Hentikan Kriminalisasi Terhadap Pelapor Dugaan Tindak Pidana Korupsi di Kabupaten Biak Numfor!

Sumber foto: IST
Sumber foto: IST

Sejumlah warga di Kabupaten Biak Numfor melaporkan dugaan korupsi kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Agustus tahun 2022. Pelaporan tersebut dilakukan atas dugaan penyalahgunaan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan dana Otonomi Khusus (Otsus) Tahun Anggaran 2017 hingga 2019. 

Kepedulian warga Biak Numfor yang ingin pengelolaan daerahnya dijalankan secara akuntabel dan transparan ini, justru diganjar dengan upaya kriminalisasi. Seorang pejabat publik Kabupaten Biak Numfor, justru melaporkan balik salah seorang pelapor ke Kepolisian Resor Biak Numfor atas dugaan penyebaran berita bohong. Pada tanggal 20 Juni 2023, Polres Biak Numfor menaikkan status laporan tersebut ke penyidikan, dan menetapkan pelapor sebagai tersangka. 

Penetapan tersangka terhadap warga ini mengkhianati bukan hanya semangat pemberantasan korupsi, tetapi juga perlindungan terhadap pelapor yang dijamin oleh undang-undang. Apalagi praktik korupsi masih marak terjadi di Tanah Papua.

Hasil Survei Penilaian Integritas (SPI) tahun 2021 yang dirilis oleh KPK menunjukkan bahwa, Provinsi Papua dan Papua Barat mendapatkan indeks paling rendah dibandingkan provinsi lainnya. Hasil survei ini setidaknya menunjukkan bahwa tata kelola pemerintahan di tanah Papua masih menjadi permasalahan utama sehingga patut menjadi perhatian serius bagi semua pihak, terutama warga setempat. 

Jika proses hukum terhadap Warga Pelapor dugaan tindak pidana korupsi di Kabupaten Biak Numfor tetap dilanjutkan oleh Kepolisian Resor Biak Numfor, maka negara melalui aparatnya, telah melakukan upaya represi atas partisipasi warga sipil. Padahal, ada sejumlah regulasi yang secara jelas mendorong warga secara aktif melaporkan dugaan korupsi, dan melarang pelaporan balik terhadap pelapor dugaan tindak pidana korupsi.

Pertama, berdasarkan Pasal 10 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban ditegaskan bahwa pelapor tidak dapat dituntut secara hukum baik secara pidana maupun perdata atas laporan yang akan, sedang, atau telah diberikannya. Artinya, jika terdapat tuntutan hukum kepada pelapor atas laporannya tersebut, maka tuntutan hukum tersebut wajib ditunda hingga kasus relah memiliki kekuatan hukum tetap oleh pengadilan.

Hal tersebut diperkuat pula dengan ketuan Pasal 25 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal tersebut secara tegas menyebutkan bahwa penyidikan terhadap kasus korupsi harus didahulukan dari perkara lain dijadikan dasar dugaan pelaporan balik.

Kedua, Pasal 41 UU Tipikor dan peraturan pelaksananya dalam Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi, bukan hanya menjamin hak warga negara untuk melaporkan dugaan tindak pidana korupsi, tetapi juga jaminan atas keamanan pelapor. Hal ini juga merupakan bentuk komitmen Indonesia sebagai bagian dari komunitas global, yang telah meratifikasi Konvensi Persatuan Bangsa-Bangsa Melawan Korupsi (United Nation Convention Against Corruption, UNCAC). 

Terlebih, United Nations Special Rapporteur bahkan telah memberikan perhatian khusus terkait banyaknya upaya kriminalisasi kepada masyarakat dan human rights defender di Indonesia yang tengah mengupayakan pemerintahan yang baik dan bebas dari korupsi kolusi dan nepotisme. Jika proses hukum terhadap Warga Pelapor dugaan tindak pidana korupsi tetap dilanjutkan, maka Pemerintah Indonesia telah mengkhianati komitmen anti-korupsi global dan nasional.

Atas dasar tersebut, ICW mendesak agar:

1. Kepolisian Resor Biak Numfor menghentikan proses hukum atas laporan penyebaran berita bohong karena inisiatif masyarakat untuk membongkar korupsi;

2. Komisi Pemberantasan Korupsi segera menindaklanjuti laporan atas dugaan penyelewengan dana APBD dan Dana Otsus Kabupaten Biak Numfor; dan

3. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban segera memberikan perlindungan kepada pelapor tindak pidana korupsi, selama berjalannya proses tindak lanjut atas laporan yang disampaikannya kepada aparat penegak hukum.

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan