Wakil Jaksa Agung Minta Chandra dan Bibit Tak Dizalimi
Soal Rekaman, Polisi Tunggu Penyelidikan
Kejaksaan Agung sepertinya gerah dengan beredarnya dugaan rekayasa kasus yang melibatkan pimpinan nonaktif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Chandra M. Hamzah dan Bibit S. Rianto. Dugaan itu dinilai telah mengaburkan pokok permasalahan yang masih disidik Mabes Polri.
"Yang ada dalam pikiran saya, kenapa pokok persoalan dialihkan ke hal-hal yang tidak terkait?" tutur Wakil Jaksa Agung Abdul Hakim Ritonga di Kejagung kemarin (28/10). Menurut dia, seharusnya yang dilakukan adalah berkonsentrasi pada pembuktian unsur-unsur yang disangkakan kepada Chandra dan Bibit.
Dalam kasus yang disidik Mabes Polri, Chandra dan Bibit disangka memeras dan menyalahgunakan wewenang. Keduanya disangka dengan pasal 12 huruf (e) jo pasal 15 UU Pemberantasan Tipikor dan pasal 23 UU Pemberantasan Tipikor jo pasal 421 KUHP. "Supaya persoalan itu terarah, fokus pada penegakan hukum," terang Ritonga.
Namun, beredarnya dugaan rekayasa tersebut dinilai telah menutupi kasus yang melilit Chandra dan Bibit. "(Kasus) itu tidak pernah kedengaran lagi," keluh mantan jaksa agung muda pidana umum (JAM Pidum) tersebut.
Ritonga malah balik meminta penyidik bisa memenuhi petunjuk yang diminta jaksa untuk kelengkapan berkas Chandra dan Bibit
"Kalau tidak terbukti, jangan bikin kawan dizalimi. Dihentikan saja. Kalau tidak mampu, jangan dipaksakan," urai mantan kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sulsel itu.
Namun sebaliknya, jika dalam penyidikan telah terpenuhi unsur-unsur yang sesuai dengan pasal yang disangkakan, dia bakal mengambil sikap. "Jadi, ada ujung pangkalnya," imbuh dia.
Pernyataan Ritonga kemarin merupakan yang kedua setelah Selasa (27/10). Dia juga didampingi pejabat Kejagung yang sama, yakni Jaksa Agung Muda Intelijen (JAM Intelijen) Iskamto dan Kapuspenkum Kejagung Didiek Darmanto.
Selasa lalu dia membantah dugaan rekayasa kasus Chandra-Bibit. Dalam rekaman pembicaraan yang beredar, nama Ritonga dan mantan JAM Intelijen Wisnu Subroto turut disebut, bahkan kode RI 1.
Dalam kesempatan kemarin, dia menyatakan masih menanggapi biasa-biasa saja dugaan rekayasa kasus yang salah satunya menyudutkan dirinya itu. "Saya masih biasa-biasa saja. Itu pelajaran yang saya ambil dari (Buya) Hamka," papar dia.
Dia menolak memberikan tanggapan saat ditanya apakah akan mengambil langkah-langkah tertentu, misalnya meminta rekaman ke KPK. Demikian juga langkah mengadukan dugaan rekayasa tersebut sebagai bentuk pencemaran nama baik. "Soal kami gunakan hak atau tidak, sangat bergantung pada situasi yang kami hadapi," tegas Ritonga.
Namun, dia menjelaskan bahwa perbuatan semacam itu bisa dikenai pasal 310 dan 311 KUHP tentang pencemaran nama baik. Selain itu, bisa juga dijerat menggunakan pasal-pasal dalam UU ITE. "Yang jelas, proses hukum seperti itu sudah ada," ucapnya.
Anggota tim pengacara Bibit dan Chandra, Ahmad Rivai, mengungkapkan, harus segera dibentuk tim penyelidik independen untuk menuntaskan kasus rekayasa dua kliennya tersebut. "Paling tidak, mendudukkan kasus itu dalam porsi yang benar," papar dia.
Tim tersebut harus menyelidiki lebih lanjut bagaimana rekayasa kasus itu terjadi. "Kalau tidak ada penuntasan, itu akan menjadi rapor merah penegakan hukum," tambahnya.
Secara terpisah, Mabes Polri tampaknya tak ingin terpancing dalam polemik rekaman yang menyebut polisi ikut merekayasa kasus. "Kami selama ini bekerja sama dengan baik antara KPK dan kejaksaan. Tidak parsial," ujar Wakil Kepala Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Sulistyo Ishak kemarin.
Ditanya soal rekaman yang beredar, dia meminta semua pihak menunggu penyidikan. "Selama ini yang berkembang kan opini, pernyataan-pernyataan dari pengamat. Kita tidak bisa berdasar itu," ujar dia.
Jenderal bintang satu tersebut menegaskan, semua penanganan terhadap perkara selalu berdasar fakta dan bukti-bukti hukum yang bisa dipertanggungjawabkan. "Jadi, kita tunggu saja proses yang masih berjalan itu," terang dia.
Sementara itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta Polri mengusut tuntas pencatutan namanya dalam rekaman rekayasa kriminalisasi terhadap Bibit dan Chandra SBY menegaskan tidak terlibat upaya kriminalisasi terhadap dua pimpinan KPK itu.
''Pencatutan nama presiden adalah tindakan ilegal. Presiden minta diusut tuntas karena ini masalah serius,'' ujar Juru Bicara Presiden Dino Patti Djalal dalam keterangan pers di Kantor Presiden, Jakarta, kemarin (28/10).
Meski demikian, Dino mengakui hingga kini SBY belum mendengar isi rekaman rekayasa kriminalisasi tersebut. ''Presiden belum mendengar rekaman yang berada di tangan KPK,'' tutur Dino.
Bantahan keterlibatan SBY juga disampaikan Staf Khusus Presiden Bidang Hukum Denny Indrayana. Dia menegaskan, rekaman yang mencatut nama presiden tersebut murni kebohongan. ''Kalau bicara soal menuntaskan kasus ini secara hukum, jadi tentu sudah jelas, masing-masing pihak perlu klarifikasi mana fakta dan mana yang bukan,'' katanya.
Denny juga memastikan SBY akan mengambil langkah-langkah hukum terkait pencemaran nama baiknya. ''Perlu ada pengusutan, termasuk langkah-langkah hukum dari aparat berwenang,'' ujarnya. (fal/git/rdl/noe/dwi/iro)
Sumber: Jawa Pos, 29 Oktober 2009