Ungkap Illegal Logging atau Karir Macet; Kapolri Deadline Kapolda, Kapolwil, Kapolres 6 Bulan
Kapolri Jenderal Pol Da?i Bachtiar mengeluarkan instruksi sekaligus peringatan keras kepada para Kapolda, Kapolwil, dan Kapolres se-Indonesia supaya serius mengusut tuntas praktik illegal logging di daerah masing-masing. Jika dalam jangka waktu enam bulan belum berhasil, Kapolri mengancam akan mengevaluasi karir mereka.
Direktur V Tipiter Bareskrim Mabes Polri Brigjen Pol Soeharto menegaskan, bagi kepala polisi yang asal-asalan mengungkap kasus illegal logging di daerahnya, karirnya terancam mandek. Apalagi kepala polisi tersebut terbukti terlibat jadi beking alias berkolusi dengan jaringan pelaku dan cukongnya. Pasti diproses secara pidana, janji Soeharto di Jakarta Sabtu lalu.
Instruksi dan peringatan bernada ancaman dari Kapolri kepada para anak buahnya itu, kata Soeharto, dikirim melalui sebuah telegram rahasia. Namun, dia tidak menyebutkan nomor telegram yang biasa berlaku di lingkungan kepolisian tersebut.
Soeharto menjamin semua nama yang diduga sebagai pelaku illegal logging akan ditindaklanjuti oleh tim terpadu. Termasuk, nama-nama cukong yang diserahkan Menteri Kehutanan M.S. Kaban dan sejumlah nama yang pernah dilaporkan mantan Dirjen Kehutanan Soeripto ke Mabes Polri. Beberapa pelaku sudah ditangkap dan diproses secara hukum karena saksi dan buktinya cukup. Sisanya, ada yang kabur ke luar negeri dan masuk dalam DPO (daftar pencarian orang).
Untuk memburu mereka, pihaknya sudah bekerja sama dengan pihak intelijen dan interpol. Perlu banyak pihak yang mem-back up kami, ujarnya.
Sekadar mengingatkan, Soeripto pernah menyebut nama Abdul Rasyid sebagai cukong kayu ilegal di Kalimantan Tengah. Nama Abdul Rasyid yang mantan anggota MPR itu juga masuk dalam daftar hitam (black list) Dephut. Sangat mungkin, Rasyid saat ini berada di Singapura.
Soeripto juga menyebutkan nama Trio Kwek Kwek yang terdiri atas tiga orang. Mereka merupakan bagian dari jaringan illegal logging (pembalakan liar) di wilayah Papua. Inisial Trio Wek Wek itu adalah HY, JO, dan RK. Nama terakhir kini berstatus anggota aktif DPR.
Pada diskusi kemarin, Soeharto sempat mengungkapkan bahwa Mabes Polri juga akan melibatkan PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan) dalam tim terpadu penanganan illegal logging ke Papua yang operasinya langsung dipimpin Kapolri. PPATK yang dipimpin Yunus Hussein itu sudah menghadiri rapat pertama di Mabes Polri, Jumat lalu.
PPATK kami libatkan untuk menyusuri aliran dana yang mencurigakan di rekening orang-orang yang disebut-sebut menjadi cukong kayu ilegal, pemodal, maupun penadahnya. Semua data itu kan bisa menjadi petunjuk dalam pengusutan. Bahkan bisa menjadi bukti, bebernya. Terbuka kemungkinan, Polri dibantu PPATK juga akan memeriksa rekening para pejabat yang terindikasi kuat berkolusi dengan sindikat kayu ilegal tersebut.
Selain diisi oleh wakil PPATK dan Polri, tim terpadu yang akan diberangkatkan ke Papua pada pekan depan itu terdiri atas unsur-unsur Departemen Kehutanan, TNI, Bea Cukai, kejaksaan, Imigrasi, dan pemda. Kapolri saat ini masih mengutak-atik komposisi dan personel keanggotaannya.
Yang pasti, tim itu akan memiliki anggota cukup besar mengingat areal operasi yang sangat luas. Tim tersebut akan memfokuskan diri untuk memburu dan menyidik kegiatan para cukong yang namanya ada dalam daftar hasil investigasi dari sejumlah LSM di Papua.
Setiap kegiatan penebangan dan pengangkutan kayu di Papua akan disisir satu per satu. Juga akan ditanyakan izinnya, apakah lokasinya sesuai dengan keterangan di surat izin. Pembentukan tim terpadu itu merupakan tindak lanjut perintah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kepada Kapolri. Ini menyusul adanya laporan illegal logging di Papua yang disebut-sebut merugikan negara hingga triliunan rupiah.
Presiden men-deadline Kapolri dua pekan untuk mematangkan rencana aksi pemberantasan illegal logging di Papua. Instruksi SBY merupakan responsnya atas laporan illegal logging di Papua yang diungkap LSM Telapak dan Environment Investigation Agency (EIA).
Telapak dan EIA, antara lain, membeberkan bahwa kayu gelondongan dari Papua diangkut dengan kapal laut ke Malaysia. Kayu itu selanjutnya diolah di China. Per tahun, jumlah kayu yang diselundupkan mencapai 50 hingga 60 juta meter kubik. Potensi kerugian negara Rp 30 triliun-45 triliun.
Ada 32 nama cukong sindikat internasional yang dibahas dalam rapat kabinet terbatas di kantor kepresidenan 22 Februari lalu. Inisialnya, antara lain, W, AP, Hk, Rb, DV (warga Malaysia), BK, P, JS, AS, dan AB (laporan Kejagung). Mereka disebut dibekingi aparat pemerintah dalam aksi penyelundupan sekitar 300 ribu meter kubik kayu di Papua. Pembeking itu, antara lain, personel Armada RI Kawasan Timur, Komando Daerah Militer (Kodam) XVII/Trikora, Kepolisian Daerah Papua, pemerintah Daerah Papua, Departemen Kehutanan, Imigrasi. Dalam kasus itu, terlibat pula broker dan sindikat kayu internasional.
Lima nama yang dibawa Kejagung ke rapat terbatas merupakan hasil penyisiran dari 20 nama yang sebelumnya terdata. Namun, menurut Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh, 15 pelaku lain saat ini sangat mungkin sudah kabur ke luar negeri, seperti Malaysia.
Selain menyiapkan tim ke Papua, Mabes Polri juga bakal mengirim tim pengusut illegal logging ke Kalimantan. Berbeda dengan tim ke Papua yang terdiri atas unsur gabungan, tim ke Kalimantan lebih banyak diisi anggota Polri. Pertimbangannya, kasus illegal logging di Papu diduga kuat melibatkan banyak aparat, mulai kepolisian, TNI, hingga pemda.
Sampai akhir pekan lalu, Mabes Polri dan Kejaksaan Agung belum mengajukan permohonan cekal atas nama para cukong illegal logging yang merugikan negara triliunan rupiah per tahun itu. Otomatis, Imigrasi Indonesia pun belum mengeluarkan daftar cekalnya.
Setidaknya, sudah ada 20 nama pelaku illegal logging yang saat ini dikantongi Kejaksaan Agung. Mereka sedang disidik Kejagung dan Mabes Polri. Kejagung optimistis proses penyidikan tidak malah memperlebar peluang kabur ke luar negeri bagi para pelaku illegal logging. (arm)
Sumber: Jawa Pos, 28 Februari 2005