Tim Buru Koruptor Dibentuk Lagi

Tim gabungan yang bertugas memburu tersangka dan terpidana korupsi yang melarikan diri kembali dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan. Tim yang beranggotakan, antara lain, unsur kepolisian, kejaksaan, Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, dan Badan Intelijen Strategis TNI tersebut dipimpin Wakil Jaksa Agung Muchtar Arifin.

Demikian disampaikan Muchtar Arifin di Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat (22/6). Saya baru dapatkan tugas itu (ketua tim). SK-nya dari Menko Polhukam pada bulan Juni ini, kata Muchtar.

Sebelumnya, tim gabungan yang dibentuk akhir tahun 2004 oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla itu dipimpin Basrief Arief (saat itu menjabat Jaksa Agung Muda Intelijen). Tanggal 1 Februari 2007, Basrief Arief pensiun.

Sejauh ini, target tim gabungan pimpinan Muchtar Arifin adalah target lama ditambah target baru. Saat dibentuk tahun 2004, target tim gabungan pemburu tersangka dan terpidana korupsi antara lain David Nusa Wijaya (mantan Direktur Utama Bank Umum Servitia), Samadikun Hartono (mantan Komisaris Utama PT Bank Modern), Bambang Sutrisno (mantan Wakil Komisaris Utama PT Bank Surya), Adrian Kiki Ariawan (mantan Direktur Utama PT Bank Surya), Sudjiono Timan (mantan Direktur Utama PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia), dan Eddy Tansil (mantan pimpinan Golden Key Group). (idr)

Sumber: Kompas, 23 Juni 2007
------
Tim Pemburu Koruptor Baru Siap Bekerja

Tim Pemburu Koruptor yang baru akan kembali bekerja melacak dan menangkap para buron kasus korupsi. Pemerintah telah menunjuk seorang ketua tim baru, yakni Wakil Jaksa Agung Muchtar Arifin.

Muchtar mengatakan dirinya menerima surat keputusan dari Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan untuk menjadi Ketua Tim Pemburu Koruptor pada bulan ini. Dia menerangkan saat ini dirinya sedang melakukan konsolidasi terhadap seluruh anggota tim. Kami sudah siap bergerak, ujarnya kemarin.

Tim Pemburu Koruptor terdiri atas kejaksaan, kepolisian, Departemen Luar Negeri, Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, Badan Intelijen Negara, serta Badan Intelijen Strategis. Soal data buron koruptornya, kata Muchtar, saat ini masih dalam tahap pembaruan. Jumlahnya dan perkembangannya perlu diperbaharui, ujarnya.

Sebelumnya, Tim Pemburu Koruptor yang dibentuk pada 2004 di bawah pimpinan Basrief Arief sudah menangkap beberapa koruptor, antara lain koruptor Bank BNI, Jefri Baso dan David Nusawijaya. SANDY INDRA PRATAMA

Sumber: Koran Tempo, 23 Juni 2007
-------
Tetapkan Skala Prioritas Tim Pemburu

Jakarta, Kompas - Tim Pemburu Koruptor yang diketuai Wakil Jaksa Agung Muchtar Arifin diharapkan menentukan skala prioritas dan cetak biru dalam membidik pelaku korupsi yang melarikan diri. Ada baiknya jika didahulukan kasus-kasus korupsi yang menghasilkan kerugian negara dalam jumlah besar.

Demikian diungkapkan Ketua Masyarakat Profesional Madani Ismed Hasan Putro dalam siaran persnya yang diterima Kompas, Minggu (24/6). Menurut dia, pengembalian aset dan kerugian negara hendaknya dijadikan sasaran utamanya atau menjadi fokusnya.

Beberapa kasus yang diharapkan menjadi prioritas, ungkapnya, khususnya adalah korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia dengan tersangka Eddy Tansil (mantan pimpinan Golden Key yang masih buron).

Kasus Hilton

Ismed mengatakan, Kejaksaan Agung diharapkan tidak mengulangi kesalahan sama, yaitu inefektivitasnya tim yang sama (dibentuk akhir tahun 2004) akibat tidak adanya penetapan skala prioritas ini.

Pembentukan tim tersebut, kata Ismed, hendaknya tidak didasari kepentingan politik pencitraan semata, melainkan lebih berorientasi pada hasil.

Bagaimanapun, parameter berhasil tidaknya penanganan korupsi kan bergantung pada maksimal tidaknya pengembalian aset koruptor atas kerugian negara, termasuk adanya terapi jera. Kasus Hilton, misalnya, menjadi cermin nyata betapa Kejaksaan Agung terkesan belum serius, ujarnya.

Dalam upaya pengungkapan kasus tersebut, Ismed mengingatkan pula akan pentingnya kecermatan dan kepandaian Kejaksaan Agung dalam melakukan penuntutan perkara di pengadilan. (JON)

Sumber: Kompas, 25 Juni 2007

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan