Umat Kristen Harus Aktif Berantas Korupsi

Beberapa waktu lalu, dua organisasi besar keagamaan Islam, Nadhlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah, mendeklarasikan gerakan antikorupsi mendukung program pemerintah. Gerakan berbasis moral dan teologi ini diyakini menjadi senjata yang ampuh untuk mendorong umat beragama untuk lebih dari sekadar sadar akan perang terhadap korupsi. Lebih jauh, umat beragama Islam yang notabene mayoritas diharapkan akan lebih aktif mencegah korupsi dengan dasar nilai-nilai agama.

Uniknya, gerakan serupa sepertinya belum menggema di organisasi-organisasi keagamaan Nasrani. Di satu sisi, ini bisa diartikan bahwa masyarakat Kristen sudah sangat sadar akan bahaya korupsi dan pencegahannya. Di sisi lain, bisa juga ada kesan ketidakpedulian umat pengikut Kristus akan pentingnya perang melawan korupsi.

Kedua kesan di atas memang tidak bisa dijadikan kesimpulan. Namun, yang jelas peran umat Kristen haruslah besar dalam perang melawan korupsi yang bisa diartikan perang melawan kejahatan. Dan, Alkitab sendiri terang dan jelas menyebutkan banyaknya contoh perliku korupsi yang harus dijauhi umat Kristen.

Inilah yang terpapar dari Kebaktian Kebangunan Rohani bertajuk Umat Kristiani di Tengah Penegakan Hukum Pemberantasan Korupsi di Indonesia yang dipimpin Pendeta (Pdt) Michael Kairupan di GPDI Immanuel, Kelapa Gading, Jakarta, pekan lalu. KKR ini juga menghadirkan Wakil Ketua Badan Kehormatan DPR Gayus Lumbuun sebagai pakar untuk menjelaskan perihal korupsi, sekaligus memberikan kesaksian.

Tema ini sendiri menurut Pdt Michael adalah untuk mengingatkan kembali peran umat pengikut Yesus akan tugasnya di bumi untuk menjadi terang dunia di tengah gelapnya belantara korupsi. Sekaligus, ini mengingatkan bahwa bagi umat Kristen, Yesus dan keteladanannya adalah contoh nyata perang terhadap korupsi dan Allah Bapa menjamin umatnya untuk hidup berkecukupan dengan syarat mengikuti jalannya.

Dari sisi iman Kristen, Allah telah tegas menyebutkan bahwa burung di udara saja dipeliharanya, apalagi manusia. Demikian umat tak perlu ragu akan usaha yang dijalankannya selama berada di jalan Tuhan. Korupsi jelas merupakan pengingkaran terhadap keberadaan Tuhan dan jaminannya, kata Pdt Michael.

Dalam Perjanjian lama maupun Baru, contoh-contoh korupsi dengan stratanya; korupsi karena kebutuhan (by need), karena kesempatan (by chance), dan karena ketamakan (by greed) lengkap disebutkan. Alkitab juga menyebutkan kekhawatiran akan tidak terjaminnya sandang, pangan, dan papan adalah awal dari korupsi.
Di kesempatan tersebut, Gayus menyebutkan banyaknya contoh korupsi karena ketamakan ada di Alkitab, antara lain adalah saat umat Israel keluar dari Mesir dan mengindahkan perintah Tuhan yang memelihara mereka dengan datangnya burung puyuh pada waktu senja dan roti dari surga (manna).

Umat Israel bukannya mengambil sesuai perintah Tuhan, yakni segomer seorang, melainkan mengambil berlebihan. Upahnya, makanan yang mereka simpan malah menjadi busuk dan berulat (Keluaran 16:11-21).

Penghargaan dan Hukuman
Ketamakan serupa juga dirasakan Gehazi, pelayan Nabi Elisa yang mengambil pemberian Panglima Kerajaan Aram, yakni Naaman, atas kesembuhannya dari penyakit kusta. Alih-alih ingin mendapatkan hadiah yang ditolak Nabi Elisa, Gehazi malah mendapat tulah berupa kusta yang sebelumnya diderita Naaman (II Raja-raja 5:1-27). Dan, contoh yang paling mashyur dan keji akibat ketamakan adalah Yudas yang menyerahkan Yesus untuk disalib demi 30 keping uang perak.

Soal jaminan atas perilaku manusia yang mentabukan korupsi adalah saat Paulus memberikan nasihat ke Timotius (I Tim 6:6). Paulus menyatakan, dengan ibadah saja, manusia mempunyai keuntungan yang berlebih yang dijamin Allah.

Dari berbagai contoh di Alkitab, jelas menurut Pdt Michael dan Gayus Lumbuun, bahwa umat Kristen dilarang keras untuk korupsi. Kejahatan korupsi bertambah parah melibatkan hampir semua lini, birokrat, tokoh masyarakat, akademisi, serta pengusaha, melibatkan berbagai unsur dari berbagai agama. Di sinilah, peran nilai-nilai agama ditantang agar menjadi realitas yang berwujud, kata Gayus.

Realitas korupsi di Tanah Air sendiri semakin hari semakin memprihatinkan. Meski sejak tahun 1957 negara telah membentuk Undang-Undang (UU) Antikorupsi yang diikuti oleh berbagai bentuk tim pemberantasannya, jenis pidana ini tak juga hilang. Sebaliknya, korupsi makin menggurita dengan melibatkan semua unsur masyarakat, tak terkecuali tokoh masyarakat dan pemuka agama. Dan, orang Kristen sendiri ada dalam tiap struktur, profesi, dan pengkategorian yang ada masyarakat. Demikian, orang Kristen pun rentan terhadap perilaku korupsi,imbuh Gayus dan Pdt. Michael.

Untuk pengingatnya, Allah juga banyak memberikan penegasan akan penghargaan (reward) selain hukuman (punishment) yang ditegaskan contoh-contoh di atas. Firman Allah yang tertulis lengkap dalam Alkitab juga menyebutkan bahwa orang Kristen pun selain wajib taat perintahNya, juga berlaku sama terhadap hukum yang berlaku.

Ini jelas tertulis dalam Roma 13:3, yang menyatakan; Jika seorang berbuat baik, ia tidak usah takut kepada pemerintah (hukum), hanya jika ia berbuat jahat. Maukah kamu hidup tanpa takut terhadap pemerintah (hukum)? Perbuatlah apa yang baik dan kamu akan beroleh pujian daripadanya.

Untuk menjaga dari kekhawatiran akan segala kekurangan yang ujungnya melahirkan keinginan korupsi, Allah juga menegaskan dalam firmannya. Janganlah khawatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan atau minum, dan janganlah khawatir pula akan tubuhmu, akan apa yang hendak kamu pakai. Bukankah hidup itu lebih penting daripada makanan, dan tubuh itu lebih penting daripada pakaian?(Matius 6:25-34).

Demikian, adalah suatu keharusan bagi umat Kristen untuk berpartisipasi dalam pemberantasan korupsi, terutama dalam pencegahannya. Bagaimanapun ditegaskan pula, bahwa Yesus menginginkan umatnya bersih dari yang jahat. Tetapi, Aku ingin supaya kamu bijaksana terhadap apa yang baik dan bersih, terhadap apa yang jahat.

Oleh; Rikando Somba

Tulisan ini disalin dari Sinar Harapan, 9 September 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan