Aset David Disita, Depkeu Menentang; Jumlahnya Mencapai 500 Sertifikat Tanah

Kejaksaan menyita aset milik pengemplang Bantuan Linkuiditas Bank Indonesia (BLBI), David Nusa Wijaya. Aset yang dulu disita Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) itu berupa sertifikat tanah dan bangunan yang tersebar di seluruh Indonesia. Jumlahnya mencapai 500 sertifikat.

Sertifikat tersebut dicek satu per satu di Perusahaan Pengolahan Aset (PPA) yang dibentuk setelah BPPN resmi dibubarkan. Lembaga inilah yang mengelola aset-aset BPPN yang belum terjual. Gedungnya menempati bangunan eks BDNI, Jl KH Mas Mansur, Tanah Abang, Jakarta Pusat.

Selanjutnya, aset-aset tersebut akan dilelang bersamaan dengan aset milik David hasil eksekusi dari Bank Indonesia (BI) setahun lalu. Hasil penjualan akan diserahkan ke kas negara.

Penyerahan kemarin berjalan alot. Petugas kejaksaan ngotot ingin menyita aset David, tapi mendapatkan perlawanan dari Depkeu. Namun, karena kejaksaan mengantongi surat perintah dari Kejati DKI, Depkeu akhirnya melunak.

Penyitaan dihadiri tujuh perwakilan Kejari Jakbar, tiga orang dari Depkeu, dan beberapa orang dari PPA. Juga ada beberapa mantan pegawai BPPN.

Menurut Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Jakbar Rizal Pahlevi, eksekusi itu merupakan perintah langsung dari Kajati DKI Rusdi Taher. Tindakan PPA yang tidak sepenuhnya kooperatif juga kami sesalkan, ujar Rizal.

Dia mengatakan, Kejari Jakbar merasa dipingpong. Mula-mula, tim mendatangi Kantor PPA di Sampoerna Strategic Square, Jl Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat. PPA pun tampaknya merasa tidak nyaman. Beberapa orang melempar tanggung jawab. Hal itu membuat kejari hilang kesabaran.

Kami datang bukan main-main, tetapi mengemban tugas negara, tegas Rizal pada perwakilan PPA. Perdebatan pun kian seru setelah perwakilan dari Depkeu ikut menemui tim kejari. Namun, Depkeu akhirnya mau menyerahkan aset David dengan membuat berita acara penyerahan.

Lantas, petugas kejaksaan mengecek satu per satu aset milik David itu. Dalam surat-surat tersebut, ada yang atas nama David maupun pihak lain.

Menurut Rizal, upaya pengambilalihan aset David yang disita BPPN itu sebenarnya berlangsung sejak 2003. Kami menyurati Depkeu sampai lima kali, tapi tidak pernah digubris, sesal mantan Kasi Pidum Kejari Cibadak, Jawa Barat, itu.

Ada dugaan beberapa aset digelapkan. Jika benar, kami akan menindak, kata Rizal. Aset yang diduga digelapkan itu adalah sertifikat tanah no 56 atas nama Hendri. Objek tanahnya di Perumahan Taman Kebon Jeruk, Blok Q1, persil No 15, Jakarta Barat. Namun, menurut Rizal, Depkeu menjamin bahwa sertifikat tersebut ada.

Tudingan penggelapan aset milik David oleh BPPN itu juga dibantah Kepala Sub Bagian Bantuan Hukum II Biro Hukum Depkeu, Obor Pembimbing Hariani. Itu Bohong, ujar Obor.

Memang pernah ada penjualan aset milik David. Namun, itu dilakukan sebelum ada penyitaan dari BPPN. Hasilnya pun digunakan untuk pelunasan utang-utang David pada BLBI.

Ditanya berapa nilai aset yang telah dijual itu, Obor mengatakan tidak tahu. Dia menyatakan, semua aset milik David tersebut lengkap. Lantas, mengapa Depkeu tidak pernah menggubris lima kali permintaan Kejari Jakbar untuk mengalihkan aset milik David? Menurut Obor, hal itu disebabkan adanya perbedaan pandangan antara Depkeu dan kejari.

Dia menjelaskan, aset David yang dulu disita BPPN kini di bawah kewenangan Depkeu. Dengan demikian, aset tersebut secara otomatis sudah disita negara. Desakan pengambilalihan aset saat itu pun tidak disetujui menteri keuangan. Obor menyebut, Depkeu sudah mengonfirmasikan melalui surat ke Kejaksaan Agung 6 Januari 2006.

Saat ditanya berapa sebenarnya nilai aset milik David yang disita BPPN, Obor menjawab tidak tahu. Tetapi, dia berani menjamin bahwa nilai aset tersebut jauh dari tanggungan David yang harus dibayarkan ke negara. David punya tanggungan BLBI Rp 1,3 triliun. Dia telah dihukum delapan tahun. (dni/noe/naz/gup)

Sumber: jawa Pos, 7 Februari 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan