Yusril Siap Diusut

Kejaksaan siap menyelidiki pencairan duit Tommy Soeharto.

Mantan Menteri-Sekretaris Negara Yusril Ihza Mahendra menyatakan siap menghadapi pengusutan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi atas kasus yang terkait dengan dirinya. Saya akan menghadapi semua. Saya tidak pernah menghindar dari permasalahan hukum, katanya setelah menyerahkan jabatan Menteri-Sekretaris Negara kepada Hatta Rajasa kemarin.

Yusril berharap KPK melakukan penyelidikan secara jujur, adil, dan obyektif. Harus bebas dari kepentingan politik, ujarnya. Ia menganggap pencopotannya sebagai menteri beberapa hari lalu berkaitan dengan pemberitaan mengenai masalah ini, dan salah satu sumbernya berasal dari pemimpin KPK. Saya ingin ini menjadi clear. Saya tidak ingin masyarakat menyangka saya melakukan kesalahan.

Setidaknya ada dua kasus yang berkaitan dengan Yusril dan saat ini sedang diusut KPK. Pertama, dugaan korupsi dalam pengadaan sistem identifikasi otomatis sidik jari di Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia pada 2004. Kedua, pencairan dana Tommy Soeharto di Banque Nationale de Paris (BNP) Paribas cabang London pada 2004-2005 sebesar US$ 10,955 juta atau setara dengan Rp 100 miliar.

Dalam kasus sidik jari, KPK telah memeriksa Yusril sebagai saksi sehubungan dengan persetujuannya atas pelaksanaan penunjukan langsung dalam proyek senilai Rp 18,5 miliar itu. Komisi menduga negara dirugikan hingga Rp 6 miliar.

Adapun dalam kasus duit Tommy, nama Yusril ikut terbawa-bawa karena ia sempat membantu mengupayakan surat rekomendasi yang intinya menyatakan pemimpin perusahaan milik Tommy yang menguasai uang di London itu bebas dari masalah hukum. Sorotan padanya makin tajam karena pencairan uang ini turut dibantu oleh firma hukum Ihza & Ihza, yang didirikan Yusril.

Koordinator Indonesia Corruption Watch Teten Masduki menyatakan kasus pencairan dana Tommy itu sudah memenuhi unsur pidana korupsi. Ada penyalahgunaan wewenang, ada pihak yang diuntungkan, dan ada unsur kerugian negara, katanya.

Dalam beberapa kesempatan, Yusril membantah jika disebut telah melanggar aturan dengan mengeluarkan opini hukum, setelah mendapatkan keterangan dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan. Sedangkan mengenai penggunaan rekening departemennya untuk menampung uang yang dicairkan dari London itu, Yusril mengatakan hal tersebut terjadi setelah posisinya digantikan Hamid Awaludin. Bukan saya yang buka rekening, katanya.

Sementara itu, setelah dilantik menjadi Jaksa Agung, Hendarman Supandji kemarin mengatakan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara menegaskan bahwa pejabat negara harus meminta izin Menteri Keuangan jika ingin membuka rekening baru. Penggunaan rekening itu juga harus untuk kepentingan negara.

Ada suatu perbuatan yang bisa masuk pasal itu, kata Jaksa Agung mengenai penggunaan rekening pemerintah dalam kasus duit Tommy. Kalau ada alat bukti, saya keluarkan surat perintah penyelidikan. SUTARTO | BADRIAH

--------------------------------------

Setelah Tak Menjabat Lagi

Banyak yang menduga pencopotan Menteri-Sekretaris Negara Yusril Ihza Mahendra serta Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Hamid Awaludin salah satunya karena dugaan keterlibatan mereka dalam pencairan duit Tommy Soeharto di Banque Nationale de Paris (BNP) Paribas, London, pada 2004 sebesar US$ 10 juta. Setelah mereka tak menjabat menteri, apakah kasus ini akan diproses secara hukum? Atau kasus ini bakal menguap begitu saja karena, menurut Yusril, kasus ini cuma politis?

Di Mana Peran Mereka?

Peran Yusril

# BNP Paribas membekukan dana Motorbike milik Tommy Soeharto karena dicurigai merupakan hasil korupsi.

# 20 Mei 2004: Sebuah legal opinion dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan dikirim ke bank itu. Surat yang dibawa oleh firma hukum Ihza & Ihza (didirikan oleh Yusril) menyatakan Motorbike tidak pernah dilaporkan melakukan transaksi keuangan mencurigakan.

# 4 Juni 2004: Yusril sebagai Menteri Hukum mengirim surat ke BNP Paribas yang menyatakan rekening Motorbike milik Tommy tak bisa dibekukan karena pemilik perusahaan itu, termasuk Tommy, belum terbukti terlibat korupsi.

Peran Hamid

# BNP Paribas akhirnya setuju mencairkannya. Namun, mereka tidak mau menyalurkannya langsung ke rekening Tommy, tapi harus ke rekening pemerintah. Hamid, yang menggantikan Yusril sebagai Menteri Hukum, pun menyediakan rekening departemennya untuk menampung dan kemudian menyalurkan dana Tommy. Penggunaan rekening ini dianggap melanggar Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.

Itu dicairkan setelah saya (di masa Hamid).

--Yusril Ihza Mahendra:
Tidak ada masalah, karena uang itu uang halal.

--Hamid Awaludin:
Itu melanggar atau tidak, saya tidak mengambil suatu kesimpulan. Tapi apakah itu korupsi atau tidak, belum ada.

--Jaksa Agung Hendarman Supandji
Segala sesuatu yang terkait dengan BNP Paribas akan diselidiki.

--Johan Budi S.P., juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi
Tommy dicurigai mengumpulkan dana dari dugaan korupsi, kok malah dibantu pemerintah untuk mencairkannya?

--Adnan Topan, anggota Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch
Secara pidana, transfer lewat rekening departemen itu tidak melanggar.

--Rudy Satrio Mukantardjo, pakar hukum pidana Universitas Indonesia

Naskah: Qaris Tadjudin

Sumber: Koran Tempo, 10 Mei 2007
-----------------
Jaksa Agung Bela Yusril; Kasus Pencairan Uang Tommy Dinilai Hanya Kesalahan Administratif

Yusril Ihza Mahendra dan Hamid Awaluddin bisa jadi lolos dari jerat pidana dalam kasus pencairan uang USD 10 juta milik Tommy Soeharto di BNP Paribas. Jaksa Agung Hendarman Supandji menilai dua mantan menteri yang di-reshuffle itu hanya melakukan kesalahan administratif.

Hendarman mengatakan, tindakan Hamid dan Yusril membuka rekening tanpa izin menteri keuangan merupakan pelanggaran terhadap pasal 31 UU No 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara. Saya tidak mau mengambil kesimpulan. Tapi, ada perbuatan yang bisa masuk pasal itu, yakni pejabat negara untuk membuka rekening harus seizin menteri keuangan dan penggunaannya untuk kepentingan negara. Silakan simpulkan sendiri, tegas Hendarman usai pelantikan enam menteri baru dan satu pejabat setingkat menteri di Istana Negara kemarin.

Perbuatan yang bertentangan dengan pasal tersebut, ujar Hendarman, tidak masuk dalam kategori melanggar hukum pidana. Karena UU Perbendaharaan Negara tidak mencantumkan ancaman hukuman bagi penyelenggara negara yang melanggar ketentuan tersebut, sanksinya dapat menggunakan aturan dalam PP No 30/1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil.

PP itu mengatur tingkah laku birokrasi dalam pasal 1 dan 2. Ancaman hukumannya ada dalam pasal 6, yakni hukuman berupa teguran lisan, teguran tertulis, penurunan pangkat, dan hukuman yang paling berat dicopot jabatannya. Dalam hal ini, bukankah presiden telah memberhentikan beliau berdua? tegas jaksa kelahiran Klaten itu.

Jaksa yang kenyang pengalaman tugas berdinas di intelijen Kejaksaan Agung itu mengatakan, sejauh ini tidak ada bukti keduanya menikmati hasil pelanggaran undang-undang perbendaharaan negara, yang sekaligus membuktikan ada penyalahgunaan wewenang dan tindak pidana korupsi. Bukti tindak pidana korupsi belum ada di situ, ujarnya.

Yusril dan Hamid disorot publik karena saat menjadi menteri hukum dan HAM, keduanya menggunakan rekening departemen untuk menampung uang Tommy. Saat kasus itu terjadi, Yusril direposisi sebagai menteri sekretaris negara dan Hamid menggantikan Yusril di Depkum HAM. Kasus pencairan uang Tommy itulah yang diduga menjadi alasan SBY mencopot keduanya.

Karena sejauh ini belum ada bukti tindak pidana korupsi, Kejaksaan Agung tidak dapat melakukan penyidikan dan penuntutan perkara. Jaksa hanya melaksanakan ketentuan undang-undang. Jaksa bukan mencari kesalahan, hanya mencari keadilan dan kebenaran. Kejaksaan itu mengurusi kejahatan. Kalau bukan kejahatan tapi saya urusi, dimaki-maki orang saya nanti, tandasnya.

Meski demikian, Hendarman menegaskan bahwa pihaknya tidak akan menutup mata atas desakan kuat masyarakat untuk menyelidiki dugaan perbuatan melanggar hukum dalam kasus pencairan dana milik Tommy di BNP Paribas London. Namun, pemeriksaan itu baru bisa dilakukan kalau sudah ada indikasi tindak pidana dan memang bisa ditemukan alat bukti, cetusnya.

Jadi, sampai sekarang Kejaksaan Agung belum mendapatkan alat bukti? Saya kan hanya baca di koran begitu. Tentu saya monitor dulu. Kalau ada alat bukti, saya keluarkan surat perintah penyelidikan, elak alumnus Fakultas Hukum Universitas Diponegoro tersebut.

Hendarman mengakui, sikap hati-hatinya itu terkait permintaan khusus Presiden Susilo Bambang Yudhoyono agar Kejagung menangani kasus mulai penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan penyelesaian perkara dengan mengedepankan asal praduga tak bersalah secara proporsional. Presiden berpesan agar penegakan hukum jangan sampai menimbulkan masalah baru, ungkapnya.

Yusril Kecewa
Yusril Ihza Mahendra terus menunjukkan kekecewaan karena dicopot sebagai menteri sekretaris negara (Mensesneg). Kekecewaan itu ditunjukkan Yusril dengan menolak hadir dalam pelantikan menteri baru hasil reshuffle di Istana Negara kemarin.

Bukan hanya itu. Yusril juga menampik tawaran presiden untuk menjadi duta besar (Dubes) Malaysia. Pagi menjelang pengumuman reshuffle (8/5) lalu, Yusril juga menolak hadir saat menteri-menteri yang diganti dipanggil ke istana.

Kemarin Yusril hanya bersedia datang pada acara serah terima jabatan Mensesneg kepada Hatta Radjasa. Dalam sertijab yang digelar pukul 15.00 di Kantor Sekretariat Negara (Setneg) itu, Yusril datang bersama istri, Rika Tolentino Kato. Begitu juga Hatta Radjasa datang bersama istri, Oktini Watti Ulfadariah.

Usai sertijab, Ketua Majelis Syura DPP Partai Bulan Bintang (PBB) itu menyatakan akan menyelesaikan kasus hukum yang ditangani KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Yakni, kasus pengadaan alat pemindai sidik jari di Depkum HAM.

Selain kasus tersebut, Yusril akan mengklarifikasi keterlibatannya dalam kasus pencairan uang Tommy di BNP Paribas senilai USD 10 juta (sekitar Rp 89 miliar).

Saya akan menghadapi semua itu dan saya tidak pernah menghindar dari satu permasalahan hukum. Hanya saya minta perhatian semua pihak supaya ini dilakukan secara objektif, adil, dan jujur, katanya.

Menurut Yusril, selama ini terdapat pertentangan antara dirinya dan KPK. Dalam situasi seperti itu, Yusril meminta semua pihak, termasuk KPK, bebas dari segala kepentingan politik.

Satu alasan pemberhentian dirinya, kata Yusril, adalah pemberitaan media. Salah satunya terkait dengan apa yang disampaikan pimpinan KPK. Saya ingin masalah ini menjadi klir, jelas. Dan, salah satu tugas penting saya sekarang adalah menyelesaikan masalah ini. Saya tidak ingin masyarakat menyangka saya melakukan kesalahan atau terlibat dalam kasus korupsi. Saya ingin masalah ini bisa selesai lebih dulu, katanya.

Saat ditanya mengenai tugas baru setelah tidak menjadi menteri, Yusril menjawab sekenanya. Macam-macamlah, mulai dari nyapu, beli ikan di pasar, masak-masak. Sebelum jadi menteri, kan saya biasa setir mobil sendiri, ungkap Yusril.

Selain itu, bersama PBB Yusril akan menyiapkan diri menghadapi Pemilu 2009. Sayang, Yusril tidak menyebut target pada Pemilu 2009 nanti. Ini bagian dari dinamika politik yang tidak bisa kita hindari dan akan berlanjut terus sampai entah kapan begitu, katanya.

Pada kesempatan itu Yusril mengungkapkan alasannya menolak menjadi duta besar di Malaysia menggantikan Roesmanhadi. Menurut Yusril, dirinya bukan takabur atau tinggi hati sehingga menolak jabatan tersebut. Yusril merasa tidak berbakat menjadi diplomat.

Orang seperti saya ini kan ngomong terang-terangan. Kadang-kadang kelihatan garang. Menghadapi orang face to face tidak senyam-senyum. Kalau jadi diplomat walaupun hatinya dongkol, marah, harus senyum-senyum, sambungnya.

Alasan lain, Yusril mengaku tidak sanggup mengikuti kegiatan seremonial seorang dubes. Di samping itu, saya tidak kuat makan. Jadi, diplomat kan tiap malam harus menghadiri undangan jamuan makan malam dan sebagainya, ujarnya.(noe/tom)

Sumber: Jawa Pos, 10 Mei 2007
-------------

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan