Vonis Urip Terberat; Terlibat Suap, Kena 20 Tahun

Urip Tri Gunawan, 42, bakal menghabiskan masa tua di balik jeruji tahanan. Kemarin koordinator jaksa Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) itu diganjar 20 tahun penjara. Putusan majelis hakim Tipikor itu merupakan vonis tertinggi sejak Pengadilan Tipikor berdiri lima tahun lalu (2003).

Ketua Majelis Hakim Tipikor Teguh Heryanto menyebutkan bahwa Urip dinilai bersalah karena melakukan dua tindak pidana sekaligus. Majelis menyatakan bahwa Urip secara sah dan meyakinkan telah melanggar pasal 12 huruf b dan e UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Rumusan kedua pasal tersebut merinci bahwa Urip sebagai pegawai negeri sipil (PNS) terbukti menerima gratifikasi USD 660 ribu dan memaksa orang memberikan sesuatu. Yakni, dia memaksa Reno Iskandarsyah, pengacara Glen M. Yusuf, menyerahkan Rp 110 juta. Masing-masing pasal tersebut memberikan ancaman maksimal bagi pelanggarnya 20 tahun penjara. ''Tidak mungkin hakim mengakumulasikan pidana, namun menjatuhkan yang paling berat,'' ungkapnya.

Hakim menilai, terdakwa jemawa dan tanpa rasa malu mempertontonkan kepada publik kelakuannya itu. Sikap tersebut dikhawatirkan bakal menumbuhkan rasa apriori dan kebencian kepada penegak hukum.

Selain itu, hakim yang menyidangkan kasus suap USD 660 ribu atau sekitar Rp 6,1 miliar dari Artalyta Suryani alias Ayin itu menyebutkan bahwa sebagai jaksa, Urip sama sekali tidak mendukung pemberantasan korupsi. Kelakuan pria kelahiran Sragen tersebut bahkan disebut mencoreng jaksa dan aparat penegak hukum yang lain.

Hakim juga menyebutkan serentetan hal-hal yang memberatkan mantan koordinator JPU Amrozi. Dalam tugasnya menyelidiki kasus BLBI, bapak dua anak itu telah berlaku diskriminatif bahwa Urip mengistimewakan perlakuan tehadap pemilik Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) Sjamsul Nursalim. Dalam sidang, jaksa terbaik itu juga dinilai berbelit-belit memberikan keterangan.

Amar putusan tersebut sama sekali tidak menyebutkan hal-hal yang meringankan mantan Kajari Klungkung itu. ''Hal-hal meringankan tidak ada,'' kata Teguh.

Mendengar putusan ketua majelis hakim, pengunjung sidang bertepuk tangan. Sebagian lagi merasa terkejut atas putusan tersebut.

Selain menjatuhkan hukuman 20 tahun penjara, hakim memberikan pidana denda Rp 500 juta. Putusan itu juga lebih tinggi daripada tuntutan JPU yang dibacakan pada sidang 21 Agustus lalu. Ketika itu, JPU menuntut terdakwa 15 tahun penjara plus pidana denda Rp 250 juta.

Padahal, dalam nota pembelaan sebelumnya, saat mendengar tuntutan yang cukup tinggi tersebut, Urip mengaku shock dan sering melamun. Tuntutan tinggi itu ditanggapi sama halnya dengan hukuman mati. Dalam nota pembelaannya, lulusan Fakultas Hukum Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Solo tersebut sempat mengiba karena memiliki anak-anak yang masih kecil. Bahkan, istrinya juga disebutkan hamil tua.

Mendengar putusan berat itu, Urip yang dalam sidang pemungkas tersebut menggunakan setelan safari biru tampak tenang. Matanya terlihat berkaca-kaca. ''Saya mengerti putusan itu, Yang Mulia. Saya masih pikir-pikir dulu,'' ujarnya bernada lemah.

Pertimbangan putusan tersebut juga menelanjangi kesalahan-kesalahan Urip. Satu per satu anggota majelis membeberkan dosanya.

Hakim Andi Bachtiar menyebutkan, dalam kasus BLBI II tersebut, Urip sengaja telah membocorkan rahasia penyelidikan kepada Artalyta Suryani alias Ayin. ''Membuktikan bahwa terdakwa telah membocorkan rahasia penyelidikan,'' ujarnya.

Salah satunya, temuan hasil kerja penyelidik yang mewajibkan Sjamsul membayar kepada negara Rp 4,758 triliun. Namun, selisih tersebut dianggap sebagai sesuatu yang wajar. ''Tenang saja. Ini aman. Pokoke uwis aman, aman,'' kata Andi menirukan percakapan Urip dengan Ayin.

Adanya temuan kewajiban Sjamsul senilai Rp 4,758 triliun tersebut ternyata juga tidak disebutkan ketika tim penyelidik mengumumkan hasilnya kepada publik. Urip ternyata berperan menyembunyikan jumlah uang itu, sehingga luput dari pengumuman. ''Tenang saja, angkanya tidak diumumkan. Saya ikut membahas,'' ungkap Andi yang merinci rekaman pembicaraan Urip dengan Ayin tersebut.

Bukan hanya itu. Sebagai tim penyelidik, Urip dinilai tidak serius. Buktinya, dia tidak berupaya menghadirkan Sjamsul Nursalim sebagai pemegang saham BDNI tersebut. Salah satu buktinya, Urip pernah mengontak Ayin agar tidak perlu mendatangi pemeriksaan. Cukup dengan surat pengacara yang menyatakan Sjamsul sedang berobat ke Singapura.

Bahkan, sebagai koordinator, dia tidak sungguh-sungguh mencari bukti surat-surat untuk membuktikan kesalahan Sjamsul. Saran penyelidikan kasus tersebut justru merekomendasikan kepada Menkeu untuk mencari bukti-bukti tertulisnya.

Menariknya, putusan itu juga menyinggung keterlibatan dua atasan Urip, yakni mantan JAM Pidsus Kemas Yahya Rachman dan Direktur Penyidikan M. Salim. Menurut Andi, dua pejabat teras Kejagung tersebut mengetahui penyembunyian temuan kewajiban Sjamsul Rp 4,758 triliun itu. Buktinya, setelah pengumuman (29/2) hasil penyelidikan, keduanya mengontak Ayin. ''Padahal, saksi Artalyta tidak punya kapasitas untuk menanyakan kasus tersebut,'' ungkapnya.

Langkah itu juga merupakan puncak keberhasilan Urip mengamankan Sjamsul. ''Majelis yakin bahwa langkah tidak mengumumkan tersebut dilakukan untuk melindungi kepentingan Sjamsul Nursalim, sementara bagi terdakwa adalah supaya mendapatkan uang USD 660 ribu tersebut,'' ujarnya.

Selanjutnya, Andi juga menyebutkan bahwa selama ini Urip telah melobi-lobi ke auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) bernama Adhi, yakni dengan mengarahkan bahwa penyelesaian kasus BLBI II tersebut merupakan ranah perdata. Bukan hanya itu. Melalui bantuan Adhi, Urip juga mengarahkan anggota timnya bahwa kasus tersebut adalah wilayah perdata. ''Sebab, selama ini jaksa lain selalu menilai ada tindak pidana korupsi,'' ujarnya.

Bahkan, Hendro Dewanto, salah seorang jaksa, selalu diminta mencarikan solusi untuk mengarahkan kasus tersebut ke perkara perdata. Sementara itu, hakim juga menilai bahwa dakwaan kedua terbukti. Yakni, Urip meminta uang Rp 110 juta kepada pengacara Glen M. Yusuf, Reno Iskandar. Belakangan Urip meminta digenapkan Rp 1 miliar.

Dalam kasus itu, sebagai penyelidik, Urip mengatakan memiliki kekuasaan untuk membawa kasus tersebut. ''Saya punya kekuasaan untuk mengarahkan kasus itu. Termasuk menyobek berkas perkara,'' ucap hakim dalam putusannya.

Ditemui setelah sidang, pengacara Urip, Albab Setiawan, memastikan akan mengajukan banding. ''Tapi, kami tengah merumuskan teknisnya,'' jelasnya.

Pihaknya akan memaksimalkan waktu yang diberikan undang-undang untuk mengajukan banding tersebut. ''Siapa tahu putusannya nanti salah. Itu masih dilengkapi dengan argumentasi kami,'' tuturnya. (git/fal/iro)

Sumber: Jawa Pos, 5 September 2008 

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan