Digitalisasi atau Proyek Tidak Tepat Sasaran? Menyoal Ketertutupan Pengadaan Smart Televisi di Kemendikdasmen 2025

Dokumentasi ICW

Hasil pemantauan Indonesia Corruption Watch (ICW) terhadap pengadaan Smart TV untuk seluruh tingkat pendidikan yang tengah mulai didistribusikan oleh pemerintah, menunjukan setidaknya terdapat sepuluh (10) permasalahan. Adapun temuannya sebagai berikut: 

  1. Total pagu untuk pengadaan Smart TV mencapai Rp 8.3 T. 
  2. Dalam Sistem Rencana Umum Pengadaan (SIRUP) LKPP ICW menemukan terdapat 8 paket pengadaan mengenai digitalisasi pembelajaran yang menggunakan mekanisme Penunjukan Langsung, E-Purchasing dan Pengadaan Langsung. Seluruhnya terdapat di Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah. Khusus untuk empat (4) paket dengan penyedia Penunjukan Langsung mencapai Rp 7,9 T. 
  3. Ditemukan pengadaan langsung senilai Rp 396 M yang berpotensi menyalahi ketentuan pengadaan langsung, sebab dalam Peraturan Presiden No.46 tahun 2025 terkait Pengadaan Barang Jasa Pemerintah disebutkan pada pasal 38 ayat 3 huruf (a): pengadaan barang jasa/lainnya paling banyak bernilai Rp200.000.000,-
  4. Data perencanaan yang dicantumkan di SIRUP LKPP melebihi jumlah pagu yang tersedia di dalam DIPA Kemendikdasmen. Anggaran dalam DIPA sebesar Rp452.313.350.995 sedangkan total pengadaan sebesar Rp8.307.447.670.000. Maka selisihnya sebesar -Rp7.855.134.319.005. Pertanyaan mendasar, Kemendikdasmen akan menggunakan anggaran yang mana untuk menutupi selisih tersebut? Inkonsistensi antara SIRUP dan DIPA menunjukkan adanya misalignment antara tujuan anggaran dengan realisasi belanja. Anggaran yang seharusnya digunakan untuk penguatan pendidikan karakter, implementasi kurikulum yang berlaku, atau pemenuhan fasilitas dasar justru dialihkan untuk proyek berskala besar yang manfaatnya masih dipertanyakan. 
  5. Sejak dikeluarkannya Inpres pada Maret 2025, Kemendikdasmen tidak segera melakukan proses pengadaan tetapi menunda pada rentang Mei - Juli 2025. Sedangkan pemanfaatan barangnya digunakan pada Juli dan November 2025. Sehingga terdapat jeda waktu 2-8 bulan yang mana dalam rentang waktu tersebut cukup untuk melakukan pengadaan melalui mekanisme tender. 
  6. Pada Inpres Nomor 7 tahun 2025 tidak ditemukan arahan khusus untuk melakukan pembelian televisi. Jika merunut pada proses perencanaan pengadaan barang dan jasa, tidak ditemukan dokumen identifikasi kebutuhan untuk pengadaan ini. Absennya dokumen identifikasi kebutuhan membuat pengadaan ini menjadi rawan tidak tepat sasaran. 
  7. Pada Inpres Nomor 7 tahun 2025 juga tidak terdapat arahan yang menunjukkan secara eksplisit mengenai penggunaan metode penunjukkan langsung dalam pemilihan penyedia. 
  8. ICW tidak menemukan adanya analisis yang dikeluarkan oleh kemendikdasmen terkait urgensi penggunaan metode pemilihan penyedia secara penunjukkan langsung. ICW juga tidak menemui adanya konfirmasi dari Kementerian Sekretariat Negara yang mengkonfirmasi bahwa paket pengadaan digitalisasi pembelajaran merupakan paket pengadaan yang dibutuhkan dalam waktu mendesak dan harus menggunakan metode penunjukan dan pengadaan langsung. 
  9. Perusahaan terpilih melalui skema penunjukan langsung yaitu Hisense perusahaan dari Tiongkok yang menyodorkan harga Rp 26 juta/unit, sedangkan pesaingnya, Acer memberikan harga di kisaran didasarkan karena memberikan harga yang lebih murah ketimbang pesaingnya Rp 40 juta/unit. Pertanyaannya berapa Harga Perkiraan Sendiri (HPS) yang ditetapkan oleh Kemendikdasmen. Seharusnya dokumen HPS dipublikasikan kepada publik. Sebab HPS merupakan instrumen penting untuk menilai kewajaran harga dalam proses pengadaan. Tanpa keterbukaan, publik tidak akan pernah tahu apakah nilai kontrak yang ditetapkan sesuai dengan standar pasar atau justru mengandung potensi mark-up.
  10. Kemendikdasmen hingga saat ini tidak menginformasikan seluruh paket pengadaan pengadaan Smart TV di platform SPSE maupun AMEL Kemendikdasmen. Berdasarkan penelusuran ICW terhadap paket pengadaan yang pemanfaatannya Juli 2025, maka seharusnya paket tersebut sudah dilakukan serah terima sejak Juli 2025. ICW menelusuri SPSE dan AMEL Kemendikdasmen pada Oktober 2025 dan belum ditemukan satupun paket pengadaan yang sudah dipublikasi di SPSE maupun AMEL (sejak tahap persiapan hingga serah terima). Hal ini tentu menjadi kontra produktif terhadap keterbukaan informasi yang wajib dilakukan oleh badan publik. 

Dari sepuluh temuan di atas, terlihat jelas bahwa program pengadaan televisi dalam kerangka digitalisasi pembelajaran oleh Kemendikdasmen menyimpan berbagai persoalan serius dalam aspek transparansi, akuntabilitas, dan kepatuhan terhadap regulasi pengadaan barang/jasa pemerintah. Jika Presiden Prabowo menyampaikan bahwa pengadaan ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan pemerataan pendidikan di Indonesia melalui digitalisasi pembelajaran, terutama di daerah terpencil dengan keterbatasan guru, jawabannya jelas bukan melalui pengadaan Smart TV. 

Krisis kompetensi guru adalah persoalan struktural yang hanya bisa diatasi melalui peningkatan kualitas pendidikan guru, pelatihan berkelanjutan, serta distribusi tenaga pendidik yang merata. Sementara itu, smart TV hanyalah perangkat keras. Tanpa guru yang mampu mengelola pembelajaran, perangkat tersebut tidak memberi nilai tambah. ICW menilai, pendekatan ini tidak tepat karena tidak menyentuh akar persoalan yang ada dalam pendidikan Indonesia. Bahkan, sangat berisiko menimbulkan pemborosan dan membuka celah korupsi baru. 

Pemerintah seharusnya belajar dari kasus pengadaan chromebook yang tidak tepat sasaran dan akhirnya dikorupsi. Proyek chromebook semula digadang-gadang sebagai terobosan digitalisasi pendidikan, tetapi dalam praktiknya justru sarat masalah: perangkat tidak tepat sasaran, tidak sesuai kebutuhan sekolah, dan justru memperkaya segelintir orang. Pola yang sama kini tampak berulang pada proyek smart TV. Alih-alih menutup celah penyimpangan, pemerintah justru kembali menempuh jalan yang berisiko tinggi membuka ceruk korupsi. 

Selain itu, metode pengadaan barang secara tertutup tanpa tender sangat rentan diselewengkan karena menyerahkan proyek pengadaan barang pada satu perusahaan pun rentan menyebabkan terjadinya konflik kepentingan. Kondisi ini diperburuk dengan ketertutupan informasi pengadaan, ketidaksinkronan anggaran, hingga absennya analisis kebutuhan hanya memperlihatkan bahwa program ini lebih berorientasi pada proyek ketimbang pada perbaikan kualitas pendidikan. Maka, ICW mendesak pemerintah untuk segera menghentikan dan mengevaluasi pengadaan Smart TV untuk seluruh tingkat sekolah karena rentan praktik korupsi dan bukan solusi atas persoalan pendidikan di Indonesia. 

Jakarta, 3 Oktober 2025 

Indonesia Corruption Watch

 

Narahubung

Nisa Zonzoa (Koordinator Divisi Edukasi Publik)

Azhim (Staf Divisi Hukum Investigasi)

 

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan