Tunggakan Pengusaha Batu Bara Rp 16,5 Triliun

Pemerintah siapkan langkah baru agar royalti dibayar.

Temuan Indonesia Corruption Watch (ICW) menunjukkan total tunggakan royalti semua produsen batu bara di Indonesia mencapai Rp 16,5 triliun selama delapan tahun. Kepala Divisi Pusat Data ICW Firdaus Ilyas di Jakarta kemarin mengungkapkan angka tersebut diperoleh dari perhitungan total penjualan batu bara sepanjang 2000-2007. Dalam tempo tersebut, total volume batu bara yang dijual 1,02 miliar ton. 

Jika mengacu pada harga saat pengapalan (FOB)--acuan harga yang dipakai untuk pengenaan royalti 13,5 persen sesuai dengan kontrak karya pertambangan 1980-an--royalti yang harus dibayarkan adalah Rp 40,5 triliun. Namun, royalti batu bara yang diterima negara selama itu hanya Rp 24 triliun. Artinya, masih ada tunggakan Rp 16,5 triliun.

Jumlah itu, menurut Firdaus, dua kali lipat dibanding tunggakan yang disampaikan pemerintah. Departemen Energi sebelumnya merilis total tunggakan royalti batu bara sepanjang 2001-2007 sebesar Rp 7 triliun untuk enam perusahaan. Keenam perusahaan yang dimaksud adalah PT Kideko Jaya Agung, PT Kaltim Prima Coal, PT Kendilo Coal Indonesia, PT Arutmin Indonesia, PT Berau Coal, dan PT Adaro Indonesia.

Perbedaan angka itu bisa terjadi karena royalti yang dihitung ICW mencakup semua produsen batu bara di Indonesia yang berjumlah puluhan, bahkan ratusan. Jadi, bukan hanya terkait tunggakan royalti enam perusahaan yang sekarang dipersoalkan. Karena itu, Firdaus menyarankan agar Badan Pemeriksa Keuangan mengaudit semua produsen batu bara di Tanah Air. "Tujuannya agar jumlah tunggakan bisa diketahui secara transparan."

Ketika dimintai konfirmasi soal temuan ICW, Direktur Jenderal Kekayaan Negara, Departemen Keuangan, Hadianto mengaku tidak tahu. "Angka itu di luar catatan kami," ujarnya. Menurut dia, data yang diperoleh Departemen Keuangan adalah tunggakan royalti yang disampaikan Departemen Energi.

Bagi Hadianto, yang akan dikejar pemerintah saat ini adalah angka yang memang sudah jelas diserahkan ke Dirjen Kekayaan Negara. Untuk memastikan agar duit negara itu dibayarkan, pemerintah sedang menyiapkan langkah baru. "Kami punya cara untuk memastikan utang royalti segera dibayar," ujarnya kemarin.

Menurut dia, mekanisme cekal terhadap manajemen pengusaha batu bara hanya salah satu jurus. Jika cara ini gagal, pemerintah telah menyiapkan jurus lain. Ia mengingatkan agar pengusaha sadar bahwa menahan uang negara, jelas, salah. “Kalau mereka bayar royalti, besoknya tidak ada cekal lagi kok. Itu mudah.”

Direktur Eksekutif The Centre for Indonesian Energy and Resources Law Ryad Chairil malah menyarankan agar pemerintah mengajukan gugatan pidana terhadap enam produsen batu bara. Apalagi, soal royalti itu jelas diatur Undang-Undang Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak. "Tindakan menahan royalti itu bisa dikategorikan melanggar hukum pidana." Sutarto | Sorta Tobing | Nieke Indrietta

Sumber: Koran Tempo, 9 Agustus 2008 

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan