Ungkap Penyuap Gayus
Kejaksaan Agung meminta Gayus HP Tambunan dijerat dengan pasal suap dan bukannya gratifikasi dalam perkara korupsi Rp 28 miliar dan Rp 74 miliar. Karena itu, Kejaksaan Agung mendesak penyidik polisi bisa mengungkap pihak pemberi suap dalam perkara Gayus tersebut.
”Harus sedapat mungkin kita ungkap suapnya, bukan sekadar gratifikasi. Makanya kami kasih petunjuk supaya bisa terungkap,” ujar Jaksa Agung Basrief Arief, Jumat (11/2) di Jakarta.
Dalam perkara kepemilikan uang Rp 28 miliar dan Rp 74 miliar, Gayus dikenai Pasal 11 dan 12B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Dalam berkas penyidik polisi ke Kejaksaan Agung, untuk kepemilikan Rp 28 miliar, dicantumkan pihak pemberi adalah PT Arutmin, PT Bumi Resources, dan PT Kaltim Prima Coal.
Namun, untuk kepemilikan Rp 74 miliar, tidak dicantumkan pemberinya. Karena tidak mampu mengungkap pemberi suap, penyidik akhirnya hanya mengenakan pasal gratifikasi, yakni Pasal 12B UU Tipikor. Dengan pasal gratifikasi, penyidik tidak perlu mengungkap pemberi suap.
Jaksa Agung Muda Pidana Khusus M Amari menambahkan, pihaknya memberi petunjuk kepada penyidik untuk menyelidiki asal-usul bundel uang Gayus berdenominasi dollar AS yang disimpan dalam safety deposit box.
Menurut Amari, karena masih dalam bentuk bundel, ada kemungkinan uang itu dibawa langsung dari Amerika Serikat. Karena itu, menurut Amari, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan bermaksud menanyakan nama bank di AS yang mengeluarkan bundel uang tersebut kepada otoritas di AS.
Pakar Hukum Pidana Universitas Indonesia, Indriyanto Seno Adji, menyarankan agar berkas korupsi dan pencucian uang Gayus diambil alih Komisi Pemberantasan Korupsi. Selain karena ketidakmampuan polisi dan kejaksaan menuntaskan kasus itu, pengambilalihan juga dimaksudkan agar penerima ataupun pemberi suap diperiksa lembaga penegak hukum yang sama.
Kemarin PPATK sudah menyampaikan tujuh laporan hasil analisis terkait dengan kasus Gayus Tambunan kepada KPK. Namun, kata Ketua PPATK Yunus Husein, laporan PPATK itu belum menyebutkan sumber uang milik Gayus sebesar Rp 28 miliar atau senilai Rp 74 miliar.
”Mengenai Gayus, kami menyampaikan tujuh laporan hasil analisis terkait Gayus. Pada 2009 kami menyampaikan tiga, pada bulan Maret, Juni, dan Agustus, kemudian 2010 ada empat lagi,” kata Yunus dalam jumpa pers bersama Ketua KPK Busyro Muqoddas di Gedung KPK, Jumat.
Masalahnya, menurut Yunus, sumber uang masih menjadi misteri. ”Kalau ditanya dari mana uang itu, Rp 28 miliar dan Rp 74 miliar, di dalam hasil tujuh analisis kami itu, kami belum tahu dari mana dan ke mana. Yang tujuh analisis itu pun tidak menyentuh yang Rp 74 miliar, belum sampai ke sana,” tutur Yunus.
Yunus mengatakan, pihaknya baru bisa mengungkap ke mana saja dana mengalir dari uang yang senilai Rp 28 miliar itu. ”Kemudian kalau ke mana perginya yang Rp 28 miliar itu, kami sudah melihat, ada beberapa yang terkait dengan keluarga dan pihak-pihak lain yang menjadi tersangka,” ujar Yunus tanpa merinci lebih lanjut.
Saat ditanya apa kesulitan PPATK menelusuri uang itu, Yunus menyebut salah satunya karena uang tersebut berbentuk tunai sehingga sangat sulit dilacak asalnya. ”Yang Rp 74 miliar itu ada yang berbentuk dollar AS dan dollar Singapura. Kalau uang tunai, sulit untuk mengetahui sumbernya kalau orangnya tidak mau mengaku karena terputus paper trail-nya. Kalau tunai, kalau ia tidak mau mengaku, penyidik tidak menemukan, apalagi kami, pasti kesulitan,” ujarnya.
Ketua KPK Busyro Muqoddas mengatakan, pihaknya terus melakukan penyelidikan dan menjamin tidak akan mandek.
Selain PPATK, KPK juga kedatangan anggota Satgas Pemberantasan Mafia Hukum, di antaranya Kuntoro Mangkusubroto, Denny Indrayana, dan Mas Achmad Santosa. Tidak banyak keterangan yang diberikan anggota Satgas seusai pertemuan dengan KPK. (FAJ/FER/RAY)
Sumber: Kompas, 12 Februari 2011