Yang Dicatut dan Dikecam... [06/08/04]
LAPORAN temuan organisasi nonpemerintah, Transparency International Indonesia (TII) dan Indonesia Corruption Watch (ICW), mencatat ada dugaan sejumlah penyumbang fiktif untuk pasangan Megawati Soekarnoputri-Hasyim Muzadi dan pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla. Laporan itu juga menyebutkan terdapat modus meminjam nama, menggunakan nama fiktif, atau indikasi sejumlah sumbangan dipecah menjadi beberapa nama, baik perorangan atau perusahaan, dengan maksud menyiasati aturan batas maksimal jumlah sumbangan.
Kejadian nama yang dicatut dialami Arsyad Kasmar, salah seorang pengusaha perkebunan kelapa sawit asal Sulawesi Selatan. Dalam daftar penyumbang dana kampanye di atas Rp 5 juta, yang dipublikasikan KPU lewat situs internetnya, Arsyad didata menyumbang uang sebesar Rp 100 juta dengan nomor daftar penyumbang 321.
Saat ditemui Kompas di rumahnya, Arsyad mengaku kaget ketika seorang kerabatnya memberi tahu dirinya tercatat sebagai salah seorang penyumbang dana kampanye untuk pasangan kandidat Megawati-Hasyim. Kerabat dekatnya itu mengaku tahu dari situs resmi KPU tersebut.
Saya tidak pernah merasa menyumbang uang sejumlah itu. Uang sebanyak itu saya tidak punya. Kalaupun mau dan sanggup menyumbang, jelas saya tidak akan gunakan untuk itu (dana kampanye). Karena terdata itulah saya mendapat tekanan dan sampai dicap pengkhianat, ujar Arsyad, yang juga fungsionaris Partai Golkar.
Kecaman dan pertanyaan bermunculan dari para rekan sejawatnya. Sebagai Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Golkar di kota asalnya, Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan, Arsyad mengaku sempat ditanya oleh Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar dan DPD Partai Golkar Provinsi Sulawesi Selatan.
Mereka mempertanyakan mengapa saya menyumbang dana kampanye justru bertentangan dengan garis partai. Sebagai kader Partai Golkar seharusnya kan saya mendukung kandidat Wiranto-Wahid. Saya merasa difitnah dengan kejadian itu. Akhirnya saya membuat surat pernyataan tidak pernah menyumbang, tambah Arsyad.
Sampai saat ini pun Arsyad mengaku tidak tahu bagaimana nama dan alamatnya bisa sampai dicantumkan seperti itu. Kalaupun memang benar dirinya menyumbang, Arsyad mengatakan pasti akan ada pemberitahuan atau setidaknya ucapan terima kasih dari pihak yang disumbang.
Saya justru tahu dari saudara saya itu. Kemudian saya menyuruh anak saya untuk mengeceknya di internet dan memang benar ada nama saya di situ. Saya membuat surat pernyataan karena tidak tahan jika disebut sebagai pengkhianat, ujar Arsyad.
Walau mengaku tidak berani mengonfirmasi, baik ke KPU maupun ke Tim Sukses Megawati-Hasyim, Arsyad mengaku hingga saat ini masih mencoba mencari tahu siapa orang yang mencatut namanya.
Arsyad juga mengaku sungkan untuk mendatangi KPU dan Tim Sukses Megawati-Hasyim karena khawatir justru malah akan menimbulkan masalah baru.
Temuan serupa juga diperoleh Kompas ketika mencoba menghubungi Iwan Setiawan yang beralamat di Jalan Buncit I/ 40, Jakarta Selatan. Saat didatangi, alamat tersebut ternyata milik sebuah perusahaan periklanan, PT Gopala, yang sudah sejak empat tahun lalu mengontrak rumah di daerah itu.
Iwan terdata oleh KPU telah menyumbang dana sebesar Rp 75 juta untuk pasangan kandidat Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla. Dari keterangan salah seorang pegawai Dody Sutanto, Iwan memang diketahui beberapa kali datang ke kantor tersebut. Keberadaan Iwan di sana, tambah Dody, lantaran memiliki hubungan dengan pimpinan PT Gopala.
Biasanya Iwan datang meminjam bendera perusahaan untuk mencari atau menerima proyek. Kalau sedang ada pekerjaan, Iwan datang kesini. Biasanya tidak lama. Terakhir datang ke kantor kami sekitar lima bulan lalu. Setelah itu saya tidak pernah bertemu lagi, ujar Dody.
Dody mengaku tidak tahu pasti apakah Iwan memang pernah menyumbang dana untuk kampanye pasangan kandidat tertentu. Selain itu Iwan juga, menurut Dody, tidak diketahui pasti di mana tempat tinggalnya. Dody hanya tahu Iwan berasal dari Sukabumi, Jawa Barat.
ANGGOTA Tim Hukum Kampanye Megawati-Hasyim, Trimedya Panjaitan, yang dihungi terpisah mengatakan pihaknya sangat hati-hati dalam menerima sumbangan. Ia sadar betul bahwa sumbangan dari masyarakat dan perusahaan mempunyai implikasi hukum. Bahkan, tim Mega sangat memerhatikan rekam jejak dari perusahaan yang ikut memberikan sumbangan. Jadi, kami sangat hati-hati. Dengan prinsip itu, saya yakin semuanya klir, enggak ada yang fiktif, kata Panjaitan yang mengatakan sejauh ini belum ada teguran dari Panwas mengenai hal itu. Kita tunggu saja, kata Panjaitan.
Hal serupa disampaikan salah seorang sekretaris tim kampanye Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla, Sofyan Djalil, yang dihubungi Kompas hari Selasa (3/8). Ia mengatakan, sangat mungkin terjadi kekeliruan dalam pencatatan nama atau pencantuman alamat penyumbang. Tetapi, itu semata-mata kekeliruan teknis, tak ada niatan untuk sengaja menutup-nutupi, ujarnya.
Sofyan juga mengatakan, pihaknya justru berterima kasih kepada ICW dan TII. Kalau laporan itu telah kami terima, kami akan melakukan verifikasi ulang terhadap nama-nama penyumbang yang disebutkan ICW. Jika memang penyumbang tak bisa kita verifikasi, sesuai dengan undang-undang, dana itu akan diserahkan kepada kas negara. Kita akan lakukan itu, katanya.
Pengembalian kepada kas negara, menurut Sofyan, telah dilakukan timnya terhadap penyumbang-penyumbang kecil yang dikirimkan melalui ATM. (dwa/bdm)
Sumber: Kompas, 6 Agustus 2004