Yusril Akui Pungutan Sisminbakum tanpa Izin DPR
Dia juga menyebut Gus Dur turut mengarahkan proyek ini.
Mantan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Yusril Ihza Mahendra mengakui biaya akses Sistem Administrasi Badan Hukum atau Sisminbakum dipungut tanpa persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. "Tidak ada pembicaraan dengan DPR," kata Yusril saat bersaksi dalam sidang kasus dugaan korupsi Sisminbakum dengan terdakwa Romli Atmasasmita di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kemarin.
Pada persidangan itu, Yusril mengatakan besaran pungutan Sisminbakum didasarkan pada perjanjian antara Koperasi Pengayoman (koperasi di Departemen Hukum dan HAM) dan PT Sarana Rekatama Dinamika sebagai penyedia jasa aplikasi Sisminbakum. Perjanjian itu, katanya, berlaku secara perdata untuk kedua belah pihak.
Anggota majelis hakim Haswandi mengatakan, kendati perjanjian itu berlaku untuk koperasi dan PT Sarana, mestinya besaran biaya perlu dibicarakan terlebih dulu dengan DPR. "Karena memungut dana dari masyarakat," katanya.
Namun, Yusril berkukuh dengan pernyataannya. "Saya kira tidak relevan membicarakan hal itu dengan DPR."
Romli Atmasasmita didakwa telah merugikan keuangan negara Rp 31,5 miliar dari total dugaan kerugian negara sebesar Rp 415,8 miliar. Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum periode 2000-2002 itu dipersalahkan karena memberlakukan tarif Sisminbakum dari notaris melebihi ketentuan.
Duit tarif yang dikenal dengan sebutan biaya akses itu tak masuk ke kas negara, melainkan ke rekening PT Sarana dan pihak Direktorat, termasuk Koperasi Pengayoman.
Menurut jaksa, perbuatan Romli itu melanggar Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak. Dalam beleid itu disebutkan bahwa segala pungutan yang dibebankan kepada rakyat harus seizin Dewan Perwakilan Rakyat.
Jaksa juga menyebutkan proyek Sisminbakum ini didasarkan pada surat keputusan Yusril, atasan Romli saat itu.
Dalam kesaksiannya, Yusril menjelaskan proyek Sisminbakum dilatarbelakangi oleh lambatnya proses pengesahan pendirian perusahaan oleh Departemen Kehakiman. Padahal, kata dia, singkatnya waktu pendirian perusahaan bisa memacu pertumbuhan ekonomi saat itu. "Solusinya, mengubah cara pengesahan akta pendirian perusahaan dari sistem manual ke komputerisasi," ujarnya.
Yusril melanjutkan, Sisminbakum dilaksanakan berkat arahan Presiden Abdurrahman Wahid. Gus Dur pula, kata dia, yang mengizinkan proyek itu dijalankan dengan menggandeng pihak swasta. "Saat itu pemerintah tak mempunyai uang," katanya.
Kendati demikian, ia mengaku tak mengetahui penunjukan PT Sarana sebagai rekanan Departemen dalam proyek Sisminbakum. Menurut dia, urusan mencari rekanan diserahkan kepada Romli dan pihak koperasi.
Tapi Romli membantah anggapan bahwa pencarian rekanan Sisminbakum adalah tanggung jawabnya. "Saya tidak pernah mendengar Pak Yusril menyerahkan urusan untuk berbicara dengan pihak swasta kepada koperasi dan Dirjen AHU (Administrasi Hukum Umum)," ujarnya. ANTON SEPTIAN | TOMI ARYANTO
Sumber: Koran Tempo, 18 Juni 2009