Waspadai Calon Hakim Agung yang Cari Kerjaan
Komisi Yudisial diminta selektif dalam memilih calon hakim agung. Orang-orang yang hanya mencari pekerjaan harus dicoret dari daftar calon karena tidak mungkin bisa diharapkan menjadi agen perubahan di Mahkamah Agung.
Permintaan itu disampaikan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) bersama Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Gerakan Anti Korupsi (Gerak), Jumat (7/7) di depan anggota Komisi Yudisial Soekotjo Soeparto.
Patra M Zen dari YLBHI mengatakan, demi terwujudnya pengadilan yang bersih dan independen, kualitas hakim agung sangat menentukan. Seleksi Komisi Yudisial diharapkan mampu menghasilkan hakim yang bersih, pintar, dan berkarakter. Coret orang-orang yang menjadikan posisi hakim agung sebagai lowongan kerja. Kami punya daftar nama yang selalu melamar setiap ada perekrutan komisi atau badan tertentu, kata Patra.
Rudy dari Gerak memandang Komisi Yudisial memang telah melakukan terobosan-terobosan dalam proses seleksi hakim agung. Pelacakan jejak rekam di bidang hukum selama dua tahun terakhir yang dilakukan Panitia Seleksi merupakan langkah tepat untuk dapat menilai integritas dan komitmen yang bersangkutan. Mestinya hasil jejak rekam itu dipublikasikan supaya bisa diverifikasi masyarakat, ujar dia.
Emerson Juntho dari ICW juga meminta Komisi Yudisial memublikasikan profil singkat para calon hakim agung untuk menjaring informasi masyarakat. ICW sendiri telah menyebarluaskan data calon hakim agung lewat jaringannya. ICW meminta Komisi Yudisial hanya meloloskan calon yang tak pernah terlibat korupsi, tak pernah mengeluarkan putusan kontroversial (untuk hakim karier).
Soekotjo mengatakan, dalam proses seleksi Komisi Yudisial tidak memasang target jumlah hakim yang harus diperoleh. Yang diloloskan hanya peserta yang benar-benar berkualitas. (ana)
Sumber: Kompas, 10 Juli 2006