Alat Bukti Soeharto Hanya Fotokopian; Dokumen Asli Hilang

Tim jaksa penggugat kasus Soeharto harus bekerja ekstra keras. Sebab, seluruh dokumen asli yang menjadi alat bukti dalam penyidikan dan persidangan korupsi tujuh yayasan Rp 1,7 triliun ternyata hilang dari bagian kearsipan di Kejati DKI dan Kejaksaan Agung (Kejagung).

Tak diketahui siapa oknum jaksa yang sengaja menghilangkan dokumen tersebut. Yang pasti, peristiwa itu terjadi semasa kejaksaan mengendapkan kasus korupsi tujuh yayasan Rp 1,7 triliun dengan terdakwa Soeharto, seusai persidangan di PN Jakarta Selatan pada 21 Agustus 2000 silam.

Saya terus terang terkejut dengan tidak adanya dokumen asli. Saya nggak tahu siapa yang menghilangkan, kata JAM Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun) Alex Sato Bya di ruang kerjanya di gedung Kejagung kemarin. Saat ditemui, Alex didampingi Direktur Pemulihan dan Perlindungan Hak (PPH) Dachmar Munthe selaku koordinator tim jaksa penggugat kasus Soeharto.

Alex mengaku baru mengetahui dokumen yang tersimpan di sembilan filing cabinet tersebut fotokopian setelah menerima pelimpahan dari Kejati DKI.

Menurut dia, tim jaksa tak kekurangan akal atas keterbatasan alat bukti tersebut. Mereka tetap menggunakan dokumen fotokopian sebagai alat bukti dalam kasus Soeharto. Dokumen fotokopian dapat dijadikan alat bukti sepanjang didukung alat bukti lain, jelas jaksa senior itu.

Alat bukti lain tersebut, antara lain, pengakuan minimal tiga pejabat yang mengeluarkan surat dan dokumen asli berisi transaksi keuangan yang tersimpan di Bank Indonesia (BI), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Karena itu, lanjut Alex, tim jaksa akan memintai keterangan 43 saksi yang pernah dimintai keterangan dalam kasus korupsi yayasan Soeharto. Mereka akan kami datangi satu per satu, tetapi saya nggak tahu siapa saja yang masih hidup atau meninggal dunia, jelas Alex. Enam di antara 43 saksi tersebut merupakan saksi ahli dari pejabat BPKP yang pernah mengaudit keuangan Yayasan Supersemar. (agm)

Sumber: Jawa Pos, 29 Mei 2007

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan