UU No 3/1999; Putusan Mahkamah Konstitusi Masih Terus Dikritik
Putusan uji materi Mahkamah Konstitusi atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi masih terus dikritik. Kritikan bukan hanya dilayangkan pejabat negara, melainkan juga oleh praktisi hukum.
Kepada pers, praktisi hukum senior, Adnan Buyung Nasution, Sabtu (29/7) di kawasan Cikini, Jakarta, menyampaikan, keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) menggambarkan pandangan hukum para hakim MK yang agak sempit. Terlalu formal legalistik. Hanya melihat unsur kesalahan itu pada ada atau tidak adanya peraturan perundangan-undangan, kritik Buyung.
Padahal, ujar Buyung, di samping norma hukum tertulis, ada pula kaidah kesusilaan, kepatutan, dan kelayakan sebagai bagian tradisi dalam praktik hukum yang menjadi yurisprudensi Mahkamah Agung dari zaman dulu hingga sekarang. Kalau dihilangkan unsur perbuatan melawan hukum dalam arti tidak adil, tidak layak, tidak pantas, hukum menjadi sempit, tukas Buyung.
Di tempat terpisah, dalam acara diskusi tentang Putusan MK, Penanganan Korupsi di Simpang Jalan, Anatomi Mulyawan dari desk hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang hadir sebagai pembicara menyampaikan, selama ini dalam kasus korupsi yang ditangani KPK, perbuatan melawan hukum tidak hanya secara formal, namun juga secara materiil. Meskipun dalil materiil ini bukan yang utama, sangat membantu dalam pemberantasan korupsi, kata Anatomi Mulyawan.
Pembicara lain ahli hukum pidana, Andi Hamzah, berpendapat, putusan MK itu tidak akan banyak berakibat pada langkah pemberantasan korupsi. (idr)
Sumber:Kompas, 31 Juli 2006