Asisten Anggota DPR Cairkan Cek; Majelis Hakim Heran Saksi Ubah BAP

Para asisten anggota Dewan Perwakilan Rakyat mengaku disuruh mencairkan cek oleh anggota Komisi IV DPR. Cek yang bervariasi nilainya, dari Rp 10 juta hingga Rp 25 juta, itu dicairkan di berbagai bank. Namun, asisten itu mengaku tidak tahu bahwa cek itu terkait alih fungsi hutan Tanjung Api-Api.

Hal ini diungkapkan sejumlah asisten anggota DPR dalam sidang di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (12/11). Mereka adalah Asman Habizet (asisten Ketua Komisi IV DPR Ishartanto) dan Rahmat Mirza (asisten mantan Ketua Komisi IV DPR Yusuf E Faisal). Saksi lain, Neneng Salmiah, yang adalah karyawan Restoran Roda Jaya di Ciputat, Banten, milik anggota DPR, Hilman Indra, pun mengaku pernah disuruh mencairkan cek.

Asman mengatakan, dia pernah diminta untuk menukarkan Mandiri Travel Cheque oleh Ishartanto. Namun, ia mengatakan tidak tahu Ishartanto memperoleh cek itu dari mana.

”Setelah saya cairkan, uangnya saya serahkan kepada Pak Ishartanto,” kata Asman.

Neneng mengatakan, ia pernah diminta oleh Hilman Indra untuk mencairkan beberapa cek. Namun, ia mengaku lupa jumlah keseluruhan cek yang dicairkannya itu. ”Nominal cek itu bervariasi, ada yang Rp 10 juta dan ada juga yang Rp 25 juta. Saya cairkan di Bank Mandiri Pondok Indah,” kata Neneng.

Saat dikonfirmasi oleh hakim Andi Bachtiar apakah benar isi berita acara pemeriksaan (BAP) yang menyebutkan cek-cek itu kalau dijumlahkan menjadi Rp 185 juta, Neneng Salmiah membenarkan.

Ketua Majelis Hakim Gusrizal menanyakan kepada Neneng, ”Ini ada cek dari PT Maruli. Apa ini PT Maruli?”

Neneng menjawab, PT Maruli adalah penyedia buku-buku dan tak ada kaitannya dengan cek-cek yang ia cairkan itu.

Ubah BAP

Sedangkan saksi Rahmat Mirza mengubah BAP-nya. Dalam BAP, Rahmat Mirza menyebutkan, ”Bapak mengatakan, Mirza tolong cairkan cek Bapak segera. Rumah di Jalan Bangka sudah laku. Lalu kalau sudah berikan kepada ibu di bawah. Yusuf Erwin Faisal meminta saya menyerahkan Ibu. Ibu sudah ada di lapangan Sekretariat DPR. Saat saya serahkan saya katakan, Bu ini dari Bapak. Dijawab oleh Ibu, iya, iya. Disaksikan oleh sopir Ibu, Riyadi, dan seorang ibu tua bersama anak kecil di dalam mobil.”

Gusrizal menanyakan, ”Saudara di BAP ini lengkap sekali menceritakan kronologi, kenapa sekarang Saudara mengatakan uang diserahkan kepada sopir. Bukan kepada istri Yusuf Erwin Faisal, Hetty Koes Endang?”

Rahmat Mirza mengatakan, waktu itu ia lupa. ”Setelah dikonfrontir dengan Ibu, saya tanya ke Bapak, memang diserahkan ke sopir.”

Hakim Andi Bachtiar juga menanyakan Rahmat Mirza, ”Mana hubungan yang lebih dekat, Ibu Hetty Koes Endang dengan Bapak Yusuf Erwin Faisal atau Bapak Yusuf dengan sopirnya, Aat? Ini logikanya di mana? Kenapa Bapak lebih memilih memberikan uang kepada sopir daripada kepada Ibu? Ada yang menekan Saudara untuk mengubah BAP ini?”

Rahmat Mirza pun tetap saja mengatakan, ”Yang benar diserahkan kepada sopir, Yang Mulia.”

Selain ketiga saksi ini, majelis hakim juga meminta keterangan pegawai sekretariat Komisi IV DPR, yaitu Chaeruddin, Tri Budi Utami, dan Susilowati.

Saksi Chaeruddin dan Tri Budi Utami sempat diperingatkan Ketua Majelis Hakim Gusrizal. ”Ini saya perhatikan, kedua saksi ini kalau sudah menyangkut kesaksian soal Azwar Chesputra (anggota Komisi IV DPR), keterangan diubah. Ini menimbulkan tanda tanya. Ada apa ini? Saudara melindungi seseorang itu hak Saudara, tetapi ingat Saudara sudah disumpah sesuai dengan agama masing-masing,” kata Gusrizal.

Saksi Tri Budi dan Chaeruddin menyatakan tetap pada keterangannya. Keduanya juga mencabut keterangan mereka di BAP yang menyebutkan bahwa mereka pernah menerima uang dari Azwar Chesputra.

Saksi lain, Tridoyo, dosen Institut Pertanian Bogor, mengatakan, ia pernah mendapat bantuan dari Ishartanto untuk sumbangan ke panti asuhan anak yatim piatu. (VIN)

Sumber: Kompas, 13 November 2008

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan