Wakil Presiden Minta Kasus BLBI Dituntaskan
Kejaksaan Agung tak akan membuka lagi kasus korupsi BLBI.
Wakil Presiden Jusuf Kalla meminta kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang menyangkut pemilik Bank Dagang Nasional Indonesia, Syamsul Nursalim, diungkap tuntas. Hukuman terhadap ketua tim jaksa BLBI II Urip Tri Gunawan belum menangani inti persoalan. "Kasus Urip itu hanya ekses BLBI, belum pemeriksaan BLBI itu sendiri," kata Kalla di kantor wakil presiden kemarin.
Jaksa Urip Tri Gunawan divonis 20 tahun penjara dan denda Rp 500 juta (Koran Tempo, 5 September). Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang diketuai Teguh Haryanto menilai Urip terbukti menerima suap US$ 660 ribu dari pengusaha Artalyta Suryani pada Maret lalu.
Kalla menambahkan, semua pihak yang terkait kasus BLBI dan dinyatakan bersalah harus dihukum. "Yang diperiksa itu baru pemeriksa kasus BLBI," ujarnya.
Pernyataan berbeda justru datang dari Kejaksaan Agung yang menyatakan tak akan membuka lagi kasus korupsi BLBI. “Ada atau tidak ada Urip, penyelidikan kasus BLBI pasti dihentikan,” kata Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Marwan Effendy di kantornya kemarin.
Pada Juni 2007, kejaksaan membentuk tim untuk menyelidiki kasus BLBI. Sebanyak 35 orang jaksa ditugaskan untuk menangani dugaan korupsi dana BLBI sebesar Rp 144,5 triliun yang dikucurkan ke 48 bank. Pada 29 Februari lalu, tim yang diketuai Urip itu dibubarkan dengan hasil penyelidikan nihil. Pada 2 Maret, Urip ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi karena menerima suap.
Menurut Marwan, tim yang dikenal dengan sebutan Tim Jaksa 35 itu berkeinginan mengungkap kesalahan dalam penafsiran aset para obligor. “Mereka mengira aset ditaksir oleh para obligor,” ujarnya. Padahal, kata dia, penafsiran aset merupakan kewenangan pemerintah melalui Badan Penyehatan Perbankan Nasional. “BPPN-lah yang menunjuk auditor independen untuk menafsirkan aset,” katanya. “Kalau penyelidikannya masuk ke wilayah itu, ya, pasti mentok.”
Satu-satunya jalan bagi kejaksaan untuk membuka kembali kasus BLBI, kata Marwan, adalah adanya perintah dari Pengadilan Tinggi DKI Jakarta terkait gugatan praperadilan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia yang meminta Surat Perintah Penghentian Penyidikan atas Sjamsul Nursalim dicabut. Pada Mei lalu, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan penyidikan terhadap Sjamsul Nursalim harus dilanjutkan. Kejaksaan saat itu menyatakan banding atas putusan hakim. “Kami menunggu putusan Pengadilan Tinggi,” kata Marwan. KURNIASIH BUDI | ANTON SEPTIAN
Sumber: Koran Tempo, 6 September 2008