Atang Latief dalam Pengawasan Polisi

Pernah diperiksa pada tingkat penyelidikan.

Atang Latief, 83 tahun, debitor dana bantuan likuiditas Bank Indonesia, saat ini dalam status pengawasan polisi. Pengawasan akan dilakukan sampai Atang mengembalikan semua kewajibannya, kata juru bicara Markas Besar Kepolisian RI, Brigadir Jenderal Anton Bachrul Alam, Sabtu lalu.

Menurut Anton, mantan Komisaris Bank Indonesia Raya (Bank Bira) itu tidak ditahan karena tidak sedang dalam proses hukum. Atang Latief bukan tersangka, terpidana, ataupun terdakwa, tapi orang bebas, ujarnya. Kendati demikian, kata Anton, Atang punya kewajiban kepada negara untuk mengembalikan dana BLBI yang pernah dikucurkan ke bank yang dia pimpin.

Atang Latief tiba di Jakarta pada Jumat lalu sekitar pukul 11.00 WIB. Dia dijemput Wakil Direktur II Ekonomi Khusus Badan Reserse dan Kriminal Komisaris Besar Benny Mamoto.

Bank Bira milik Atang Latief alias Lauw Tjin Ho alias Apyang menerima kucuran kredit Rp 325,45 miliar. Pada 2000, Atang membayar Rp 155 miliar sebagai bagian dari skema penyelesaian utang di Badan Penyehatan Perbankan Nasional. Pada 2002, Atang pergi ke Singapura dan menetap di sana hingga akhirnya menyerahkan diri Jumat lalu.

Anton mengatakan, proses terhadap Atang selanjutnya akan diserahkan kepada pihak pengelola dana bantuan likuiditas Bank Indonesia. Kepolisian akan berkoordinasi dengan Departemen Keuangan, mengingat pengelola BLBI, yaitu Badan Penyehatan Perbankan Nasional, sudah bubar.

Lukman Astanto, menantu sekaligus juru bicara Atang Latief, mengatakan bahwa sejak 2004 mertuanya ingin kembali ke Indonesia. Namun, dengan alasan kesehatan, baru pada 2005 pihak keluarga menyatakan keinginan tersebut melalui Konsulat Jenderal RI di Singapura.

Sementara itu, Koordinator Bidang Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch Emerson Yuntho mengatakan, seharusnya Atang Latief tetap diproses sesuai dengan peraturan yang berlaku. Menurut dia, pada 2004, Atang telah diperiksa oleh Kejaksaan Agung sampai tingkat penyelidikan.

Hal ini, kata Emerson, berdasarkan laporan Komite Kebijakan Sektor Keuangan, yang menilai Atang sebagai debitor yang tidak kooperatif. Selain itu, hal ini berdasarkan laporan Badan Penyehatan Perbankan Nasional ke kepolisian, karena sampai batas waktu pembayaran yang ditentukan, Atang tidak melunasi kewajibannya. Seharusnya proses yang telah berjalan diteruskan, ujarnya.

Adapun alasan bahwa kaburnya Atang ke Singapura adalah khawatir proses hukum tidak adil, Emerson menilai hal itu alasan yang mengada-ada. Emerson merujuk Undang-Undang Pemberantasan Korupsi yang menyebutkan pengembalian uang negara tidak menghapuskan dugaan pidana.

Emerson menyatakan, dari 60 kasus BLBI, hanya sekitar 30 persen yang masuk pengadilan, bahkan 30 persen di antaranya dihentikan penyidikannya alias dikeluarkan surat perintah penghentian penyidikan. ERWIN DARIYANTO | ANDRI SETYAWAN

Sumber: Koran Tempo, 30 Januari 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan