Aroma rupiah berhembus di Senayan

Ferry Mursyidan Baldan menjadi orang pertama meninggalkan rapat dalam ruangan berpendingin itu. Tangan kirinya mengapit buku catatan. Tangan kanan sibuk merogoh kantung celana. Dia ingin menyalakan rokok. Usai pertemuan dengan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Komisi II DPR, Fery rehat sejenak.

Rokok dinyalakan.
Ferry adalah legislator asal Fraksi Partai Golkar, partai yang memiliki 128 kursi di DPR. Komisi II sendiri lebih banyak mengurusi persoalan dalam negeri, salah satunya Pemilu. KPU pun bertandang ke Senayan.

Seharusnya kita melihat lebih arif persoalan KPU, mereka melakukan penunjukan langsung karena didesak waktu, ujarnya.

Pernyataan Ferry meng-ingatkan kasus korupsi KPU pada Maret tahun lalu. Modusnya penunjukan langsung dan penerimaan uang dari rekanan sebagai ucapan terima kasih. Tapi, KPK melihatnya berbeda.

Penunjukkan langsung, penyuapan hingga pembagian dana rekanan adalah pintu masuk menjerat sejumlah anggota KPU ke pengadilan. Tak terkecuali sang komandan, Nazaruddin Sjamsuddin.

Ferry membela Nazaruddin. Menurut dia, tak ada maksud secara sengaja untuk korupsi dalam penunjukan langsung itu. Tapi semata-mata ingin pesta demokrasi berjalan se-suai jadwal. Jika Pemilu ditunda, kondisinya lebih rawan.

Dia lupa. Ada penerimaan uang di KPU yang dibagikan rekanan pemegang proyek pengadaan logistik Pemilu. Jumlahnya hingga ribuan dolar.

Tak hanya KPU yang direpotkan. Di Senayan pun, cerita aliran uang dari sejumlah pihak untuk para legislator berhembus kencang, namun sulit dibuktikan. Ferry mengakui. Dia sendiri pernah dipersoalkan karena pembagian Rp5 juta dari Depdagri, terkait RUU Pemerintahan Aceh. Ferry mengetuai panitia khusus (Pansus) yang menggodok aturan itu.

Ini kan sudah selesai, ujarnya.

Menurut dia, semua anggota sudah mengembalikan uang 'lelah' pada pertengahan Mei karena membahas rancangan itu pada saat reses. Fery tetap berkilah. Uang Rp5 juta itu sah karena dianggarkan Depdagri.

Pada April, legislator Fraksi PDIP Permadi mempertanyakan dibagikannya amplop kepada seluruh anggota Pansus Pemerintahan Aceh. Dari siapa dan untuk apa. Senada, rekannya, Sidharto Danusubroto melakukan itu. Terakhir, anggota Komisi III Beny K. Harman. Ketiganya menolak menerima.

Jadi sorotan

Beny lebih keras lagi. Uang itu dikembalikan sebagai barang bukti jika ada pemeriksaan digelar.

Mata pun tertuju pada Slamet Efendi Yusuf , ketua Badan Kehormatan (BK) DPR, yang berfungsi menegakkan etika dan memberikan sanksi setiap ada pelanggaran. Tapi, BK tak melakukan apa-apa.

Sesuai dengan tata tertib, kami akan menunggu laporan dari anggota DPR sendiri atau masyarakat, ujar Efendi.

Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch Luki Djani mengatakan BK selama ini hanya menjadi aksesoris belaka. Lembaga ini, lanjutnya, justru melindungi perbuatan salah para anggota DPR.

Slamet meradang. Dia bilang Luki orang yang tak tahu tata-tertib di DPR. Bilang sama dia, jangan ingin menjadi orang yang populer saja. Semua di sini dilakukan berdasarkan tata-tertib.

Ketua KPK Taufiequrrachman Ruki pun berjanji menindaklanjuti perkara amplop Rp5 juta di DPR. Ruki menyebutnya gratifikasi. Mantan polisi ini mengaku akan menelepon langsung Slamet. Tapi, telepon itu tak (belum) pernah ada.

Dugaan gratifikasi pun menguap. Tak lama memang, muncul kembali yang baru. Kali ini terkait dengan penolakan hak angket DPR soal Blok Cepu.

Mulanya Hasto Kristianto, legislator asal PDIP mengaku di-hubungi orang yang menawarinya sebidang tanah di Cepu dan juga uang Rp5 miliar bagi setiap fraksi. Iming-iming itu untuk mengkandaskan hak angket.

Hak itu memang batal digunakan akhir Mei. Sebanyak 257 legislator menolak menggunakan angket untuk mempertanyakan terpilihnya Exxon sebagai operator.

Tapi, Hasto tak berani melaporkan ini ke BK. Dia memilih jalur uji materiil Peraturan Pemerintah 34/2005 soal Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. Sekarang, kami sedang mempersiapkan hal itu.

BK kembali dikritik. Legislator asal Fraksi PAN Dradjad Wibowo mengatakan lembaga ini juga harus mengambil sikap aktif untuk meminta keterangan Hasto. Dari Hasto, menurut Dradjad, peta uang akan terkuak. Dradjad adalah salah seorang pengusul hak angket.

Peneliti LIPI Ikrar Nusa Bhakti menganggap lembaga itu tak lagi efektif. Justru KPK harus masuk ke Senayan, membongkar dugaan tersebut.

Ikrar mempertanyakan sikap KPK. Dari janji penanganan amplop Rp5 juta hingga Rp5 miliar Blok Cepu. Dia ingin KPK menangani dugaan suap di area Senayan. Saya tak hanya menyampaikan ini kepada media saja, tapi sudah dikatakan langsung ke orang-orang KPK.

Saya menghubungi Wakil Ketua KPK Erry Riana Hardjapamekas soal ini. Erry tak mau menanggapi. Dia hanya membalas pesan pendek. Maaf, saat ini belum ada komentar.

Awal minggu ini, saya mendapat secarik undangan berlogokan KPK. Lomba Pidato tingkat SMA bertema Bangkitlah Pemuda, Ayo Lawan Korupsi. Satu-satunya yang membuat saya tertarik membaca kertas ini, adalah tertulisnya nama seorang artis sinetron cantik, sebagai juri kontes: Happy Salma.

oleh : Anugerah Perkasa

Tulisan ini disalin dari Bisnis Indonesia Online, Sabtu, 10/06/2006 09:21 WIB

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan