Usut Tuntas Dugaan Korupsi di Tubuh Depdiknas
Pernyataan Pers
USUT TUNTAS DUGAAN KORUPSI DI TUBUH DEPDIKNAS
Penangkapan mantan dirjen PLS Depdiknas oleh Kejati DKI Jakarta bukanlah akhir dari praktek korupsi di Depdiknas. Berdasarkan laporan dan data yang dihimpun ICW, masih ada indikasi praktek korupsi dalam pengadaan barang dan jasa Ditjen PLS/PNFI selama tahun 2006 dan 2007 namun belum diusut secara hukum. Beberapa kegiatan pengadaan barang di Ditjen PLS/PNFI Depdiknas tersebut diantara adalah, pertama pengadaan buku-buku dan modul belajar kedua, pengadaan blanko ijazah dan SKHUN dan ketiga pengadaan SIM (Sistem Informasi Manajemen).
Tiga kegiatan pengadaan dengan nilai total kontrak sebesar Rp. 20,173,742,660 ( Dua puluh miliar seratus tujuh puluh tiga juta tujuh ratus empat puluh dua ribu enam ratus enam puluh rupiah), diduga telah direkayasa dengan modus mark up (digelembungkan nilai kontraknya) sehingga negara berpotensi dirugikan sebesar Rp. 6,856,503,003 (Enam milyar delapan ratus lima puluh enam juta lima ratus tiga juta tiga rupiah) atau di mark up sekitar 34 % dari harga sesungguhnya.
Tabel : Perbandingan harga sebenarnya, harga kontrak, dan potensi kerugian negara.
No. |
Kasus |
Nilai Kontrak (Rp) |
Nilai Perhitungan rekonsiliasi (Rp) |
Selisih/Kerugian Negara (Rp) |
1. |
Pencetakan Buku-Buku dan Leaflet |
9,676,745,625 |
7,001,181,737 |
2,675,563,888 |
2. |
Pencetakan Blanko dan SKHUN |
8,179,772,035 |
4,485,021,920 |
3,694,750,115 |
3. |
Pengembangan SIM Ditjen PLS |
2,317,225,000 |
1,831,036,000 |
486,189,000 |
|
Jumlah |
20,173,742,660 |
13,317,239,657 |
6,856,503,003 |
Aktor yang diduga terlibat dalam tiga pengadaan ini merupakan pejabat teras maupun pegawai di lingkungan Diitjen PLS/PNFI beserta para rekanan baik perusahaan percetakan maupun perusahaan konsultan pengembang SIM.
Menurut penelusuran ICW, ada indikasi upaya penyelesaian hukum terhadap para pelaku yang terlibat hanya diarahkan pada pemberian sanksi administratif sesuai PP 30 Tahun 1980 tentang Disiplin Pegawai Negeri.
Para pelaku yang terlibat diarahkan untuk mengembalikan kerugian negara saja. kemudian diberikan sanksi sebatas teguran lisan hingga pemberhentian secara tidak terhormat. Artinya, sanksi pidana akan dikesampingkan.
Pemberian sanksi administratif jelas menunjukan Depdiknas tidak berkomitmen dalam penegakan hukum (law enforcement). Hal ini didasarkan pada argumentasi, Pertama, PP 30 tahun 1980 pasal 5 jelas menyatakan Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelanggaran disiplin dijatuhi hukuman disiplin oleh pejabat yang berwenang menghukum, tidak boleh mengurangi ketentuan dalam peraturan perundang-undangan pidana.
Kedua, UU 31 tahun 1999 jo UU 20 tahun 2001, pasal 4 menyatakan bahwa Pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana. Itu artinya para pelaku baik pejabat di Ditjen PLS maupun rekanan yang terlibat harus tetap mendapatkan sanksi pidana
Usut Tuntas Korupsi Depdiknas
ICW memandang bahwa dugaan korupsi di Ditjen PLS/PNFI ini merupakan indikator bahwa pengelolaan anggaran Depdiknas sangat rawan dari praktek korupsi. Titik kerawanan ini berpeluang semakin meningkat seiring dengan kenaikan anggaran pendidikan 20% dari APBN. Oleh karena itu, diharapkan masyarakat terus melakukan pengawasan terhadap Depdiknas.
Rekomendasi :
1.
Kejati DKI segera mengusut tuntas seluruh kasus pengadaan barang dan jasa di Depdiknas yang terindikasi korupsi.
2.
Mendiknas berkomitmen untuk membuka akses seluas-luasnya kepada para penegak hukum untuk untuk memproses seluruh jajaran yang terindikasi kasus korupsi.
23 September 2008
Indonesia Corruption Watch