Usut Kekayaan Anggota DPRD! [04/06/04]
Sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan organisasi kemasyarakatan pemuda (OKP) di Cilacap Jawa Tengah mendesak Kejaksaan Cilacap untuk melakukan pengusutan terhadap kekayaan sejumlah pejabat eksekutif dan legislatif setempat.
Selain kejaksaan, mereka juga minta kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meneliti kekayaan unsur pimpinan DPRD Cilacap karena periode mereka tinggal 1,5 bulan lagi.
Desakan tersebut, menyusul adanya kecurigaan sejumlah pejabat eksekutif dan legislatif yang mengumpulkan kekayaan lewat korupsi dan kolusi. Mereka mendengar, ada pejabat eksekutif yang membangun rumah mewah di Yogyakarta dan pejabat legislatif yang membeli rumah seperti istana di Kota Purwokerto.
Kami curiga, jangan-jangan kekayaannya diperoleh lewat korupsi dan kolusi. Kekayaan itu perlu diteliti dari mana asalnya. Kalau ternyata (hasil pengusutan) bersih, berarti kecurigaan kami tidak betul, ujar Chabibul Barnabas, aktivis Pemuda Muhammadiyah Cilacap, baru-baru ini.
Sedangkan Koordinator Forum reformasi dan Aktualisasi Demokrasi (FORe-AD) Amir Yulianto mengatakan, kekayaan pimpinan dan anggota DPRD harus diaudit sebelum periodenya berakhir. Sebab, institusi dewan rentan terhadap praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).
Lihat saja, beberapa anggota dewan kaya mendadak. Mereka membangun rumah mewah, beli mobil, beli tanah dan lain-lain. Hal itu patut dicurigai dari mana uangnya. Masak, hanya dalam tempo lima tahun sudah begitu hebat, tuturnya.
Baik Barnabas maupun Amir lantas mendesak pihak kejaksaan melakukan pengusutan. Demikian pula, KPK juga harus turun tangan melakukan pemeriksaan menyeluruh di Cilacap. Bahkan kalau perlu, mereka menyertakan LSM yang kredibel di bidang pengawasan keuangan ataupun auditor independen untuk mengaudit APBD tahun 2000 hingga 2003 serta setengah perjalanan APBD 2004.
Penelitian APBD
Terinspirasi vonis bagi 43 anggota DPRD di Padang karena korupsi APBD dan menyusul di Garut, mereka juga mendesak Kejaksaan Cilacap melakukan penyelidikan serupa. Sebab, tidak menutup kemungkinan kasus Garut dan Padang juga terjadi di DPRD Cilacap, dalam hal ini APBD tahun 2000 hingga 2004.
Misalnya, dalam APBD perubahan tahun 2003 ada uang penghargaan bagi anggota DPRD (45 orang) sebesar Rp 547,4 juta lebih. Apakah penghargaan semacam ini bisa dibenarkan,? tanya Barnabas.
Demikian pula, biaya premi asuransi Rp 576 juta, dana penunjang kegiatan Rp 932 juta lebih, dana taktis Rp 400 juta hingga dana pendidikan, tunjangan telefon, gas, dll. Pertanyaannya, sudah sesuaikah pemakaian dana-dana itu. Apakah pencantuman anggaran tersebut memang tidak menyalahi aturan?, tanyanya.
Menurut Amir Yulianto, pencantuman berbagai anggaran tersebut tidak menjadi persoalan jika sudah mengacu aturan yang benar. Akan tetapi, bila ternyata disusun semaunya sendiri, maka kejaksaan harus berani mengambil tindakan.
APBD adalah Perda yang terbuka untuk diketahui publik. Kejaksaan harus melakukan pengusutan, jika publik menangkap ada sisi mencurigakan dalam menyusun APBD, ungkapnya.
Menanggapi adanya permintaan audit kekayaan, anggota Komisi A DPRD Cilacap, Habib Ghozali menyatakan siap untuk diperiksa. Sekarang juga saya siap diperiksa. Saya setuju kejaksaan dan KPK turun langsung, sehingga hasilnya juga valid, tantangnya saat dihubungi PR lewat saluran ponsel secara terpisah.
Politisi Partai Bulan Bintang (PBB) ini mengatakan, memang seharusnya tidak hanya eksekutif, tetapi pimpinan dan seluruh anggota dewan juga diaudit kekayaannya. Demikian pula, jika dalam pemeriksaan tersebut ditemukan adanya kejanggalan terhadap perolehan harta kekayaan, maka yang bersangkutan harus diproses hukum.(A-100)
Kompas, 4 Juni 2004