Anak Muda Wakil Menkumham
"Meski mungkin mengejutkan pihak tertentu, pilihan terhadap Denny setidaknya menghadirkan optimisme"
MELALUI reshuffle kabinet, seorang anak muda dipercaya oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Wakil Menteri Hukum dan HAM dalam Kabinet Indonesia Bersatu II. Dia adalah Denny Indrayana, anak Banjar Kalimantan Selatan kelahiran 1972, yang juga menjabat Sekretaris Satgas Pemberantasan Mafia Hukum (PMH), yang diketuai Kuntoro Mangkusubroto yang juga Kepala Unit Kerja Presiden untuk Percepatan Program Reformasi (UKP4R).
Meski mungkin mengejutkan pihak tertentu, pilihan terhadap Denny setidaknya menghadirkan optimisme. Sekadar menyegarkan ingatan pembaca, gebrakan pertama yang dilakukan Denny sebagai sekretaris satgas itu adalah membongkar penyelewengan kewenangan di Rutan Pondok Bambu Jakarta Timur dengan adanya sel ''istana'' Artalyta Suryani.
Berangkat dari itulah setidaknya terbangun optimisme kebijakan yang akan dihasilkan duet Amir Syamsuddin yang berlatar belakang praktisi dan Denny yang berlatar belakang akademisi dalam mengawal perjalanan hukum dari permainan kepentingan. Sebagai Sekretaris Satgas PMH, ia mengantongi banyak informasi bahwa ada beragam pola permainan uang dan kepentingan atas proses penegakan hukum. Terlebih Denny telah menggambarkan adanya realitas mafia hukum lewat buku Negeri Para Mafioso (2008).
Masuknya Denny dalam struktur Kemenkumham, dapat diseimbangkan dengan posisi peran anak muda yang memiliki semangat kerja. Terlebih peran yang pernah diamanatkan dalam Satgas PMH antara lain meliputi pencegahan korupsi, evaluasi terhadap instansi aparat penegak hukum, dan koreksi atas merebaknya mafia hukum. Karenanya, ia perlu ikut membenahi kementeriannya guna mengubah citra buram yang selalu mendapatkan pembenaran dadi masyarakat, terutama lembaga pemasyarakatan yang selalu menyulut misteri bagi masyarakat.
Perlawanan Hak
Kasus ramainya perdebatan tentang penghapusan hak remisi terhadap narapidana koruptor dominan merebut perhatian publik. Pada saat yang sama justru menunjukkan adanya sistem pemasyarakatan yang belum sepenuhnya dipahami oleh masyarakat secara luas. Tanpa disadari, keterbukaan polemik penghapusan hak remisi pada akhirnya mengundang pembenaran bahwa terdapat permainan kepentingan versus perlawanan hak terhadap napi.
Dengan demikian, upaya perbaikan kondisi lembaga pemasyarakatan yang diawali dengan merevisi UU Nomor 12 Tahun 1995 tentang Lembaga Pemasyarakatan yang telah menjadi bagian dari Program Legislasi Nasional 2011, mendesak direalisasikan. Hakikatnya, perlakuan terhadap napi dan tahanan, sekaligus terhadap benda sitaan ataupun barang rampasan yang berkaitan dengan proses hukum harus mendasarkan pada prinsip perlindungan hukum sekaligus penghormatan HAM.
Hukum sesungguhnya mengungkapkan berbagai pandangan hidup, nilai-nilai budaya, dan nilai-nilai keadilan. Hukum selalu tertanam dalam struktur sosial tertentu, tidak ada hukum jika tidak ada masyarakat. Manusia adalah makhluk sosial (zoon politicon) yang kodratnya selalu mencari orang lain untuk berinteraksi. Dalam proses tersebut ada kepentingan pribadi dan kepentingan bersama yang dalam relasinya sering terjadi konflik kepentingan sehingga memaksa untuk membuat sebuah ketentuan yang disebut nilai.
Secara instrumental, hukum menjadi sarana menciptakan dan memelihara ketertiban, sarana pendidikan untuk pengadaban masyarakat, sekaligus upaya mengesahkan perubahan masyarakat. Dengan demikian hukum berfungsi memanusiakan penggunaan kekuasaan agar yang kuat tidak sewenang-wenang atau tidak saling memangsa (homo hommini lupus).
Fakta adanya upaya negosiasi perkara hukum di atas kepentingan tertentu harus dijadikan wahana introspeksi sekaligus koreksi untuk melihat sejujurnya terjadi antara kekuasaan kepentingan dan kekuasaan hukum. Dalam kaitan ini, reshuffle yang mengamanatkan pada duet Amir-Denny harus mampu mendongkrak citra Kemenkumham yang berpihak pada kepentingan rasa keadilan sosial masyarakat dalam spektrum penghormatan HAM. Hukum harus menjadi pengayom masyarakat tanpa membeda-bedakan (equality before the law). Di sinilah peran penting anak muda yang menjadi wakil menteri untuk menunjukkan bukti perbaikan. (10)
Muh Khamdan, peneliti dari Paradigma Institute, fungsional widyaiswara di Kementerian Hukum dan HAM
Tulisan ini disalin dari Suara Merdeka, 22 Oktober 2011