Bos Bank Surya Segera Dipulangkan dari Australia

Genderang perburuan atas buron kasus korupsi BLBI (bantuan likuiditas Bank Indonesia) terus ditabuh. Kali ini yang diincar adalah Adrian Kiki Ariawan, terpidana seumur hidup kasus BLBI Bank Surya senilai Rp 1,5 triliun.

Mantan Dirut Bank Surya itu bersembunyi di Australia dan pindah kewarganegaraan di sana. Tetapi, pemerintah Australia bersedia mengekstradisi dan memulangkannya ke Indonesia.

Menurut Menkum dan HAM Hamid Awaluddin, pemerintah Australia telah menyurati departemennya. Isinya permintaan melengkapi dokumen tambahan sebagai syarat pemulangan Adrian.

Dokumen itu akan digunakan pemerintah Australia jika Adrian melakukan perlawanan dalam sidang ekstradisi saat eksekusi nanti, kata Hamid dalam rapat kerja (raker) dengan Komisi III DPR di Jakarta kemarin.

Selanjutnya, Depkum dan HAM berkoordinasi dengan Kejagung. Pada 5 September 2006, Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh menjawab permintaan pemerintah Australia tersebut.

Menurut Hamid, Depkum dan HAM telah mengirimkan dokumen tersebut kepada pemerintah Australia. Karena itu, dia berharap pemulangan Adrian bisa lancar. Kita telah minta agar dia segera dipulangkan ke Indonesia. Ini seperti saat meminta ekstradisi atas Hendra Rahardja, jelasnya. Hendra adalah buron kasus BLBI Bank Harapan Sentosa (BHS) senilai Rp 1,9 triliun, yang telah meninggal dunia.

Awalnya Adrian kabur ke Singapura. Tetapi, sejak ada pembahasan perjanjian ekstradisi, buron yang diadili secara in absensia bersama Wakil Preskom Bank Surya Bambang Sutrisno itu pindah ke Australia. Kejagung serta Depkum dan HAM terus mengendus jejak pelariannya.

Selain Adrian, Depkum dan HAM meminta pemerintah Australia memulangkan Eko Adi Putranto, buron terpidana kasus BLBI BHS. Kita ajukan beberapa waktu lalu, jelasnya. Sayangnya, setelah diinvestigasi, sang buron tidak ditemukan di Australia.

Hamid mengungkapkan, pemerintah tidak mencabut permintaan ekstradisi terhadap Eko. Pemerintah Australia juga tetap dimintai bantuan untuk mencari dan menahan Eko.

Menurut Hamid, pemerintah juga minta bantuan Australia guna menyita aset hasil kejahatan milik Hendra Rahardja. Sebelumnya, Hendra melarikan aset yang semula tercatat di perbankan Australia ke Hongkong.

Australia perlu dilibatkan karena memiliki perjanjian perampasan hasil kejahatan dengan Hongkong, jelas menteri yang dilaporkan bersaksi palsu oleh Daan Dimara, mantan koleganya di KPU, ke polisi itu.

Dari identifikasi pemerintah, aset Hendra senilai USD 398.478,87 berada di perusahaan yang tercatat di Hongkong, yakni South East Limited (SEG).

Pada kesempatan itu Hamid mengatakan, pemerintah Australia berjanji mengupayakan pengembalian hasil kejahatan itu secara penuh kepada pemerintah RI melalui rekening bendahara pengeluaran Kejagung. Ini tak lepas dari posisi kejaksaan sebagai eksekutor putusan kewajiban membayar uang pengganti, jelas Hamid.

Dia juga mengumumkan perkembangan pelacakan aset sejumlah tersangka atau terpidana di luar negeri. Saat ini setidaknya ada permintaan MLA (mutual legal assistance) kepada lima negara yang difasilitasi departemennya.

Tiga di antaranya pelacakan aset milik Adrian Waworuntu (terpidana seumur hidup kasus L/C fiktif Bank BNI Rp 1,3 triliun) di Uni Emirat Arab, Italia, dan Hongkong, jelas Hamid. Dua lainnya adalah permintaan MLA kepada pemerintah Swiss untuk tersangka pencucian uang E.C.W. Neloe (mantan Dirut Bank Mandiri) dan Irawan Salim (mantan Dirut Bank Global). (agm)

Sumber: Jawa Pos, 26 September 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan