Usut Panitia Anggaran; Kasus Abdul Hadi Djamal Bukan Terkait Komisi V DPR

Komisi Pemberantasan Korupsi harus segera menelusuri pihak lain yang diduga terlibat dalam dugaan suap yang melibatkan anggota Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat, Abdul Hadi Djamal. Penelusuran terutama di lingkungan Panitia Anggaran DPR.

Kasus yang menimpa Abdul Hadi diduga tak terkait posisinya sebagai anggota Komisi V DPR. ”Proyek yang melatarbelakangi kasus ini disahkan Panitia Anggaran DPR. Oleh karena itu, KPK perlu mengusut, setidaknya, bagaimana proyek itu diusulkan, direncanakan, dan disetujui,” ujar Firman Wijaya, penasihat hukum Abdul Hadi, Selasa (17/3) di Jakarta.

Abdul Hadi yang juga anggota Panitia Anggaran DPR ditangkap KPK di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, pada 2 Maret lalu. Dia diduga menerima suap dari komisaris PT Kurnia Jaya Wira Bakti, Hontjo Kurniawan. Hontjo memberikan uang itu untuk melancarkan usahanya mendapatkan proyek fasilitas laut dan bandar udara di Indonesia timur senilai Rp 100 miliar.

Abdul Hadi ditangkap bersama staf Departemen Perhubungan, Darmawati. Dari mobil yang mereka tumpangi ditemukan uang 90.000 dollar Amerika Serikat (senilai Rp 1,08 miliar dengan kurs Rp 12.000 per dollar AS) dan Rp 54,55 juta. Uang itu diduga bukan yang pertama kali diberikan Hontjo kepada Abdul Hadi.

Firman menyebutkan, terdapat pula uang sebesar 70.000 dollar AS pula. Dari jumlah itu, sebanyak 40.000 dollar AS ada di pihak lain, yang oleh kliennya disebut pias. Adapun Abdul Hadi memegang 30.000 dollar AS. Itu pun untuk pihak lain.

Adnan Topan Husodo dari Indonesia Corruption Watch juga berpendapat, KPK perlu memeriksa sejumlah anggota Panitia Anggaran DPR. Itu karena dana stimulus fiskal tempat proyek yang diharapkan Hontjo ditetapkan dalam rapat kerja antara Panitia Anggaran DPR dan pemerintah pada 23-24 Februari 2009. Besar dana stimulus itu untuk Sulawesi Selatan Rp 740 miliar.

Kesimpulan rapat ditandatangani Ketua Panitia Anggaran DPR Emir Moeis, dan empat wakil ketua, antara lain, adalah Jhony Allen Marbun. Menteri Keuangan Sri Mulyani bertindak sebagai wakil dari pemerintah.

Pengusutan atas sejumlah anggota Panitia Anggaran, kata Adnan, juga mendesak segera dilakukan karena dalam pemeriksaan, Abdul Hadi mengaku pernah memberikan uang Rp 1 miliar kepada Jhony Allen pada 27 Februari 2009 (Kompas, 4/3). Informasi itu disampaikan Wakil Ketua KPK M Jasin.

”Setidaknya, Jhony Allen harus segera diperiksa. Jika tidak, KPK dapat dituding tidak mendukung pembuktian. Semakin lama Jhony Allen tak diperiksa, kian banyak kesempatannya untuk menghilangkan barang bukti,” ujar Adnan.

Secara terpisah, Juru Bicara KPK Johan Budi mengatakan, KPK tidak akan membiarkan semua informasi yang muncul, termasuk penyebutan Jhony Allen. ”Namun, KPK juga tidak dapat serta-merta atau secara emosional memeriksa seseorang,” kata dia lebih lanjut. (nwo)

Sumber: Kompas, 18 Maret 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan