TPF Cari Benang Merah Kasus Century-KPK
TIM independen verifikasi fakta dan proses hukum atau Tim 8 kemarin berupaya menelisik keterkaitan kasus kriminalisasi dua pimpinan KPK nonaktif, Bibit Samad Riyanto dan Chandra M. Hamzah, dengan sejumlah kasus dugaan korupsi yang tengah diselidiki lembaga antikorupsi itu.
Tim 8 berusaha mengonfirmasi dugaan yang berkembang di masyarakat bahwa kasus hukum terhadap Bibit dan Chandra disebabkan KPK menyelidiki kasus dugaan tindak pidana korupsi penyelamatan Bank Century.
Kabareskrim Komjen Pol Susno Duadji dikabarkan terkait kasus tersebut karena memberikan rekomendasi pencairan dana milik pengusaha Boedi Sampoerna di Bank Century. Selain itu, keduanya aktif mengusut dugaan kasus korupsi radio komunikasi Departemen Kehutanan yang melibatkan mantan Menteri Kehutanan Malam Sambat Ka'ban.
Ketua Tim Independen Adnan Buyung Nasution menuturkan, Tim 8 berharap agar Chandra dan Bibit memberikan informasi tersebut agar latar belakang kasus yang menimpa mereka terungkap ''Informasi dari versi Bibit dan Chandra ini tentunya untuk mendapatkan kebenaran sejati tentang apa yang terjadi di balik peristiwa ini,'' katanya.
Untuk itu, Tim 8 alias Tim Pencari Fakta (TPF) kemarin memintai keterangan Bibit dan Chandra di kantor Dewan Pertimbangan Presiden, kompleks Istana Kepresidenan. Keduanya datang dengan didampingi sejumlah kuasa hukumnya.
Anggota Tim 8 Anies Baswedan menuturkan, dalam pertemuan tersebut, Chandra dan Bibit mengakui bahwa KPK memiliki rekaman hasil penyadapan yang membicarakan kasus dugaan korupsi dana penyelamatan Bank Century. Dalam rekaman itu, nama Susno Duadji kembali disebut-sebut. ''Mereka mengatakan, rekaman itu ada dan disimpan KPK,'' terang Anies.
Chandra yang dicegat wartawan setelah dimintai keterangan oleh Tim 8 menyatakan telah menyampaikan hal-hal yang diketahuinya tentang kasus-kasus hukum yang ditanyakan Tim 8. Meski demikian, Chandra tidak bersedia memberikan keterangan tentang rekaman hasil penyadapan yang diduga kembali melibatkan Susno Duadji. ''Status saya saat ini sudah nonaktif. Tolong, tanyakan hal itu kepada pimpinan KPK,'' katanya.
Di tempat terpisah, Departemen Luar Negeri (Deplu) menyatakan siap membantu pemanggilan terhadap Direktur PT Masaro Anggoro Widjojo. Perburuan buron kasus penyuapan pengadaan Sistem Komunikasi Radio Terpadu Departemen Kehutanan (Dephut) Rp 180 miliar itu semakin digiatkan menyusul dibebernya rekaman adik Anggoro, Anggodo Widjojo, terkait dugaan rekayasa kriminalisasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
''Indonesia belum efektif memiliki perjanjian ekstradisi dengan Singapura, namun bisa diupayakan melalui mekanisme mutual legal assistance (MLA),'' ujar Teuku Faizasyah, juru bicara Deplu, di Jakarta kemarin (5/11).
Dia menjelaskan, upaya pemulangan Anggoro melalui MLA dimungkinkan jika ada permintaan resmi dari instansi atau lembaga hukum. Saat ini Deplu bekerja sama dengan Interpol untuk memproses rekomendasi dari KPK agar pemerintah Singapura memulangkan Anggoro ke Indonesia. (noe/zul/agm/iro)
Sumber: Jawa Pos, 6 November 2009