Untuk Mengevaluasi Subsidi Dana Sekolah, Perlu Dibentuk Tim Audit RAPBS [21/07/04]
Untuk mengevaluasi keluar masuknya subsidi dana di sekolah yang masuk dari pusat, provinsi, pemkab atau pun dari masyarakat dan orang tua murid, perlu adanya tim khusus yang independen untuk mengaudit RAPBS.
Demikian dikemukakan Direktur LSM Bina Pandu Mandiri (BPM), Drs. Didi Ruswendi kepada PR, Selasa (20/7), sehubungan adanya sejumlah sekolah yang mematok Dana Sumbangan Pembangunan (DSP) yang lebih besar dari tahun sebelumnya. Di samping itu banyak pula laporan yang masuk ke BPM seputar keberatan sejumlah orang tua murid terhadap jumlah biaya yang harus dibayar.
Menurut Didi, musim Penerimaan Siswa Baru (PSB) merupakan ajang pesta tahunan pihak sekolah yang selama ini membebankan masyarakat yang akan menyekolahkan anaknya ke jenjang lebih tinggi, terutama ke SMP dan SMA.
Bermodalkan legalitas dari komite sekolah, pihak sekolah menetapkan sejumlah pungutan DSP tanpa memedulikan adanya orang tua murid yang keberatan. Sehingga sekolah terkesan berlindung di balik komite sekolah yang notabene merupakan hasil rapat para orang tua murid.
Padahal, seharusnya pihak komite sekolah berpihak pada orang tua siswa yang kurang mampu dan memecahkan masalah bagaimana siswa bisa melanjutkan di sekolah yang diminatinya.
Yang terjadi justru mayoritas pengurus komite sekolah adalah para orang tua yang mampu dan sudah mapan dalam kehidupannya sehingga mereka menetapkan dana yang harus dibayar oleh orang tua bedasarkan kemampuan dirinya sendiri. Dengan demikian sudah saatnya dibentuk tim independen untuk mengaudit keuangan RAPBS, sehingga akan ditemukan berapa keperluan sekolah dalam satu tahun dan berapa anggaran yang tersedia, tandas Didi.
Tim yang beranggotakan pihak-pihak independen mulai dari Disdik, Bawasda, LSM bahkan tidak menutup kemungkinan melibatkan kepolisian dan kejaksaan ini akan sangat efektif untuk menjelaskan nada-nada miring seputar mahalnya biaya sekolah saat ini.
Percuma saja jika bantuan terus mengalir dari berbagai sumber sementara biaya pendidikan terus meningkat. Justru seharusnya dengan adanya berbagai bantuan maka biaya sekolah harus semakin murah, tambah Didi.
Jika sistem yang diterapkan setiap sekolah seperti sekarang dengan bersembunyi di balik komite sekolah, ini jelas-jelas merupakan bentuk pemerasan, apalagi kini muncul sejumlah penawaran buku yang disediakan. Di mana sekolah sendiri bekerja sama dengan sejumlah penerbit. Rencana bupati akan menyediakan buku-buku akan sia-sia, karena sekolah memilih bekerja sama dengan penerbit dibanding dengan pemkab, kata Didi.
Sementara itu Kadis Pendidikan Drs. Akasah, M.B.A. kepada PR mengakui, pihaknya sangat setuju jika dibentuk tim yang independen untuk mengevaluasi RAPBS di masing-masing sekolah.
Kami di Dinas Pendidikan tidak bisa mengintervensi komite sekolah, jika ada tim lebih baik lagi untuk menjaga citra sekolah itu sendiri. Namun, tim itu berjuang sepanjang untuk kepentingan pendidikan, kata Akasah.
Dijelaskan Akasah, tidak semua komite sekolah selamanya memberatkan orang tua murid, karena ada beberapa sekolah memerhatikan kepentingan pendidikan. Bahkan tidak hanya komite, di beberapa sekolah justru berkepedulian terhadap rekannya yang kurang mampu dengan menerapkan sistem siswa peduli siswa yang dikelola OSIS, seperti di SMA 2 Ciamis dan SMPN 2 Panawangan.
Namun demikian, Akasah mengakui, pihaknya terus memantau ke sejumlah sekolah dan mengingatkan jangan sampai ada kepala sekolah yang mencampuradukkan kepentingan siswa, sekolah, komite, dan diri sendiri. (E-21)
Sumber: Pikiran Rakyat, 21 Juli 2004