Tren Pelemahan Komisi Antikorupsi
Di tengah menguatnya kesadaran masyarakat dunia untuk melawan korupsi, juga terjadi tren global untuk melemahkan komisi antikorupsi oleh pihak penguasa setempat. Tren pelemahan itu disampaikan oleh pimpinan komisi antikorupsi sejumlah negara dan para pakar pada hari pertama Konferensi Internasional Antikorupsi Ke-14 di Bangkok, Thailand, Rabu (10/11).
Wartawan Kompas Ahmad Arif dari Bangkok, kemarin, melaporkan, pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Indonesia menjadi salah satu contoh yang dibahas dalam konferensi yang diikuti perwakilan lebih dari 100 negara itu.
Wakil Ketua KPK M Jasin memaparkan tentang rekayasa perkara pemerasan dan penyalahgunaan wewenang yang disangkakan kepada dua unsur pimpinan KPK, Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah. ”Dua unsur pimpinan KPK, Bibit dan Chandra, dipenjara Polri dengan sangkaan yang direkayasa,” kata Jasin.
Menurut Jasin, rekayasa perkara terhadap Bibit dan Chandra itu terjadi karena banyak pihak yang merasa terancam dengan penindakan yang dilakukan KPK. Jasin menyebutkan, lembaganya telah memenjarakan 42 anggota parlemen, 8 menteri, 7 gubernur, 20 bupati/wali kota, 8 anggota KPU, 4 duta besar, 1 gubernur Bank Indonesia (BI), dan 4 deputi gubernur BI, termasuk salah satunya besan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Panthep Klanarongan, Presiden National Anti-Corruption Commission Thailand, mengemukakan adanya tekanan dan ancaman terhadap anggota komisinya, terutama ketika menginvestigasi korupsi yang melibatkan politisi dan pimpinan pemerintahan. ”Kami juga mendapat ancaman. Saya yakin ini juga terjadi di negara lain dengan detail yang berbeda,” katanya.
Panthep juga menyebutkan soal lemahnya dukungan penegak hukum lain dan kerja sama Pemerintah Thailand untuk memberantas korupsi.
Dragos Kos, Presiden Group of States Against Corruption (GRECO), menyatakan adanya tekanan yang dialami oleh lembaga antikorupsi di Eropa. ”Kerja komisi antikorupsi memang selalu dalam bahaya. Semakin sukses komisi antikorupsi, semakin tinggi ancaman dan upaya pelemahannya,” ujarnya.
Dia merumuskan, modus pelemahan itu dilakukan dengan mengubah undang-undang untuk mengurangi kewenangan komisi antikorupsi. Modus berikutnya dengan merestrukturisasi lembaga untuk mengurangi independensinya hingga mengurangi sumber daya atau anggaran.
Dragos Kos menyarankan agar dasar hukum yang mengatur keberadaan komisi antikorupsi diperkuat, misalnya dengan dimasukkan dalam konstitusi dasar sehingga tidak bisa diubah dengan mudah oleh kepentingan koruptor.
Kasus lain yang menjadi sorotan adalah yang menimpa Nuhu Ribadu, mantan Ketua Economic and Financial Crimes Commission Nigeria. Dia dipaksa mundur dari jabatannya oleh Pemerintah Nigeria karena mengungkap korupsi di kalangan politisi Nigeria.
Salah satu yang pernah dijebloskan oleh Nuhu Ribadu adalah mantan Gubernur Negara Bagian Delta yang dikenal memiliki kedekatan dengan Presiden Nigeria Umaru Yar’Adua. Nuhu Ribadu kemudian terpaksa melarikan diri ke Amerika Serikat karena kuatnya ancaman dari dalam negeri. Namun, Nuhu Ribadu, yang diagendakan menjadi pembicara dalam sesi ini, batal menyampaikan kesaksiannya.
Contoh tekanan
Juree Vichit, Sekretaris Jenderal Transparency International Thailand, yang menjadi moderator dalam sesi ini menggarisbawahi bahwa kasus yang dialami KPK di Indonesia dan sejumlah negara lain menjadi contoh besarnya tekanan terhadap gerakan antikorupsi.
Sumber: Kompas, 11 November 2010
-------------------
Kasus Tama, ICW Minta Dukungan Internasional
Indonesia Corruption Watch akan meminta dukungan internasional untuk penuntasan kasus kekerasan terhadap Tama S Langkun. "Kami akan minta mereka menekan Presiden (Susilo Bambang Yudhoyono) untuk menyelesaikannya," kata Koordinator ICW Danang Widoyoko di Bangkok, Rabu (10/11).
Tama adalah aktivis ICW yang menjadi korban penganiayaan orang tak dikenal pada Juli lalu. Sebelum ia dibacok, Tama melaporkan kasus rekening ganjil sejumlah oknum pejabat polisi ke Komisi Pemberantasan Korupsi. Penganiayaan itu diduga akibat pelaporan tersebut.
Yudhoyono sendiri sempat menjenguk Tama saat dirawat di Rumah Sakit Asri, Duren Tiga, Jakarta. Namun hingga kini pengusutan yang dilakukan polisi tak membawa hasil.
ICW bakal mempublikasikan kasus tersebut dalam 14th International Anti-Corruption Conference yang hari ini dimulai di Queen Sirikit National Convention Center, Bangkok.
Acara dwi tahunan yang diselenggarakan Transparency International dihadiri oleh lebih dari seribu aktivis antikorupsi berbagai negara, baik dari institusi pemerintah maupun lembaga swadaya masyarakat. BUNGA MANGGIASIH
Sumber: tempo Interaktif, Rabu, 10 November 2010 | 18:49 WIB
--------------
Polri: Silakan Bawa Kasus Tama ke Forum Internasional
Kepolisian Republik Indonesia mempersilahkan Indonesia Coruption Watch membawa kasus Tama Satya Langkun ke forum in ternasional. "Silahkan saja, itu hak mereka," ujar Kepala Divisi Humas Mabes Polri, Irjen Iskandar Hasan, kepada Tempo, Rabu (10/11).
ICW akan membawa kasus penyerangan terhadap salah satu anggotanya ini lantaran menilai pengusutan yang dilakukan Polri jalan ditempat. Tama Satya Langkun diserang oleh seseorang sekitar tiga bulan lalu. Kuat dugaan, penyerangan ini terkait dengan laporan ICW soal rekening gendut sejumlah jenderal di lingkungan Polri ke Komisi Pemberantasan Korupsi.
Iskandar menambahkan, Polri juga pernah diadukan ke forum internasional terkait meninggalnya ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara, Abdul Azis Angkat. "Waktu itu kami dimintai keterangan juga soal ini, tapi karena memang bukti yuridisnya tidak kuat ya tidak bisa dibawa ke pengadilan," ujarnya.
Soal penanganan kasus ini, Iskandar mengaku tidak mengetahui secara pasti perkembangannya. "Kasus ini kan ditangani Polda Metro Jaya. Saya tidak mengetahui sampai mana perkembangannya," ujarnya.
Ia pun tidak bisa memastikan apakah kasus ini merupakan kasus yang akan diprioritaskan untuk diselesaikan dalam agenda 100 hari Kapolri Komjen Timur Pradopo. "Pak Kapolri memang menginstruksikan untuk menyelesaikan kasus menonjol, tapi yang bukti yuridisnya memang sudah mendukung. Supaya kasusnya tidak terkatung-katung," ujarnya. (Febriyan)
Sumber: Tempo Interaktif, Rabu, 10 November 2010 | 18:55 WIB