Uji Materi UU Tipikor; Nursyahbani Beri Kesaksian
Anggota DPR Nursyahbani Katjasungkana menyatakan, penggunaan kalimat dapat merugikan keuangan negara yang tercantum dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Pidana Korupsi memang dimaksudkan untuk menjangkau semua tindak pidana korupsi. Di dalam pasal itu, pembentuk UU memfokuskan pada unsur melawan hukum dan penyalahgunaan wewenang, bukan akibat dari korupsi.
Semangat ini sejalan dengan pandangan bahwa korupsi adalah extraordinary crime dan keinginan menciptakan pemerintahan yang bersih, ujar Nursyahbani, saksi yang mewakili DPR dalam sidang di Mahkamah Konstitusi, Kamis (11/5).
Sidang yang dipimpin Laica Marzuki itu digelar atas permohonan Daud Jatmiko, terdakwa dalam korupsi jalan tol Jakarta Outer Ring Road. Daud merasa UU itu bisa menimbulkan salah tafsir dan ketakutan.
Nursyahbani menjelaskan, UU ini menjadikan korupsi sebagai tindak pidana formal materiil, sesuai dengan kuatnya aspirasi masyarakat memberantas korupsi.
Jaksa KPK, Katarina Muliana Girsang, menyatakan, Daud Jatmiko tidak memiliki legal standing untuk mengajukannya ke Mahkamah Konstitusi karena kasus yang dia alami berada di ranah hukum acara pidana.
Jaksa pada Kejaksaan Agung dan Tim Tastipikor, Arnold Angkow, juga menolak penilaian Daud bahwa UU No 31/1999 bisa menimbulkan salah tafsir dan ketakutan. Jika semangat menegakkan hukum adalah mencari keadilan, bukan kemenangan, tak akan terjadi salah tafsir. Hanya orang bersalah yang merasa takut. Kami menilai pasal ini tidak bertentangan dengan UUD 1945 sehingga permohonan uji materi ini harus ditolak, ujarnya. (VIN)
Sumber: Kompas, 12 Mei 2006