Belajar ke Negeri China atau ke Sumatera Barat

Sumatera Barat sudah dikenal luas sebagai pelopor reformasi birokrasi di Indonesia. Di balik kepeloporan itu, nama Gamawan Fauzi, kini Gubernur Sumbar, tidak asing lagi. Upaya mereformasi birokrasi sudah dilakukan Gamawan sejak tahun 1997, ketika ia menjabat Bupati Solok.

Pelayanan satu pintu yang dipelopori Gamawan telah menjadi model dan ia presentasikan di berbagai kota di Indonesia, bahkan juga di Jerman dan Amerika Serikat. Terobosan yang ia lakukan mendorong terciptanya pemerintahan yang baik dan bersih. Untuk itu, dia mendapat Penghargaan Bung Hatta Anti-Corupption Award, 2004.

Cuma, sampai sekarang hanya dalam hitungan jari tangan yang sudah melaksanakannya. Padahal, jumlah kabupaten/kota di Indonesia ada lebih dari 400. Untuk mengubah sikap, kultur, memang sulit. Tetapi, kalau komitmen sudah ada dan didukung semua pihak, seperti kalangan dunia usaha dan masyarakat, melaksanakannya tak sulit, ujar Gamawan Fauzi.

Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara sudah menjadikan Sumbar sebagai model. Bahkan, dengan Inpres Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi, untuk implementasinya Sumbar bersama empat daerah lain, yakni Nanggroe Aceh Darussalam, Daerah Istimewa Yogyakarta, Kalimantan Timur, dan Provinsi Papua, dipercaya menyusun program percontohan yang akan dilaksanakan dalam waktu satu tahun.

Untuk penyusun program percontohan, Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara bekerja sama dengan partnership dan lima instansi daerah tersebut. Keberhasilan program percontohan ini diharapkan dapat digulirkan ke daerah lainnya, kata Deputi Bidang Pengawasan Kementerian Negara PAN Gunawan Hadisusilo.

Tujuan kerja sama untuk memfasilitasi proses kemitraan dan membantu menguatkan sinergi antara aparatur negara dan masyarakat, kemudian mendorong proses percepatan pemberantasan korupsi melalui langkah-langkah konkret sesuai dengan Inpres Nomor 5 Tahun 2004. Guna memperoleh dukungan masyarakat terhadap program percontohan itu, di Padang, 29 Juni lalu, digelar konsultasi publik.

Menneg PAN dalam pokok-pokok pikiran yang dibacakan Gunawan Hadisusilo mengatakan, untuk pelayanan publik Indonesia sebaiknya belajar ke China. Ribuan investor mengalir ke negeri ini, bahkan sebagian dari Indonesia.

Di Indonesia, hasil penelitian Bank Dunia menunjukkan, mengurus izin investasi membutuhkan waktu 150 hari. Itu di Jakarta. Di luar Jakarta lebih parah lagi, mencapai 180 hari.

Apalagi pada era otonomi daerah sekarang ini. Banyak pemerintah daerah yang mengabaikan perizinan yang dikeluarkan pemerintah pusat dan menetapkan perizinan baru berdasarkan peraturan/kewenangan pemerintah daerah bersangkutan. Ini dapat menciptakan ketidakpastian hukum dan menciptakan peluang korupsi sehingga tidak kondusif bagi investasi, katanya.

Kalau tidak sempat belajar ke China, belajarlah ke Sumatera Barat! (YURNALDI)

Sumber: Kompas, 5 Juli 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan