Bos Gramarindo Jadi Saksi Ismoko; Kasus Pembobolan BNI

Direktur PT Gramarindo Mega Indonesia Ollah Abdullah Agam kemarin dihadirkan sebagai saksi untuk tersangka mantan Direktur II Eksus Bareskrim Brigjen Samuel Ismoko dalam kasus pemberian uang dalam penyidikan kasus L/C fiktif Bank BNI.

Kesaksian Ollah tersebut menarik disimak. Mengapa? Sebab, terpidana 15 tahun kasus L/C BNI itu membeberkan sejumlah perkakas elektronik yang diberikan Adrian Waworuntu dan Jeffry Baso kepada pejabat Bareskrim. Ada banyak barang yang diberikan. Seingat saya, ada mesin fotokopi, TV, karaoke, DVD player, AC, dan laptop, kata Ollah dalam persidangan di PN Jaksel kemarin.

Menurut dia, kepastian pemberian barang itu didasarkan pada informasi sesama tahanan Adrian dan Jeffry saat mendekam di Rutan Mabes Polri. Perkakas tersebut ditempatkan di ruang penyidik di bawah koordinasi Ismoko.

Siapa yang meminta perkakas elektronik tersebut? Ollah mengaku tidak tahu. Yang jelas, pemberian perkakas itu tidak memengaruhi penyidikan. Nggak ada yang terpengaruh. Justru sebaliknya, penyidikan menjadi lebih lancar, jelasnya.

Pada bagian lain, Ollah membeberkan penjualan aset berupa tanah di kawasan Cilincing yang terdiri atas tujuh di antara 44 sertifikat milik PT Sagaret Team. Dia menyatakan, penjualan aset tersebut tidak lepas dari sepengetahuan Ismoko. Saya tahu dari surat pihak Mabes Polri yang ditandatangani Pak Ismoko, ungkapnya.

Menurut dia, dalam surat itu dijelaskan, Rp 1 miliar disetorkan ke rekening recovery BNI sebagai hasil penjualan aset PT Sagaret Team berupa tanah di Cilincing.

Ollah mengaku tidak tahu detail penjualan aset tersebut, meski dirinya menjadi pemegang kuasa tujuh perusahaan yang berafiliasi dengan Gramarindo Group, termasuk PT Sagaret Team.

Yang saya tahu hanya tanah itu dibeli PT Sagaret dari Direktur PT Triranu Caraka Pasifik Jeffrey Baso. Dan, belakangan saat kasus L/C fiktif PT Gramarindo pada BNI Cabang Kebayoran Baru itu disidik, terjadi penjualan aset tanah yang dilakukan Jeffry, jelasnya. Penjualan itu juga tidak diketahui Ollah karena dirinya selaku pemegang kuasa tidak pernah dimintai izin.

Menurut dia, belakangan dirinya mendengar tanah itu laku Rp 4,5 miliar. Namun, yang disetorkan ke rekening recovery BNI hanya Rp 1 miliar. Ollah meyakini nilai aset itu lebih tinggi daripada penjualan yang terjadi.

Selebihnya, dia tidak pernah melihat berita acara penyerahan aset atau pemulihan. Dia juga tidak mengetahui siapa yang melakukan penyerahan atau pengiriman uang hasil penjualan tanah tersebut ke rekening BNI.

Sekadar mengingatkan, Ismoko didakwa berkorupsi saat menangani perkara L/C fiktif PT Gramarindo Group pada BNI Cabang Kebayoran Baru.

Penerimaan dana dalam penyidikan itu diduga merugikan negara Rp 21,47 miliar dan USD 380 ribu. Dana tersebut diduga merupakan imbalan tidak dilakukannya penyitaan terhadap barang bukti dalam penyidikan perkara itu dan perlakuan istimewa terhadap sejumlah tersangka kasus tersebut. (agm)

Sumber: Jawa Pos, 11 Juli 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan