Tinggal Burhanuddin Belum Disel; KPK Tahan Oey Hoey Tiong dan Rusli Simanjuntak
Gubernur Bank Indonesia (BI) Burhanuddin Abdullah kini menjadi satu-satunya tersangka kasus aliran dana BI yang belum ditahan. Kemarin (14/2) Komisi Pemberantasan Korupsi secara berurutan menahan dua tersangka, yakni Direktur Hukum BI Oey Hoey Tiong dan pimpinan BI Surabaya Rusli Simanjuntak.
Keduanya akan ditahan 20 hari, terhitung sejak 14 Februari 2008. Penahanan itu akan diperpanjang seiring perkembangan pengusutan kasus tersebut.
Oey dibawa ke mobil tahanan KPK nopol B 2040 PQ pada pukul 16.29 WIB. Penahanan pria berambut putih itu berlangsung dramatis. Petugas KPK harus berjuang mengamankan pejabat BI yang kemarin mengenakan jaket cokelat itu dari kepungan puluhan wartawan hingga masuk mobil tahanan berwarna perak. Oey yang berkacamata memilih diam dan tak menjawab pertanyaan wartawan.
Seluruh adegan penahanan Oey disaksikan tujuh anggota Badan Kehormatan (BK) DPR yang dipimpin Gayus Lumbuun. Sambil tersenyum dan sesekali menggelengkan kepala, para anggota BK yang baru berkonsultasi dengan KPK soal kasus BI itu menyaksikannya dari dalam bus DPR nopol B 7304 IQ. Mereka terpaksa menyaksikan proses penahanan Oey karena bus yang membawa rombongan terhalang.
Sementara itu, Rusli Simanjuntak baru dinaikkan ke mobil tahanan KPK pada pukul 17.08. Sampai masuk mobil Kijang hitam B 8593 WU, pria yang diperiksa lima jam sejak pukul 10.00 itu memilih bungkam. Rusli yang mengenakan jaket hitam hanya berusaha menerobos kerumunan wartawan yang mencecarnya dengan berbagai pertanyaan terkait kasus dana BI. Bahkan, dia tidak menjawab ketika ditanya apakah dirinya merasa dikorbankan dalam kasus tersebut.
Wakil Ketua KPK Bidang Penindakan Chandra M. Hamzah mengatakan, penahanan kedua tersangka dilakukan demi kepentingan penyidikan. Mantan pengacara itu mengungkapkan bahwa keduanya ditahan terpisah. Oey ditempatkan di Rutan Polda Metro Jaya, sedangkan Rusli ditahan di Rutan Mako Brimob, Kelapa Dua.
Kedua tersangka, ujarnya, dijerat dengan lima pasal yakni pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 atau pasal 5 ayat 1 huruf a, pasal 8 huruf a, atau pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Kerugian negara sudah ada tapi belum secara detail, ujar Chandra didampingi Direktur Penyelidikan KPK Ade Rahardja.
Soal peran keduanya dalam kasus BI, Chandra memilih tak memberi penjelasan dengan alasan pihaknya harus memeriksa saksi-saksi lain.
Berdasarkan surat rahasia Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kepada KPK tertanggal 14 November 2006, saat menjabat deputi direktur Direktorat Hukum Oey disebut-sebut menyalurkan dana Rp 68,5 miliar kepada para mantan pejabat BI yang terlibat suatu kasus.
Sedangkan Rusli disebut-sebut bersama Asnar Ashari menyalurkan dana Rp 31,5 miliar kepada anggota Komisi IX DPR periode 1999-2004, termasuk Antony Zeidra Abidin yang sekarang menjabat wakil gubernur Jambi.
Bagaimana Burhanuddin Abdullah? Chandra mengungkapkan, minggu depan KPK akan memanggil pimpinan tertinggi BI itu untuk dimintai keterangan. Apakah langsung ditahan? Kita lihat perkembangannya, ujarnya diplomatis.
Mantan menantu Nurcholis Madjid itu menegaskan, penyidikan kasus BI jalan terus. KPK, lanjutnya, akan meminta keterangan semua pihak yang diduga terkait kasus BI, dari uang keluar sampai pihak-pihak yang menerima dana tersebut.
Ketua KPK Antasari Azhar kemarin mengungkapkan, sejak 25 Januari 2008 (saat penetapan tiga tersangka), pengusutan kasus BI tetap bergulir. Evaluasi sampai kemarin (Rabu, 13 Februari, Red) kasus ini sudah menuju titik terang, ujarnya.
Adakah tersangka baru? Antasari tak mau menjawabnya. Dia langsung berlalu dari ruang konferensi. Sementara, Chandra hanya tersenyum sambil matanya menyipit ketika dikonfirmasi soal itu.
Pemeriksaa Anwar Nasution
Selain memeriksa Oey dan Rusli, kemarin KPK memanggil Ketua BPK Anwar Nasution, mantan anggota Komisi IX DPR Hamka Yamdu, mantan Deputi Gubernur BI Iwan R. Prawiranata, dan Direktur Teknologi Informasi BI Eman Suherman.
Anwar yang datang sekitar pukul 09.45 menolak memberikan keterangan pada pers. Saya sudah buka-bukaan sejak November 2006, sekarang terserah KPK, ujarnya. Saat keluar dari gedung KPK pukul 17.11, Anwar juga memilih diam.
Saya sudah tidak berwenang. Sekarang terserah KPK, ujarnya lantas masuk mobil.
Humas BPK Luar Negeri Dwita Pradana yang mendampingi Anwar menepis isu politisasi terkait laporan BPK ke KPK. Itu demi integritas BI. Pada waktu itu kita tidak melihat good governance di sana, ujarnya.
Buktinya, tambahnya, ada manipulasi pembukuan di BI. Itu dilakukan dengan sadar dan terencana, yaitu pada saat pengalihan status YPPI ke LPPI, tambahnya. BPK, lanjutnya, telah memberi kesempatan pada BI untuk memperbaiki tata kelola anggaran. Tapi, hal itu tak pernah dilakukan.
Posisi Anwar dalam kasus BI memang mendua. Di satu sisi Anwar adalah pelapor kasus BI melalui suratnya kepada KPK. Di sisi lain, Anwar merupakan mantan deputi gubernur senior BI. Nama Anwar tercantum dalam risalah Rapat Dewan Gubernur (RDG) 20 Maret 2003 yang menyetujui dana bantuan hukum Rp 5 miliar per orang kepada para pejabat BI yang terkena masalah.
Bukan hanya itu. Dalam RDG 22 Juli 2003 soal pembentukan panitia Pengembangan Sosial Kemasyarakatan (PSK) dan memutuskan bantuan peningkatan modal kepada LPPI Rp 100 miliar, nama Anwar tercantum sebagai pihak yang menyetujuinya.
Sebagai apa Anwar diperiksa kemarin? Yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi, ujar Chandra M. Hamzah, tak mau menjelaskan apakah Anwar diperiksa sebagai pelapor atau mantan pejabat BI. (ein/kim)
Sumber: Jawa Pos, 15 Februari 2008