Wapres: Rp 6,7 T Tak Hilang
Batas Waktu Penyerahan PPATK ke BPK 19 November
Wakil Presiden Boediono menyatakan, dana sebesar Rp 6,7 triliun yang ”disuntikkan” ke Bank Century bukan dana pemerintah yang bakal hilang. Dana itu bisa dikembalikan melalui penjualan bank dan pengembalian aset-aset yang dimiliki pemilik bank.
Namun, ia mengakui, untuk ”penyelamatan” bank itu ada biaya-biaya yang ditanggung pemerintah. Namun, biaya untuk penyehatan itu masih bisa dikalkulasi dibandingkan efek domino terhadap bank lain dan perekonomian yang tidak bisa diukur bilamana Bank Century ditutup.
Boediono mengatakan hal itu seusai shalat Jumat (6/11) di kompleks Istana Wapres. Dalam catatan Kompas, ini merupakan penjelasan pertama Wapres Boediono yang pernah menjadi Gubernur Bank Indonesia pada saat Century dalam proses penyehatan. ”Harus dibedakan penyelamatan pada situasi krisis dan gonjang-ganjing serta penanganan bank ketika ditemukan ada penyimpangan dan tindak pidana,” kata Boediono.
Saat ditanya biaya penyelamatan yang membengkak menjadi Rp 6,7 triliun, Boediono mengatakan, ”Memang ada hitung-hitungannya menjadi Rp 6,7 triliun. Akan tetapi, saya tidak mau masuk ke situ karena itu juga bukan uang hilang.”
Boediono menjelaskan, ”penyelamatan” dilakukan karena adanya sebuah kebijakan pada saat terjadinya krisis dan gonjang-ganjing ekonomi. ”Waktu itu, selain terjadi pelarian modal ke ’kandang’-nya sendiri, juga tidak adanya jaminan penuh ke perbankan, melainkan hanya jaminan parsial sehingga posisi Bank Indonesia lebih rawan. Sebab itu, deposan memilih tempat yang lebih aman,” katanya.
”Ditambah sulitnya likuiditas dan rumor luar biasa akan ditutupnya sejumlah bank sehingga situasinya seperti tahun 1997-1998. Kita belajar dari tahun itu. Penyelamatan bukan untuk bank semata, apalagi untuk selamatkan pemiliknya atau deposan besar. Bukan. Waktu itu murni selamatkan situasi agar tidak terjadi efek domino seperti dulu,” papar Boediono.
Secara terpisah, Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Husein mengatakan, PPATK dan BPK sudah bertemu untuk membicarakan aliran dana Bank Century. ”Batas waktu penyerahannya pada tanggal 19 November mendatang,” ujar Yunus.
Ketua Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat Emir Moeis mengatakan, muara kasus Century adalah ke mana aliran dana yang diharapkan dapat diketahui dari audit BPK. Adapun hulunya ada di kebijakan pemerintah yang kurang tepat.
Febri Diansyah dari Indonesia Corruption Watch mengaku masih meragukan kesungguhan DPR untuk mengajukan hak angket kasus Bank Century. ”Belajar dari pengalaman sebelumnya, penggunaan hak angket biasanya hanya semangat di awal,” katanya.
Ketua Majelis Pertimbangan Pusat Partai Amanat Nasional Amien Rais meminta agar skandal Bank Century diusut tuntas. ”Siapa pun yang terlibat skandal Century harus dikejar sampai ke ujung bumi,” katanya.(HAR/NTA/HLN/NWO)
Sumber: Kompas, 7 November 2009
-------------
Boediono: Tak Rugi Bailout Bank Century
Wapres Boediono menegaskan bahwa pemerintah tidak rugi dalam menyelamatkan PT Bank Century Tbk (kini Bank Mutiara) dengan dana talangan (bailout) Rp 6,7 triliun. Bila bank itu dijual, dia yakin harganya akan mampu menutupi dana penyelamatan yang dikeluarkan pemerintah.
''Sekarang bank itu bagus lho. Saya kok punya pandangan, nanti bank ini bisa dijual ya, pasti banyak yang berminat. Sebab, bank ini punya network yang lumayan dan manajemennya sekarang bagus. Kita lihat bank ini menjadi baik sekarang,'' katanya dalam keterangan pers di Kantor Wakil Presiden kemarin (6/11).
Boediono juga menilai, langkah pemerintah dalam menyelamatkan bank tersebut dengan biaya Rp 6,7 triliun merupakan keputusan yang tepat. Selain menjaga stabilitas moneter saat krisis, biaya yang dikeluarkan pemerintah sebanding dengan biaya untuk menutup bank tersebut ketika itu.
''Dengan batas penjaminan Rp 2 miliar per nasabah, biaya penjaminan yang dikeluarkan Rp 6,4 triliun. Itu saya kira bagian yang harus dilihat juga,'' tuturnya.
Bank Century menjadi kontroversi setelah suntikan dana yang dikucurkan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) melebihi injeksi sebelumnya sebesar Rp 1,3 triliun. Apalagi, dana yang disuntikkan dinilai terlalu besar dengan aset Bank Century. Berdasar audit saat itu, aset yang dimiliki Bank Century dilaporkan hanya Rp 2 triliun.
Tetapi, setelah ditangani LPS, kinerja bank tersebut tersu membaik. Berdasar laporan keuangan yang disampaikan ke Bursa Efek Indonesia (BEI), per September 2009 Bank Mutiara membukukan total aset Rp 7,04 triliun, dana pihak ketiga Rp 5,16 triliun, kredit Rp 4,39 triliun, CAR (rasio kecukupan modal) 10,43 persen, NPL (rasio kredit bermasalah) 6,8 persen.
Laba bersihnya mencapai Rp 237,3 miliar per September lalu atau naik 358,99 persen dibandingkan periode sama tahun lalu sebesar Rp 51,7 miliar. Kenaikan laba bersih itu dipicu lonjakan pendapatan nonoperasional per September lalu sebesar Rp 121,5 miliar, padahal pada periode sama 2008 Bank Century rugi Rp 28,3 miliar.
Selain biaya yang hampir berimbang, Boediono menegaskan, keputusan menteri keuangan, LPS, dan Bank Indonesia (BI) untuk mempertahankan Bank Century juga mampu menghindarkan efek domino penutupan bank. Yakni, penurunan kepercayaan publik terhadap perbankan nasional.
''Kalau itu terjadi, kita tidak akan bisa mengukur kerugiannya. Sebab, semua bank akan rontok terkena efek dominonya. Kita tidak akan bisa menghitung biaya yang harus dikeluarkan pemerintah untuk menjamin semua deposan di bank,'' papar mantan gubernur BI itu.
Boediono mengungkapkan, publik harus melihat berdasar kondisi ketika keputusan penyelamatan Bank Century diambil pemerintah. Pada kuartal IV 2008, terjadi krisis finansial global. Indonesia justru menghadapi kerawanan lebih besar karena rentan mengalami risiko penarikan modal asing atau capital outflow jika dibanding negara-negara tetangga.
Menurut dia, risiko Indonesia lebih besar daripada, misalnya, Singapura. Sebab, negara pulau itu memberikan jaminan penuh pada dana nasabah atau blanket guarantee. Sementara itu, Indonesia hanya menjamin dana nasabah sampai Rp 2 miliar. ''Karena capital memilih tempat yang lebih aman, terjadi aliran dana keluar dari sistem moneter,'' jelasnya. (noe/dwi)
Sumber: Jawa Pos, 7 November 2009