Wewenang Tumpang Tindih Picu KKN
Wewenang yang tumpang tindih, hubungan antarinstansi kurang serasi, pelayanan publik yang buruk hingga campur aduknya tugas negara dengan tugas pribadi terbukti telah memicu korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
Demikian pernyataan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Menteri PAN) Taufiq Effendi kepada pers di Jakarta, kemarin. Menurut dia, kesemrawutan tersebut muncul karena hingga saat ini Indonesia belum memiliki undang-undang (UU) administrasi pemerintahan yang lengkap.
Menurutnya, kesemrawutan tersebut memang telah diatasi secara sporadis dan parsial dengan membuat surat edaran seperti mengenai Pedoman Umum Tata Laksana Administrasi Pemerintahan yang disebarkan ke seluruh tingkat pemerintahan di Indonesia.
Tetapi karena hanya merupakan saran acuan, jelas efektivitasnya rendah karena dasar hukumnya sendiri belum lengkap, kata Taufiq. Akibatnya, tidak sedikit kebijakan publik yang salah arah dan sasaran yang kemudian diperburuk dengan kerja sama antarlembaga yang saling tumpang tindih. Tidak sampai di situ saja, pelayanan publik dari para penyelenggara administrasi pemerintahan menjadi semena-mena tanpa disertai sanksi dan patokan yang jelas, sehingga upaya memberikan pelayanan maksimal kepada masyarakat luas untuk memberdayakan mereka justru menjadi terabaikan. Arah dan sasaran kebijakan publik berseliweran ke sana kemari tak tentu, karena justru yang dikedepankan adalah penggunaan wewenang yang penuh untuk kepentingan sang pejabat, ujar Taufiq.
Untuk mengatasi masalah kinerja pemerintahan inilah, maka Kementerian PAN memprakarsai penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) Administrasi Pemerintahan. Diharapkan, RUU ini sesegera mungkin dapat menjadi UU agar instansi pemerintah di setiap level memiliki standar yang sama,
sehingga tidak terjadi lagi salah persepsi dalam memahami hak dan kewajiban masing-masing penyelenggara administrasi pemerintahan ketika menjalankan tugas, fungsi, dan peran masing-masing sesuai tingkatannya.
Ditambahkan, RUU ini antara lain akan mengakomodasi aspek perlindungan hukum untuk masyarakat sebagai pengguna layanan penyelenggara administrasi pemerintahan dan aspek pemanfaatan teknologi untuk mempercepat tata kerja penyelenggara administrasi pemerintahan. Ini ditujukan untuk mengubah cara berpikir penyelenggaraan administrasi pemerintahan seraya memberikan kepastian hukum kepada publik yang harus dilayani. (Ims/P-5)
Sumber: Media Indonesia, 24 Desember 2004