleksi sistem kilat, kata dia, berdampak pada hasil seleksi menjadi cacat hukum.
Berdasarkan UU KPK, seleksi pimpinan KPK harus lewat prosedur yang panjang. Pasal 33 ayat (2) UU KPK menyebutkan, prosedur pengajuan calon pengganti dan pemilihan calon anggota yang bersangkutan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, Pasal 30, dan Pasal 31.
"Merujuk pasal-pasal tersebut setidaknya proses seleksi butuh waktu kurang lebih enam bulan. Tidak ada pengeculian seleksi dapat dipersingkat. Ide-ide percepatan akan berdampak pada hasil seleksi menjadi cacat hukum dan dapat dibatalkan," kata Emerson.
Saat ini status Antasari baru tersangka. Berdasarkan UU No 30 Tahun 2002 tentang KPK langkah hukum yang dapat dilakukan hanya pemberhentian sementara sebagai pimpinan KPK melalui Keputusan Presiden dan pemberhentian tetap setelah berstatus terdakwa.
"Seharusnya DPR menghormati proses hukum yang sedang berjalan, dan tidak justru melakukan intervensi pada penegakan hukum yang sedang dilakukan Kepolisian," katanya. ICW menolak dalih KPK mengalami kekosongan kepemimpinan. "Masih ada empat orang pimpinan KPK yang dapat menjalankan tugas dan fungsi KPK. Tidak dapat diartikan terjadi sebagai terjadi kekosongan hukum," katanya.
Kemarin, KPK bersama DPR menggelar rapat dengar pendapat. Rapat berujung deadlock lantaran kedua pihak berbeda pendapat tentang perlu tidaknya dilakukan penggantian Antasari selaku Ketua KPK. KPK bertahan kepemimpinan KPK bisa berjalan secara bergiliran oleh 4 Wakil Ketua KPK. Komisi DPR berpandangan sebaliknya.
Di kesempatan terpisah, Jaksa Agung Hendarman Supandji membantah tudingan sejumlah kalangan jika penangkapan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif Antasari Azhar, bermotif balas dendam. Maklum sebelumnya KPK telah membongkar skandal suap kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang melibatkan sejumlah petinggi Kejaksaan Agung.
"Enggaklah. Kalau membalas, itukan dipukul lalu membalas mukul. Nggak ada, hahaha," katanya usai rapat koordinasi penanganan sengketa hasil pemilu di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta kemarin (7/5). Hendarman juga membantah adanya pertemuan dengan Polri menjelang penahanan Antasari.[by: M. Yamin Panca Setia]
Sumber: Jurnal Nasional, 8 Mei 2009