Urgensi Reformasi Birokrasi
Kondisi birokrasi di Tanah Air selama ini dianggap masih banyak kekurangan. Masalah yang kerap muncul membuat birokrasi dapat mengganggu penyelenggaraan pemerintahan. Muncullah harapan, sudah saatnya pemerintah menata kembali politik birokrasi yang bergerak pada upaya-upaya reformatif dalam rangka menghasilkan pemerintahan yang mampu menyejahterakan masyarakat.
Paras Kusut Birokrasi
Birokrasi merupakan suatu fenomena yang senantiasa hangat diperbincangkan sepanjang sejarah kehidupan manusia dalam kaitannya dengan penyelenggaraan pemerintahan yang selalu berhadapan dengan kekuasaan. Jelas terpatri keyakinan bahwa birokrasi yang baik akan mampu mengantar bangsa menuju terwujudnya pemerintahan yang baik.
Max Weber dalam kajiannya tentang birokrasi secara akademisdalambukunya The Theory of Social and Economic Organization (1922) telah melahirkan pemikiran yang dikenal dengan tipe ideal birokrasi (ideal type), yaitu dengan menitikberatkan pada aspek rasionalitas, impersonal, dan efisiensi dalam meningkatkan kinerja birokrasi pemerintahan.
Perkembangan birokrasi semakin maju mengikuti tren perkembangan zaman. Namun, persepsi masyarakat terhadap birokrasi sering kali kurang simpatik dan berkonotasi jelek. Apa pasal? Rasanya diakui atau tidak, perilaku birokrasi dewasa ini dipandang kurang berpihak pada masyarakat. Di era Reformasi,masih saja mengedepan fakta seolah politik menjadi panglima,bahkan kerap mengalahkan kekuatan birokrasi.
Birokrasi lalu mendapatkan tantangan berat dalam menampilkan model birokrasi yang ideal.Terjadinya politisasi birokrasi akan menyebabkan tidak netralnya birokrasi dalam pemerintahan. Ada beberapa faktor yang dapat diidentifikasi sebagai tantangan birokrasi saat ini. Pertama, rendahnya pengetahuan dan keterampilan aparat birokrasi. Kedua, kebangkrutan birokrasi. Ketiga, perilaku dan gaya birokrasi yang jauh dari jati diri masyarakatnya.
Desentralisasi atau otonomi daerah sebenarnya merupakan solusi yang sangat tepat.Terjadi pelimpahan kewenangan dari pusat ke daerah. Hanya saja, kadang ditanggapi berlebihan oleh pemda setempat. Sejak otonomi daerah digulirkan, faktanya kerap terjadi penempatan seseorang pegawai pada posisi yang sesuai dengan kompetensinya semakin langka ditemukan.Bahkan yang terjadi pada posisi seseorang pejabat sangat tergantung pada selera penguasa daerah tanpa mempertimbangkan sistem dan mekanisme yang telah ada.
Menuju Perubahan
Reformasi birokrasi yang paling substansial adalah menata kembali sistem kelembagaan dan perilaku birokrasi sebagai sumber SDM yang berkualitas dengan memberi strong point dalam bentuk kearifan dan diregulasi sebagai acuan dalam memberi warna perilaku birokrasi. Menata birokrasi berarti mengubah paradigma. Dalam hal ini, demi menciptakan strategi reformasi birokrasi harus meliputi lima hal, yaitu struktur, proses, pengembangan sumber daya manusia, pembuatan kontrak sosial baru,dan penegakan aturan.
Semua itu membutuhkan kemauan politik yang kuat dan dijabarkan dalam sebuah grand strategy yang komplet. Agenda strategisnya bisa dijelaskan di antaranya,pertama, masalah struktur.Persoalan seperti job analysis dan restrukturisasi harus diselesaikan. Kedua, konsentrasi pada SDM yang terkait dengan skill dan distribusi. Ketiga, penekanan pada reengineering proses pelayanan masyarakat, misalnya dengan aplikasi teknologi informasi one stop services.
Keempat, menciptakan pemerintah yang berorientasi pada masyarakat dengan membuat new contractsocial.Kelima, fokus pada pendekatan hukum. Kalau semua sudah dilakukan, baru benar-benar konsentrasi pada legal enforcement.Yang tidak kalah penting adalah harus ada jembatan pengawasan dan pembinaan. Untuk mendukung itu, perlu ada pendukung yang niscaya dipersiapkan, yaitu rancangan undang-undang mengenai administrasi pemerintahan.
Undang-undang ini merupakan hukum materiil yang menjadi payung hukum yang berlaku untuk semua sektor. Kita sudah mempunyai hukum formal bahwa putusan bisa digugat lewat PTUN. Karena itu, apabila Undang-Undang Administrasi Pemerintahan segera terselesaikan, hal ini akan sangat membantu untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan transparan (clean government).
Yang mesti dilakukan pula adalah mewujudkan birokrasi yang ramping dan distribusi merata. Dan ini sangat terkait dengan kebijakan pemerintah pusat. Karena itu, yang juga mendesak dilakukan sekarang adalah pengaturan kewenangan pusat dan daerah. Pemerintah pusat harus berani, misalnya dengan menyatakan perimbangan keuangan dikurangi jika mereka di daerah tidak ikut kebijakan pemerintah. Lalu dari mana memulainya? Memulai reformasi birokrasi bisa dilakukan dari daerah seiring dengan tuntutan otonomi daerah.
Reformasi birokrasi tidak akan terjadi bilamana daerah tidak bergerak. Sejauh ini, kita berharap pada succes story, keberhasilan suatu daerah direplikasi di daerah lain. Masalahnya, selama masa reformasi, timbul rezim yang berbedabeda di daerah. Tak pelak, reformasi birokrasi merupakan sesuatu yang mutlak dilakukan dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih, akuntabel, ramping, tapi kaya fungsi. Untuk itu, diperlukan kearifan masyarakat, pemda, dan unsur birokrasi.
Yang penting pula adalah kejujuran. Birokrasi Indonesia dipandang sebagai sesuatu yang berat,lambat,tidak kreatif,dan kurang sensitif terhadap publik. Hal inilah penyebab terjadinya krisis yang luas di Indonesia. Nah, pembangunan ke depan harus diletakkan dalam bingkai penguatan politik birokrasi yang terarah pada reformasi birokrasi. Birokrasi harus dibangun dalam konteks pembangunan, sebab birokrasi harus bisa menjadi instrumen pembangunan yang andal.●
MARWAN JA’FAR, Ketua Fraksi PKB DPR RI
Tulisan ini disalin dari harian Seputar Indonesia, 9 Mei 2011