Sesat Pikir Pengangkatan Kembali ASN Koruptor
Wacana pengangkatan kembali 17 Aparatur Sipil Negara (ASN) koruptor oleh Bupati Mukomuko merupakan sesat pikir dan kemunduran bagi upaya reformasi birokrasi yang tengah dilakukan oleh pemerintah. Bukan hanya itu, wacana yang telah disampaikan ke Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Hukum dan HAM oleh Sapuan selaku Bupati dapat menjadi preseden buruk dan berpotensi direplikasi oleh daerah lain apabila disetujui oleh Kementerian.
Sejak 2010 Indonesia telah memiliki rancangan untuk mereformasi birokrasi melalui Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025. Rencana tersebut dibagi ke dalam 3 (tiga) tahap: 1). Pada 2010-2014, penguatan birokrasi pemerintah dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang bebas Korupsi, Kolusi, Nepotisme (KKN), kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi, dan meningkatkan kualitas pelayanan publik kepada masyarakat; 2). Tahun 2015-2019, implementasi hasil-hasil yang sudah dicapai pada lima tahun pertama pada berbagai komponen strategis birokrasi pemerintah; 3). Periode 2020-2024, peningkatan secara terus menerus kapasitas birokrasi sebagai kelanjutan dari reformasi birokrasi pada lima tahun kedua, untuk mewujudkan pemerintahan kelas dunia.
Saat ini, proses pembenahan reformasi birokrasi telah memasuki tahap terakhir yakni periode 2020-2024. Jika melihat fakta yang terjadi di Kabupaten Mukomuko, artinya daerah tersebut tidak lulus untuk mengimplementasikan agenda reformasi birokrasi tahap awal yakni upaya untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN. Yang menjadi persoalan adalah, masyarakat tidak dapat memonitoring capaian agenda Grand Design reformasi birokrasi yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
PR Besar Agenda Reformasi Birokrasi
Usulan untuk mengangkat kembali koruptor menjadi ASN merupakan salah satu permasalahan yang pada akhirnya menjadi pekerjaan rumah pemerintah untuk merealisasikan gagasan besarnya dalam mereformasi birokrasi. Masalah lain yang ditemukan misal, masih banyaknya ASN yang terjerat kasus korupsi. Berdasarkan data Indonesia Corruption Watch (ICW) selama tahun 2019-2021 diketahui ada sebanyak 828 ASN yang terjerat kasus korupsi dengan tren meningkat setiap tahunnya. Misalnya, ASN yang terjerat kasus korupsi pada 2019 sebanyak 213 orang, di 2020 bertambah menjadi 272 orang, dan pada 2021 meningkat menjadi 343 orang.
Kondisi di atas menunjukan bahwa upaya penindakan yang dilakukan oleh penegak hukum belum optimal. Faktor yang melatarbelakangi hal tersebut terjadi diduga karena ketidakpahaman atau pengabaian oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) -yang diemban oleh Kepala Daerah- untuk tidak memecat ASN yang telah terbukti korupsi berdasarkan putusan inkracht pengadilan.
Badan Kepegawaian Negara (BKN) pun masih menemukan adanya ASN yang telah mendapatkan putusan inkracht atas tindakan korupsi namun belum dipecat. Padahal ketentuan pidana mengenai ASN yang terjerat korupsi telah jelas tercantum pada Pasal 87 ayat (4) huruf b Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara yang menyatakan bahwa ASN diberhentikan tidak hormat karena dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan.
Dengan adanya permasalah di atas, pemerintah sepatutnya dapat bersinergi untuk bertukar informasi antara pengadilan dengan setiap Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah melalui sistem yang dapat diakses oleh masyarakat. Mekanisme check and balances penting dilakukan agar masyarakat dapat melakukan monitoring dan melaporkannya kepada lembaga yang berwenang apabila masih terdapat institusi yang tidak patuh.
Selain itu, pemerintah juga perlu memberikan punishment and rewards bagi institusi yang berhasil atau tidak berhasil dalam melakukan pembenahan birokrasi. Tanpa adanya mekanisme check and balances serta punishment and rewards, atau mekanisme lain yang dianggap bermanfaat, upaya mereformasi birokrasi untuk mewujudkan pemerintahan kelas dunia yang bersih tanpa KKN hanyalah jargon dan isapan jempol belaka.
Penulis: Wana Alamsyah
Editor: Siti Juliantari