Bank Dunia: Sektor Prasarana di Indonesia Sarat Korupsi [09/06/04]
Bank Dunia menilai sektor prasarana di Indonesia selama ini sarat dengan praktek korupsi dan kolusi. Penyimpangan yang terjadi hampir di semua bidang prasarana yang berhubungan dengan pelayanan masyarakat, seperti suplai air dan sanitasi, jalan dan transportasi, telekomunikasi dan listrik.
Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia Andrew Steer mengatakan, akibat korupsi dan kolusi pada sektor prasarana, masyarakat Indonesia memperoleh fasilitas yang buruk dan tidak memadai. Hal ini tentu saja berdampak kepada fisik dan psikologis kehidupan masyarakat. Korupsi dan kolusi terus terjadi di Indonesia dan kondisinya semakin memburuk, ujarnya kemarin. Dia menambahkan, mencuri anggaran negara sama saja dengan mencuri kemewahan bagi rakyat miskin.
Steer mencontohkan, pembangunan fasilitas kesehatan dinilai sangat buruk karena praktek korupsi. Akibatnya, angka kematian ibu di Indonesia paling tinggi dibandingkan negara di Asia lainnya. Berdasarkan data Bank Dunia, rata-rata satu orang ibu meninggal diantara 65 orang di Indonesia. Dibandingkan dengan Thailand, rata-rata kematian satu orang ibu berbanding 1.200 orang.
Dari data ini terlihat jelas, para ibu enggan ke puskesmas atau rumah sakit karena pelayanan kesehatan yang diberikan pemerintah tidak memadai, katanya. Dia menambahkan, hal lainnya adalah kualitas infrastruktur kesehatan sangat buruk dan tidak mendukung pelayanan kesehatan masyarakat kelas bawah.
Praktek korupsi dan kolusi yang terjadi pada sektor prasarana, kata Steer, juga terjadi pada beberapa proyek yang dibiayai oleh Bank Dunia. Namun, dia menolak memberikan penjelasan proyek-proyek mana saja yang dikategorikan menyimpang tersebut. Contoh penyimpangan itu adalah kontrak yang dilakukan dengan orang dari kalangan sendiri, pengangkatan pelaku proyek yang ditunjuk, dan melakukan kerja sama dengan pengawas (supervisor).
Menurut Steer, akibat praktek korupsi tersebut, kata Steer, citra Indonesia menjadi sangat buruk. Dia menambahkan, tidak hanya Bank Dunia yang menyayangkan terjadi prakter buruk tersebut pada sektor prasarana. Beberapa lembaga internasional seperti Asian Development Bank (ADB) dan Japan Bank International for Cooperation (JBIC) menyatakan hal yang sama. Mungkin Bank Dunia akan mensyaratkan secara khusus untuk menekan korupsi sebelum melakukan kerja sama dengan Indonesia, katanya.
Dia mengatakan, pembentukan lembaga independen Komisi Anti Korupsi terbukti telah mampu mengurangi korupsi di Indonesia. Namun, cara tersebut dinilai masih belum cukup. Lembaga itu adalah salah satu cara, tapi pertempuran memerangi korupsi masih panjang, tandasnya.
Selain masalah penanganan korupsi dan kolusi, kata Steer, kendala lain yang menyangkut dalam sektor prasarana adalah menyangkut pemberlakuan otonomi daerah. Menurut dia, desentralisasi harus menciptakan pintu masuk pihak swasta dan bukan sebaliknya.
Sementara itu, Ketua Umum Ikatan Konsultan Indonesia Krstiya Kartika mengatakan, masalah korupsi dan kolusi masih menjadi kendala terbesar pengembangan sektor prasarana. Menurut dia, untuk bidang pengadaan barang dan jasa merupakan salah satu tempat paling subur praktek korupsi dan mengakibatkan biaya tinggi.
Kristiya memperkirakan, biaya yang menguap akibat praktek korupsi untuk pengadaan barang dan jasa mencapai US$700 juta hingga US$ 2,1 miliar per tahun. da candraningrum
Sumber: Koran Tempo, 9 Juni 2004